Showing posts with label Fiction. Show all posts
Showing posts with label Fiction. Show all posts

Thursday, November 17, 2016

[Review] Station Eleven by Emily ST. John Mandel

Title: Station Eleven
Author: Emily ST. John Mandel
Publisher: Vintage
Published: June 2nd 2015
Page: 333p
ISBN: 0804172447 
Bought from Bali Books

First we only want to be seen, but once we’re seen, that’s not enough anymore. After that, we want to be remembered.


Coba lihat sekeliling, lihat orang-orang yang berjalan sambil terpaku pada telepon genggam mereka, lihat warna lampu jalan yang menerangi gelapnya malam, lihat secangkir kopi yang membangkitkan gairah dipagi hari dan sedikit mengusir rasa kantuk dikala siang, lihat kota-kota yang memuntahkan cahaya disaat adzan maghrib mulai berkumandang. Lihat semuanya itu dan bayangkan suatu saat, semua itu tidak ada lagi, hening melayang-layang diudara, lalu tinggalah manusia dan alam ini. Mungkin itu bisa menggambarkan sedikit rasa buku ini, buku yang lambat-lambat saya baca, sedikit suram tapi tetap menjaga tempo pembaca stabil dan terus maju karena penasaran dengan nasib setiap tokoh diakhir cerita.

Tuesday, May 21, 2013

[Review] Harry Potter & the Goblet of Fire by JK Rowling



Title: Harry Potter and the Goblet of Fire
Author: JK Rowling
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
Published: Desember 2012 (Cetakan ke-21)
Pages: 896p
ISBN: 979-655-854-8

Serial Harry Potter pertama kali diterbitkan tahun 1997, diterjemahkan ke bahasa Indonesia tahun 2000, dan pertama kali tayang di layar lebar tahun 2001. Di masa-masa itu, saya melewati masa smp dan sma tanpa sedikit pun mendengar dan melihat buku ataupun filmnya. Kalau mengingat masa-masa itu, entahlah saya sedang sibuk dengan hal apa *tepokjidat*. Di tahun ke-2 kuliah, banyak teman sering kumpul di kamar kos saya untuk sekedar ngobrol atau nonton film. Malam itu, mereka membawa film Harry Potter and Goblet of Fire untuk kami tonton bersama. Itulah perkenalan pertama saya dengan Harry dan petualangannya. Tidak perlu menunggu lama untuk jatuh cinta dengan karya Madam Rowling ini. Malam itu, teman-teman saya capek mendengar pertanyaan saya tentang Harry...kenapa dia punya bekas luka? Apa artinya? Siapa Voldemort dan kenapa semua orang takut padanya? Seorang teman lantas menyuruh saya untuk mulai dari film pertama, Harry Potter and the Sorcerer’s Stone. Dengan bermodalkan kenalan seorang penjaga rental VCD, saya pun memintanya mencari koleksi lamanya dan akhirnya berhasil membawa pulang tiga film yang berasal dari buku pertama sampai ketiga. Rasanya seperti menemukan teman baru, sesuatu yang benar-benar saya sukai. Setelah film, lalu dilanjutkan dengan buku, namun saya hanya mulai membaca buku kelima sampai tujuh, dengan asumsi sudah memahami cerita dari buku pertama sampai keempat lewat film. Terimakasih sekali lagi untuk Surgabuku yang memulai event Hotter Potter Reading Challenge ini, sehingga saya bisa membaca buku 1-7 dan khususnya buku keempat ini, untuk pertama kalinya sejak saya mengenal Harry lewat film yang dibawakan oleh teman-teman saya itu.

Sunday, March 31, 2013

[Review] Harry Potter and the Prisoner of Azkaban


Title: Harry Potter and the Prisoner of Azkaban
Author: JK Rowling
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
Published: Desember 2012 (cetakan ke-23)
Pages: 534p
ISBN: 979-655-854-8

Banyak hal baru yang saya temukan dalam buku ini. Sejujurnya *malu* saya belum pernah baca buku Harry Potter yang ketiga ini dan karena itu banyak sekali konfirmasi atas kebingungan saya terhadap film yang saya tonton.



Apa yang baru saya sadari? 

Ron, Hermione dan Hagrid tetap berusaha mengirimkan hadiah dihari ulang tahun Harry. They are trully friend...so sweet :)

Hedwig sangat cerdas terbang ke tempat Hermione saat Hermione tidak punya cara mengirimkan hadiah ulang tahun untuk Harry. Hedwid ingin memastikan Harry mendapat hadiah di hari ulang tahunnya. I love Hedwig :)

Friday, March 29, 2013

[Review] Interpreter of Maladies by Jhumpa Lahiri


Title: Interpreter of Maladies
Author: Jhumpa Lahiri
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
Published: December 2006
Pages: 248p
ISBN: 979-22-2518-8

Interpreter of Maladies memperkenalkan saya, untuk pertama kalinya pada sastra India. Entah tepat atau tidak menyebut karya Jhumpa Lahiri ini sebagai sastra India, mengingat sang penulis sendiri dilahirkan dan dibesarkan dengan budaya Amerika. Buku ini adalah kumpulan cerpen yang memuat 9 cerita pendek bercorak India dan Amerika. Kesembilan kisah ini, meskipun disajikan dalam bentuk fiksi, jika diamati lebih cermat, justru memuat gambaran kehidupan nyata pada masa yang berbeda-beda. Terjepit diantara dua budaya yang berbeda, Jhumpa Lahiri, menyuguhkan sudut pandang Imigran India yang pindah ke Amerika, hubungan diantara keluarga, akibat dari sebuah peradaban dan budaya, dan tanggungjawab seorang penerjemah.

Monday, March 18, 2013

[Review] The Three Musketeers by Alexandre Dumas

Title: Trio Musketri / The Three Musketeers
Author: Alexandre Dumas
Publisher: Serambi
Published: Januari 2010
Pages: 537p
ISBN: 978-979-024-180-0

Kisah ini dimulai dengan menceritakan seorang pemuda gascon bernama D’Artagnan yang meninggalkan rumahnya dan menempuh perjalanan menuju Paris dengan tujuan menjadi Musketri. Musketri di Perancis adalah satuan pengawal Raja yang dibentuk pada tahun 1622 dibawah kepemimpinan Louis XIII. Mereka bertugas sebagai pengawal Raja ketika berada di luar Istana. D’Artagnan membawa surat pengantar dari ayahnya kepada Monsieur D’Treville untuk mempermudah dirinya bergabung dengan Musketri, namun alih-alih berhasil menyerahkan suratnya, D’Artagnan justru kehilangan suratnya ditengah perjalanan karena terlibat percekcokan dengan seorang laki-laki misterius. Baru saja terlepas dari masalah yang satu, ia kembali terlibat masalah lainnya. Kali ini ia harus berduel dengan tiga orang laki-laki dalam waktu hampir bersamaan. Namun duel tersebut batal dan D’Artagnan justru mendapatkan tiga sahabat baru yang dikenalnya sebagai Trio Musketri, Athos, Porthos, dan Aramis. 


Petualangan D’Artagnan tidak berhenti sampai disitu, Alexandre Dumas kembali meramu petualangan, mengungkap intrik dan membumbui sejarah Perancis menjadi suatu karya yang telah berkali-kali ditampilkan dalam layar lebar sampai masa kini. Trio Musketri tidak lekang oleh waktu. Anehnya, judul Trio Musketri yang mengacu kepada Athos-Porthos-Aramis, justru didominasi oleh petualangan D’Artagnan sebagai tokoh utama. D’Artagnan yang digambarkan sebagai anak muda yang kecerdasannya melebihi ketiga muskteri itu, menyeret ketiga sahabatnya dalam intrik politik yang melibatkan Raja, Ratu, Kardinal Richelieu dari sisi Perancis dengan Duke of Buckingham dari sisi Inggris. Intrik politik, ambisi dan kisah cinta menyeret keempat sahabat dalam peristiwa-peristiwa yang acap kali menjadikan nyawa mereka sebagai harta satu-satunya yang tersisa dan sulit untuk dipertahankan.

Thursday, February 28, 2013

[Review] Harry Potter and the Chamber of Secrets




Dear Joanne Rowling,

Saya menikmati membaca buku anda sejak halaman pertama. Sulit sekali untuk menutupnya sebelum lembaran terakhir. Apa yang membuat imajinasi anda begitu luar biasa? Saya ingin duduk mendengar anda menuturkan bagian-bagian kesukaan anda dari buku yang anda tulis sendiri. Namun sebelumnya, ijinkanlah saya mengungkapkan hal-hal yang membuat saya banyak tertawa, iri, kaget, dan terpesona saat tenggelam dalam kehidupan Harry dan Hogwarts.

Thursday, January 31, 2013

Dracula by Bram Stoker




Zaman sekarang, vampir bukan lagi tokoh yang mengerikan. Gambaran vampir yang membekas adalah sosok Edward Cullen yang digandrungi banyak remaja sampai orang dewasa. Vampir seperti Edward Cullen adalah sosok vampir yang tidak lagi bermasalah dengan sinar matahari, melainkan menjadi semakin indah dibawah sinar matahari. Ia tinggal di rumah kaca mewah di tengah hutan dan berhasil membuat wanita manusia jatuh cinta kepadanya dan bahkan menikahinya. Sosok vampir yang diperkenalkan oleh Stephanie Mayer ini sungguh berbeda dengan asal mula vampir yang sejak lama diciptakan oleh Bram Stoker. Stoker memiliki beberapa karya, namun kisah vampir yang ditulisnya adalah satu-satunya karya yang membuatnya cukup terkenal. Vampir yang diciptakan oleh Stoker adalah sosok yang tinggi, berhidung bengkok dan bergigi runcing. Ia dikenal dengan nama Count Dracula yang tinggal di sebuah kastil di daerah Transylvania.

Monday, January 28, 2013

Harry Potter and the Sorcerer's Stone



This my first time read Harry Potter and the Sorcerer’s Stone. I watched the movie instead of read the book. And as usual, after I saw the movie, I lost the will to read the original story from the book. In this New Year, there is a blog called Surgabuku, who make an event called HotterPotter to everybody who wants to join in Harry Potter re-reading challenge and that’s a door to me to see the detail words from JK Rowling. 

I prepared a synopsis for you who never read or watch a story of the boy who lived, here it is from Goodreads, hope it’s enough to give a drawing for you about him. And for you who know Harry Potter very well, you can skip this part: 

Friday, November 16, 2012

The Thirteenth Tale




“All children mythologize their birth. It is a universal trait. You want to know someone? Heart, mind and soul? Ask him to tell you about when he was born. What you get won’t be the truth: it will be a story. And nothing is more telling than a story.” ~ Diane Setterfield, the Thirteenth Tale

Margaret Lea telah menghabiskan sepanjang hidupnya berada di toko buku milik ayahnya. Ia bergaul dengan banyak penenun kisah yang berasal dari masa yang berbeda dengan masanya. Ia menyukai kisah klasik dan bersahabat dengan para tokoh klasik. Ia menyukai karya-karya mereka yang telah lama terlupakan. Margaret menjalani hidupnya seperti biasa, menyimpan ceritanya sendiri didasar hatinya dan berdiam diri bersama buku-bukunya. Jane Eyre, Wuthering Heights, The Woman in White menjadi sahabatnya. Ia menjalani kehidupannya dengan cara lama, sampai sebuah surat datang menghampirinya, dan semuanya pun berubah.

Vida Winter adalah seorang penenun cerita. Dongeng-dongengnya dikenal dunia namun kisah hidupnya tetap tinggal sebagai misteri. Ia sangat piawai merangkai sebuah kisah, menceritakan dongeng yang ingin didengar orang, memberikan ending yang membuat setiap orang puas, dan meninggalkan ruang kosong yang membuat setiap orang harus selalu menoleh kembali. Ruang kosong yang seharusnya diisi dengan kisahnya sendiri, namun ia membiarkannya tak terangkai. Tiga Belas Dongeng dan Perubahan Keputusasaan adalah karyanya yang meninggalkan misteri, buku yang setelah beredar dipasaran, ditarik kembali karena hanya memuat dua belas dongeng didalamnya. Dongeng ketiga belas tetap menjadi misteri, sampai seorang pemuda berjas cokelat datang menghampirinya dan memintanya “ceritakan padaku yang sesungguhnya”…saat itulah ia menulis surat kepada seseorang yang terlahir sebagai anak kembar. Mengapa Vida Winter memilih Margaret Lea? Mungkin karena ia pun akan menceritakan kisah anak kembar.

Margaret mengunjungi Vida Winter di rumahnya. Ia sepakat akan menjadi penulis biografi Vida Winter dengan beberapa kesepakatan. Setelah menyetujui bahwa tidak boleh ada lompatan cerita, Vida Winter menenun kisah puluhan tahun silam, kisah tentang keluarga Angelfield, tentang George Angelfied dan Mathilda, kisah Charlie dan Isabell, Adeline dan Emeline, Missus dan John-the-dig, serta kisah rumah yang mungkin berhantu.

Aku dan Margaret Lea, kami berdua sama-sama mendengarkan kisah ini dari mulut Vida Winter. Charlie dan Isabell adalah saudara kandung, Adeline dan Emeline adalah saudari kembar, Missus dan John-the-dig adalah pelayan yang setia sampai mati tetap melayani di rumah keluarga Angelfield. Ada banyak orang yang datang dan pergi, membawa aturan dan meninggalkan bekas yang membuat rumah Angelfield tidak pernah sama. Suasana rumah yang tidak terurus membuat semua tetangga menganggap rumah itu berhantu. Lalu bagaimana kisah mereka yang tinggal di rumah keluarga Angelfield?

Seseorang atau apapun itu menjadi menarik karena mengandung misteri dan buku ini sejak halaman pertama adalah sebuah misteri untukku. Ada banyak hal yang kusukai dari buku ini. Pertama, karena Margaret memiliki toko buku yang sangat kuinginkan. Kedua, karena Vida Winter menenun kisahnya menggunakan bahasa yang tidak biasa, dan Ketiga, karena kisah di buku ini tidak bisa kutebak. Aku bahkan harus membolak –balik beberapa bagian untuk kubaca ulang setelah sebuah rahasia terungkap, rahasia yang menurut Margaret sudah disadarinya namun tidak bisa kusadari, padahal kami berdua menempati posisi yang sama sebagai pendengar. Buku ini adalah referensi model baru untukku, gaya penuturan yang kusukai. Pada bagian awal, Vida Winter bercerita dari sudut pandang orang ketiga, kemudian dibagian tertentu, ia akan menggunakan “aku” untuk menuturkan ceritanya, kemudian aku pun melihat sudut pandang Hester, seorang guru yang pernah hadir dalam keluarga Angelfield, melalui buku hariannya.

Buku ini disebut-sebut sebagai sebuah karya bercirikan gothic yang mengingatkan pembaca pada nuansa klasik Wuthering Height dan Jane Eyre. Cara penuturannya mengalir dan mencekam tetapi indah. Jane Eyre terus menghiasi seluruh kisah dalam buku ini. Setiap karakter dalam buku ini memiliki daya tarik misteri, ada yang rasanya tidak pas, namun sepertinya mereka dibuat memang untuk maksud itu. Dan saat-saat Margaret sudah mulai memahami kisah Vida Winter, disaat yang sama ia membantu saya mampu memahaminya. Ketika rahasia mulai terungkap, Vida Winter dan Margaret Lea justru harus menghadapi kisahnya sendiri, hantunya sendiri, dan pergolakan jiwa mereka yang terus memaksa saya tetap tinggal sebagai satu-satunya pendengar terakhir.

“There is something about words. In expert hands, manipulated deftly, they take you prisoner. Wind themselves around your limbs like spider silk, and when you are so enthralled you cannot move, they pierce your skin, enter your blood, numb your thoughts. Inside you they work their magic.” ~ Diane Setterfield, the Thirteenth Tale

Itulah gambaran kesan selama membaca buku ini. Terimakasih untuk Gramedia telah berhasil menerjemahkan buku dengan mempertahankan gaya penuturan yang mempesona. Lima bintang kuberikan untuk penerjemah. Diane Setterfield adalah penulis asal inggris yang lahir pada bulan Agustus 1964. The Thirteenth Tale adalah novel pertamanya yang diterbitkan pada tahun 2006 dan langsung menjadi New York Times’s Bestseller. Well, this is Book Lover’s Book.


---------------------------------------------------------------------
Judul: The Thirteenth Tale (Dongeng ketiga belas)
Penulis: Diane Setterfield
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret 2009 (Cetakan II)
Tebal: 608 hal
ISBN: 978-979-22-4129-7
----------------------------------------------------------------------

Monday, January 2, 2012

Review : Clara's Medal



Ledakan fusi adalah ledakan yang dihasilkan dari reaksi bergabungnya inti-inti ringan menjadi inti yang lebih berat. Pada proses ini, inti-inti penyusun inti baru akan melepaskan energy yang sangat besar dan menyebabkan inti barunya mengalami kehilangan massa. Seperti yang terjadi pada matahari, yang menghasilkan energy panas yang dahsyat dan menjadi sumber kehidupan mahluk hidup di muka bumi. [hal 74]

Butuh suhu yang sangat tinggi, kurang lebih 1.108 oC, untuk menciptakan sebuah reaksi fusi. Demikian juga butuh kerja yang sangat keras untuk menggapai sebuah hasil yang telah lama diimpikan. Kisah yang ditulis oleh Feby Indirani (yang melalui buku ini resmi menjadi salah satu penulis Indonesia yang saya sukai) ini akan membuat anda kembali bersemangat menjalani setiap hari dan menggapai setiap mimpi.

Reaksi fusi menjadi analogi terbentuknya sebuah lembaga non-profit yang bernama FUSI (Fisika Untuk Siswa Indonesia) yang didalamnya terdapat siswa siswi terbaik Indonesia dalam bidang fisika. Mereka telah melewati seleksi daerah, seleksi nasional, dan bahkan seleksi masuk FUSI. Tujuannya satu, yakni mengharumkan nama bangsa Indonesia di tingkat Olimpiade Fisika Internasional. Clara Wibisono adalah satu-satunya peserta perempuan. Ia mewakili DKI Jakarta. Nama Clara sebenarnya tidak asing lagi ditelinga para peserta lain, karena ayahnya, Bram Wibisoni, adalah salah satu pendiri FUSI. Pujian dan cibiran pun tak terelakkan darinya. Ada yang bahkan menganggap ayahnya memudahkan jalannya masuk ke FUSI, namun hal itu tidak mengendorkan semangat Clara.

Memasuki asrama yang akan ditempatinya selama 4,5 bulan bersama 15 peserta lain yang notebene semuanya pria membuatnya sangat kebingungan. Ia belum pernah berada dalam kondisi seperti ini. Namun, ketika bertemu dan berkenalan dengan setiap peserta, kecanggungannya mulai luntur, ia mulai merasa asyik walaupun ia tahu akan selalu menjadi bulan-bulanan karena ia perempuan satu-satunya. Keenam belas peserta itu antara lain : Clara (Jakarta), Meddy (Ambon), George (Papua), Khrisna (Malang), Arief (Pamekasan, Madura), Dimas (Boyolali), Angga (Jakarta), Made (Bali), Bagas (Bali), Sandy (Bukit Tinggi), Erik (Medan), Irvan (Pangkalan Bun), Bambang (Tulungagung), Reno (Manado), Robby (Bandung), Alam (saya lupa).

Membaca kisah ini, akan membawa kita menemukan berbagai pelajaran-pelajaran fisika zaman sekolah yang disampaikan dengan metode yang luar biasa sederhana dan asyik. Sampai-sampai saya menyesali mengapa dimasa saya sekolah dulu, saya malah disuruh menghapalkan rumus-rumus fisika tanpa eksperimen yang membuat saya serta merta tidak menyukai mata pelajaran itu. Seperti salah satu contoh pembelajaran yang ditawarkan oleh ayah Clara didepan para siswa SMP; Pertunjukkan meniup balon hingga mengembang maksimal dan meminta seorang siswi untuk menusukkan tusuk sate menembus balon tersebut. Apa yang anda harapkan dengan pertunjukkan tersebut? Awalnya saya sebagai pembaca berpikir balon itu pasti pecah, namun ternyata ada cara untuk membuatnya tidak pecah bahkan ketika tusuk sate itu menembus sisi lain dari balon tersebut. Contoh seperti itu jika terus diterapkan di ruang kelas, niscaya fisika tidak akan menjadi momok yang menakutkan untuk para pelajar.

Feby Indirani melukiskan kehidupan para siswa-siswi terpilih dalam asrama FUSI, ia memperlihatkan daya juang setiap orang, mengurai persahabatan, mengungkap setiap karakter, dan menyuguhkan kisah-kisah dibalik setiap peserta yang pastinya menyentuh hati, alasan-alasan mengapa mereka berjuang untuk tetap berada di FUSI. Semuanya itu membuat buku ini bukan hanya menjadi sebuah buku yang menggurui secara teori namun memasukkan semua teori itu kedalam sebuah contoh nyata kehidupan yang butuh perjuangan. Seperti kisah salah satu peserta, Meddy, asal ambon yang berhasil selamat dari kobaran api yang melahap rumahnya saat kerusuhan Ambon tahun 1999. Ia selamat karena kakaknya membantunya dengan mengorbankan dirinya sendiri. Ini mungkin adalah cerita fiksi, tetapi saya tahu bahwa keadaan itu bukanlah fiksi bagi masyarakat ambon dan menurut saya Feby berhasil merangkai kisahnya dengan sangat baik.

Lewat kisah fiksi ini juga, pembaca akan diajak untuk memperoleh berbagai pengetahuan baru yang juga menambah wawasan. Contohnya tentang sebuah api alam yang tidak pernah padam di daerah Madura. Atau bahwa pada 17 Februari 1674, Ambon pernah dilanda sebuah gempa yang menewaskan 2322 orang. Lewat kisah ini pun saya mengenal seorang tokoh naturalis buta asal jerman yang bernama Georg Eberhard Rump atau Rumphius yang datang, menikah dan menetap di Ambon lalu memulai penelitiannya, dan terus melanjutkannya bahkan setelah gempa 1674 merenggut semua keluarganya dan peristiwa kebakaran hebat di ambon, 11 Januari 1687, menghabiskan semua dokumen-dokumen penelitiannya.
Adalah Rumphius yang bekerja luar biasa di Ambon meneliti semua tumbuhan dan fauna serta kerang-kerang di laut dan menemukan sistem penamaan binomial serta sistematika biologi lebih dari 50 tahun sebelum Carolus Linnaeus mengeluarkan sistematika binomialnya (Systema Naturae) pada tahun 1740. Sayang, mahakarya Rumphius tak tersiar ke dunia ilmu pengetahuan saat itu karena sebuah intrik. Kalau bisa tersiar, maka Ambon akan dikenang sebagai lokasi tipe systema naturae. Sama halnya dengan intrik antara Charles Lyell dan Charles Darwin agar artikel Halmahera Wallace tak menjadi dasar teori evolusi. Kalau saja Halmahera dan Ambon sempat mengemuka, Indonesia akan selalu dikenang dalam teori evolusi dan systema naturae lebih daripada Galapagos. Sebuah bukti buat kita semua bahwa di dalam ilmu pengetahuan pun ada intrik juga. (diambil dari http://tinyurl.com/6pc4em5).
Kisah Clara’s Medal membuat saya tertawa dan kagum pada saat yang bersamaan. Ke-iseng-an para peserta di dalam asrama yang menggelitik atau upaya mereka mengatasi beban berat yang mereka pikul ditambah lagi dengan adanya masalah pendanaan membuat novel ini istimewa. Walaupun ada beberapa typo dan jujur saya tidak suka dengan pilihan covernya, namun secara keseluruhan saya puas dengan Clara’s Medal. Bintang 4 untuk bacaan pertama saya ditahun 2012 yang sekaligus membuat saya sangat bersemangat untuk kembali mengevaluasi kemampuan saya, meningkatkannya, dan berjuang meraih mimpi.

--------------------------
Judul : Clara’s Medal
Penulis : Feby Indirani
Penerbit : Qanita
Terbit : September 2011
Tebal : 484 hal
ISBN : 9786029225044
--------------------------

Sunday, July 31, 2011

Review : City of Glass (The Mortal Instrumen #3)




 
Manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya seperti bunga api bergejolak tinggi – Job 5:7


Sebelum membaca resensi ini, saya menyarankan anda sudah membaca resensi atau bahkan buku pertama dan kedua dari serial Mortal Instrumen ini, karena jika anda belum membaca, maka beberapa hal dari resensi ini akan menjadi spoiler untuk buku pertama dan kedua. WARNING!!!!

Sejauh perjalanan saya bersama serial Morta Instrumen ini, saya telah jatuh cinta setengah mati kepada Jace. Dan ternyata bukan saya saja yang menyukai Jace. 

“Dear Edward dan Jacob, aku memuja kalian berdua. Tapi aku menghabiskan akhir pekanku dengan Jace, Maaf! Salam cinta, Stephenie.” – Stephenie Meyer, penulis Twilight.

Nah, benarkan bahkan Stephenie pun meninggalkan Edward dan Jacob untuk menghabiskan akhir pekan bersama Jace..hohohoho

Jika mengingat Jace, mau tidak mau saya pun harus mengingat Clare, adik kandung Jace yang sangat dicintainya dengan cara seorang pria mencintai wanita pujaannya. Ternyata mereka berdua telah menerima percobaan Valentine sejak masih di dalam kandungan Jocelyn. Jace menerima darah iblis dan Clary menerima suntikan darah malaikat. Hal itu menjelaskan kemampuan Clary menciptakan rune baru di dalam buku kedua seria Mortal Instrumen ini. Jace dan Clary adalah pemburu bayangan dengan kemampuan spesial. Di akhir kisah kedua, sekali lagi Clary berhasil menggagalkan rencana jahat Valentine, dengan menciptakan rune baru yang meledakan kapal yang ditumpangi Valentine. Namun kemampuan Clary ini disembunyikan dari pimpinan pemburu bayangan. Jace dan Luke takut Clary akan mendapat kesulitan jika Kunci mengetahui kemampuan yang dimilikinya.

Setelah menggagalkan rencana Valentine di buku kedua, semua pemburu bayangan yang terlibat dalam pertempuran itu diminta untuk kembali ke Idris dan melaksanakan pertanggungjawaban dihadapan kunci. Clary pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rencana kembali ke Idris itu, namun Jace sangat menentang rencana Clary untuk pergi ke Idris. Clary harus pergi ke Idris karena seorang wanita pemburu bayangan bernama Medeleine mengunjunginya dan menjelaskan cara membangunkan Jocelyn. Menurut Medeleine, Clary harus menemui Ragnor Fell, seorang warlock di Idris. Hanya Ragnor Fell yang mengetahui cara membangunkan Jocelyn dari kondisi koma.

Dengan menggunakan kemampuannya Clary membuka portal menuju Idris, tepatnya kota kaca Alicante. Bukan hanya Clary yang sampai di Alicante, Simon pun secara tidak sengaja terbawa sampai ke Alicante. Di buku kedua, Simon telah bertransformasi menjadi vampir. Namun Simon memiliki keuinikan, ia bisa berjalan dibawah sinar matahari. Kondisi Simon yang baru tidak membuat persahabatannya dengan Clary berubah. Ia tetap menjadi sahabat bagi Clary. Ia bahkan telah membebaskan Clary dari urusan kencan mereka dan kembali pada gagasan persahabatan.

Ketika Jace yang marah melihat Clary berada di Idris tidak mau membantunya, Clary justru mendapat bantuan dari seorang kenalan barunya, Sebastian Verlac, untuk menemui Ragnor Fell. Sayangnya, Ragnor Fell telah terbunuh ketika mereka tiba. Seseorang telah mengetahui niat kedatangan Clary. Di rumah Ragnor Fell, Clary justru bertemu dengan Magnus Bane yang tanpa diketahui oleh Sebastian memberi tahu Clary cara menemukan penawar bagi ibunya.

Kota kaca Alicante yang tadinya aman dalam lindungan mantra penangkal iblis, kini telah terancam kehancuran. Valentine mengincar instrumen ketiga, cermin mortal. Semua orang tahu cermin itu berada di Alicante, namun tidak ada yang tahu persis seperti apa bentuknya dan dimana lokasi tepatnya. Valentine menyerang Alicante dan mengakibatkan pertarungan antara iblis dan para pemburu bayangan. Sebelum mengakhiri semuanya, ia menawarkan pilihan kepada Kunci. Jika Kunci ingin kota Alicante dan para pemburu bayangan selamat, maka Kunci harus menyerahkan kepemimpinan kepada Valentine dan tunduk kepadanya. Valentine menentukan batas waktu kepada Kunci untuk mempertimbangkan tawarannya. Jika Kunci tidak setuju dengan ide kepemimpinan Valentine, maka ia akan melepaskan iblis untuk menyerang Alicante.

Dewan Kunci pemburu bayangan dilanda kebingungan yang luar biasa. Mereka tahu bahwa mereka akan kalah jika hanya mengandalkan kekuatan para pemburu bayangan semata. Namun Luke menampakkan diri kepada Kunci, dan menawarkan ide menarik. Luke berpikir jika Kunci mengijinkan pemburu bayangan bertarung berdampingan dengan para penghuni dunia bawah maka mereka pasti bisa menghadapi valentine. Namun tidak semudah itu menerapkan ide Luke, karena Valentine sendiri masih memiliki mata-mata di dalam dewan yang terus menghasut setiap orang agar menyetujui gagasan untuk tunduk kepada Valentine daripada mati diserang iblis.

Clary setuju dengan ide Luke dan ia menawarkan bantuan luar biasa dengan memperkenalkan kemampuannya kepada semua pemburu bayangan di Alicante. Beberapa memandangnya dengan kagum, namun beberapa yang lainnya menganggapnya bodoh. Sementara Clary berusaha meyakinkan Kunci, Jace mengejar Sebastian setelah tahu bahwa ia adalah mata-mata Valentine. Masing-masing mereka menghadapi pertempurannya masing-masing sebelum pertempuran sebenarnya terjadi setelah waktu tawaran yang diajukan oleh Valentine tiba.

Apakah Jace berhasil mengejar Sebastian? Lalu siapa Sebastian sebenarnya? Apa keputusan Kunci terhadap tawaran Valentine? Bagaimana Clary akan membantu dalam pertempuran sebenarnya? Serta tidak kalah serunya, Apakah Jace dan Clary berhasil memperjuangkan cinta mereka menjadi sesuatu yang lebih nyata?

Akhirnya saya mendapatkan jawaban-jawaban yang tertunda ketika membaca buku ini, namun entah mengapa masih saja ada pertanyaan-pertanyaan lain yang bermunculan dan tanpa jawaban. Rasanya gregetan menyaksikan kisah Jace dan Clary, namun juga memberikan perasaan hangat ketika menelusuri hubungan mereka berdua. Sementara Jocelyn yang akhirnya berhasil bangun dan menemui Clary mengungkapkan rahasia besar yang sekali lagi merubah kehidupan Clary dan memberikan cahaya terang baginya.

Tiga seri pertama dari serial Mortal Instrumen ini tidak hanya memberikan imajinasi yang mengagumkan, namun juga mengajarkan banyak nilai dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini memperlihatkan bahwa keluarga bukan hanya berasal dari hubungan darah, namun juga setiap orang yang menyayangimu adalah keluarga. Demikian juga dengan kekuatan cinta dan kepercayaan dari orang-orang yang kita sayangi. Kekuatan itu memampukan kita melakukan apapun di dunia ini tanpa rasa takut. Dan pada akhirnya setiap hati yang murni selalu akan menghasilkan buah perilaku yang lebih baik.

------------------------------------------------------
Judul : City of Glass (The Mortal Instrumen #3)
Penulis : Cassandra Clare
Penerbit : Ufuk
Terbit : November 2010
Tebal : 752
ISBN : 978-602-8801-47-8 
-----------------------------------------------

Review : City of Ashes (The Mortal Instrumen #2)



Aku kenal jalan-jalanmu, kota yang manis, Aku tahuu semua iblis dan malaikat yang berkerumun dan bertengger di dahan-dahanmu bagai burung. Aku kenal kau, sungai, seakan kau mengalir menembus hatiku. Aku putrimu yang pejuang. Huruf-huruf dibuat dari tubuhmu seperti mata air terbuat dari air. Bahasa-bahasa tercipta denganmu sebagai cetak biru dan saat kita lafalkan kota itu bangkit.


Sebelum membaca resensi ini, saya menyarankan anda sudah membaca buku pertama dari serial Mortal Instrumen ini, karena jika anda belum membaca, maka beberapa hal dari resensi ini akan menjadi spoiler untuk buku pertama. WARNING!!!! JANGAN LANJUT MEMBACA JIKA BELUM BACA BUKU #1!!!!

Kita kembali lagi ke lika liku petualangan Clarrisa “Clary” Fray yang memiliki nama asli Clarissa “Clary” Morgestern.  Ya..nama belakang Clary adalah Morgestern karena ternyata dia adalah putri Valentine (fakta dari buku pertama). Kenyataan itu membuat hidup Clary menjadi berbeda. Dalam waktu singkat ia harus menerima Valentine sebagai ayah kandungnya, seorang pembunuh yang menculik ibunya, dan telah menyengsarakan banyak kaum pemburu bayangan. Clary juga harus menerima kenyataan bahwa ia telah jatuh cinta kepada Jace Wayland yang ternyata adalah kakak kandungnya sendiri. Kisah cinta terlarang itu sungguh memilukan, membuat saya sendiri hampir tidak bisa melanjutkan kisah yang diungkapkan Cassandra Clare ini. Clary akhirnya tahu bahwa Luke tidak pernah mengkhianati dia dan ibunya. Luke adalah manusia serigala yang selama ini menemani Clary dan Jocelyn, dan membantu Jocelyn melindungi Clary dari dunia bayangan. Singkat cerita, di akhir petualangan buku pertama, Valentine berhasil membawa Jace dan piala mortal bersama. Namun, Clary dan Luke serta sekawanan serigala, berhasil melacak keberadaan Valentine. Dengan penuh kasih sayang, Clary berhasil menyadarkan Jace, bahwa Valentine, ayah mereka berdua, tidak lebih dari seorang pembunuh yang telah menyengsarakan semua orang. Walaupun terjadi pertumpahan darah antara prajurit Valentine dan kawanan serigala yang dipimpin oleh Luke, namun Clary berhasil membawa Jace dan ibunya kembali. Sayangnya, Jocelyn tidak pernah sadarkan diri, ia seperti tersihir masuk kedalam alam mimpi dan Clary harus menepis keinginannya untuk bersama Jace karena mereka adalah saudara kandung.

Kisah buku kedua ini kembali disuguhkan dengan sudut pandang orang ketiga, namun sebagai besar cerita dikisahkan dari sisi Clary sendiri. City of Ashes berawal ketika Valentine menyewa seorang warlock untuk memanggil iblis Agramon, iblis yang merepresentasikan ketakutan terdalam seseorang yang seketika itu juga membunuh sang warlock. Valentine mempunyai piala mortal yang membuatnya memegang kekuasaan terhadap setiap iblis yang mampu dipanggilnya.

Clary mulai menyesuaikan diri kembali dengan kehidupannya, ia berusaha untuk kembali hidup normal. Ia pindah tinggal bersama Luke, sedangkan ibunya masih terbaring koma di rumah sakit.

Jace mendapat kecaman hebat dari orang tua Alec dan Isabella yang selama ini membesarkannya. Mereka pun baru tahu bahwa Jace adalah putra Valentine. Kenyataan itu membuat Maryse Lightwood, ibunda Alec dan Isabella, mengusir Jace dari institut. Selama ini mereka berpikir telah membesarkan putra Michael Wayland, teman lama mereka yang terbunuh ketika melawan Valentine, namun mengetahui bahwa Jace adalah putra Valentine, menjadi pukulan berat bagi Maryse yang selama ini mencintai Jace seperti anaknya sendiri.

Inkuisitor adalah orang kepercayaan kunci yang berasal dari Idris. Ia datang ke Institut di New York untuk memeriksa orang-orang yang pernah terlibat dengan Valentine, dan Jace bukanlah pengecualian. Sang Inkuisitor menyerang Jace dengan tuduhan sebagai mata-mata Valentine dan menjebloskannya kedalam penjara di kota hening. Ketika berada di penjara bawah tanah kota hening, Jace mendengar teriakan-teriakan yang memekikan dari para “Saudara Hening”, tidak berselang lama untuk mengetahui Valentine-lah penyebab semua itu. Valentine datang ke kota hening untuk mencuri pedang jiwa, instrumen kedua dari mortal instrumen. Sementara Isabella yang cemas dengan keadaan Jace, meminta Clary dan Alec untuk bekerja sama membebaskan Jace. Mereka datang tepat pada waktunya saat Jace mulai sekarat di penjara itu. Sayangnya mereka tidak sempat merebut kembali pedang jiwa yang telah dicuri oleh Valentine. Dengan pedang jiwa, Valentine memiliki kekuasaan tak terbatas untuk memanggil semua iblis neraka dan menjadikan mereka pasukannya.

Ditengah semua kekesalan yang diciptakan oleh Valentine, suatu malam, Clary mendapati dirinya mencium Simon sahabatnya sendiri. Hubungan mereka perlahan-lahan meningkat dari sahabat menjadi teman kencan. Namun suatu hari, Ratu istana Seelie (dewi peri) memanggil Jace ke istananya. Jace pergi bersama Clary, Isabella, dan Simon. Di Istana itu, ratu menyihir Clary, ia tidak bisa meninggalkan istana kecuali ia mendapat sebuah ciuman yang sangat didambakannya. Kemarahan dan gelora membara di hati Jace, bagaimana mungkin ia harus mencium adiknya sendiri walaupun ia sangat ingin melakukannya. Namun tidak ada jalan keluar lain bagi Clary. Jace mencium Clary dengan lembut, namun perlahan-lahan menjadi gelora asrama yang membara diantara mereka sementara semua mata menatap mereka. Simon terbakar api cembur, hingga membawanya tanpa sadar ke dalam sarang vampir.

Peristiwa demi peristiwa semakin membingungkan di dalam kisah buku kedua ini. Apalagi ketika Clary mendapati Simon bersimbah darah oleh gigitan vampir. Akankah Simon berubah menjadi Vampir? Apakah Jace dan Clary bisa bersama? Bagaimana kekuataan yang dimunculkan oleh Valentine dengan pedang jiwa? Apakah Clary dan Jace mampu menghentikan kekacauan yang diciptakan oleh ayah mereka?

Awalnya saya pikir buku kedua ini akan menjadi membosankan, namun Cassandra Clare berhasil mengubah pendapat saya. Valentine berhasil bangkit dari kekalahannya di buku pertama dan mendapatkan jalan baru menuju kemenangannya. Namun, kejahatan Valentine justru membuka jalan bagi Clary dan Jace untuk memahami kekuatan terpendam di dalam mereka masing-masing. Saya tidak bisa berhenti membaca hingga halaman terakhir buku ini, bahkan sampai di halaman terakhir pun, saya tidak bisa berhenti untuk segera melanjutkan ke buku ketiga. Hey kamu Cassandra Clare...kamu berhasil membuat saya terpesona dengan imajinasimu.

-------------------------------------------------------
Judul : City of Ashes (The Mortal Instrumen #2)
Penulis : Cassandra Clare
Penerbit : Ufuk
Terbit : Juli 2010
Tebal : 512
ISBN : 978-602-8801-30-0 
--------------------------------------------------------

Monday, July 18, 2011

Review : City of Bones (The Mortal Instrumen #1)



Apa yang akan kau lakukan kalau melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain?

Sepertinya kisah fantasi lagi sangat marak dibicarakan, bahkan semakin banyak karya-karya fantasi yang mulai mengangkat kembali kisah vampir, manusia serigala, peri bahkan penyihir. Sebut saja Stephenie Meyer dengan serial Twilight-nya yang merupakan salah satu kisah fantasi yang belakangan ini sangat digemari, atau Vampir Academy-nya Richelle Mead. Nah selain kedua buku itu, ada lagi kisah fantasi mendebarkan yang menarik perhatian saya, serial The Mortal instrumen karya Cassandra Clare. Buku pertama dari serial ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2007 dan diberi judul City of Bones. Jika Twilight hanya bercerita tentang vampir dan manusia serigala, City of Bones memberikan suguhan yang lebih lengkap, didalamnya anda tidak hanya menemukan kisah vampir dan manusia serigala, tetapi juga peri, warlock dan pemburu bayangan.

Dalam kisah ini, dunia terbagi menjadi tiga keturunan, manusia fana, manusia berdarah malaikat (pemburu bayangan atau Nephilim), dan penghuni dunia bawah yang didalamnya terdapat vampir, manusia serigala, peri (setengah iblis dan setengah malaikat) dan warlock. Pemburu bayangan adalah kaum pejuang yang membunuh iblis. Para pemburu bayangan juga memiliki tugas untuk mengawasi para penghuni dunia bawah. Setiap hal yang dilakukan oleh pemburu bayangan diatur sesuai hukum-hukum yang diterapkan oleh sang Kunci atau pemegang kekuasaan tertinggi yang berada di Idris,  sebuah kota yang dianggap sebagai kampung halaman pemburu bayangan. Hanya orang-orang tertentu saja yang akan diijinkan untuk memasuki kota itu.

Kisah ini berawal dari seorang gadis yang berusia hampir 16 tahun bernama Clarissa “Clary” Fray. Clary tinggal bersama ibunya, sedangkan ayahnya telah meninggal dunia sebelum dia lahir, setidaknya itulah yang diketahui oleh Clary. Namun, Clary mendapatkan perhatian hampir seperti ayah sendiri dari sahabat ibunya, Luke Garroway. Clary punya seorang teman bernama Simon yang menjadi satu-satunya teman baginya. Clary mengira dirinya hanyalah seorang gadis biasa, anak dari seorang pelukis biasa, namun pemahamannya itu perlahan-lahan berubah ketika Jocelyn Fray, ibunya diculik dan Clary sendiri hampir mati oleh serangan iblis di rumahnya sendiri. Disaat-saat kekuatannya hampir hilang, Jace Wayland, seorang pemburu bayangan datang menolongnya. Jace berusia satu tahun diatas Clary, ia sombong dan luar biasa menyebalkan, namun itulah daya tarik Jace yang membuatnya terlihat sexy dan sangat menggemaskan. Jace menggunakan tudung pesona yang memungkinkan dirinya menjadi kasat mata bagi manusia fana, namun betapa terkejutnya dia ketika Clary yang dianggapnya gadis fana mampu melihatnya. Clary menjadi sebuah misteri untuknya. Perjumpaan Clary dan Jace, menjadi awal baru bagi Clary memasuki dunia bayangan. Jace membawa Clary yang hampir mati kerumahnya, sebuah institut yang dihuni oleh para pemburu bayangan yang berada di kota New York. Dan sejak saat itu kehidupan Clary tidak lagi biasa-biasa saja.

Bersama dengan Jace dan beberapa teman lainnya, Alec dan Isabella Lightwood, Clary memulai pencarian ibunya. Dalam pencarian itu, Clary mengetahui bahwa ibunya telah meminta seorang Warlock tingkat tinggi dari Brooklyn untuk membuat Clary melupakan beberapa ingatan dari masa kecilnya, ingatan yang memungkinkan Clary mengetahui hakekatnya sebagai keturunan pemburu bayangan. Berbekal arahan dari seorang saudara nephilim berkekuatan magis yang disebut “saudara hening” dari sebuah kota tulang, Clary mendapat informasi tentang Magnus Bane, penyihir yang telah menghapus ingatannya. Perlahan-lahan Clary mengumpulkan informasi yang menghubungkannya dengan semua kejadian yang tiba-tiba menimpannya itu, sampai akhirnya membawa Clary bertemu dengan Valentine Morgestern, seorang pemburu bayangan yang berkhianat dari Kunci, dan sejak lama berniat menghancurkan semua penghuni dunia bawah. Valentine menjadi musuh bebuyutan para pemburu bayangan, namun Valentine sendiri pun memiliki banyak pengikut. Clary dan Jace tidak bisa menduga siapa pemburu bayangan yang setia kepada Kunci dan siapa yang menjadi pengikut Valentine. Valentine menginginkan sebuah piala mortal, sebuah piala yang bisa digunakan untuk menciptakan pasukan pemburu bayangan, namun piala itu tersimpan rapi disebuah tempat yang hanya diketahui oleh Jocelyn. Clary dan teman-temannya harus menemukan piala mortal terlebih dahulu untuk bisa membebaskan Jocelyn. Pencarian piala mortal membawanya pada pertarungan bersama vampir, pertemuan dengan seorang penyihir yang mengetahui masa lalu ibunya, peristiwa yang mengubah sahabatnya Simon menjadi tikus, perasaan mendalamnya yang perlahan-lahan muncul untuk Jace, percakapan Luke dengan para pemburu bayangan pengikut Valentine yang membuat Clary memandang Luke dengan perasaan berbeda, serta masa lalu ibunya yang muncul perlahan-lahan dan membuatnya semakin tidak mengenal ibunya sendiri. Lalu siapakah Luke sebenarnya? Apa hubungan Jocelyn dan Valentine? Mengapa iblis ingin membunuh Clary? Rahasia apa yang tersimpan didalam ingatan Clary? Bagaimana kelanjutan hubungan Clary dan Jace?

Owww...membaca kisah ini, seperti dapat paket komplit yang sungguh menyenangkan. Tanpa bekal pengetahuan apa-apa, Clary memulai pencarian jati dirinya yang sebenarnya. Hal ini membuatnya mempertaruhkan banyak hal, termasuk persahabatannya dengan Simon. Namun, persahabatan itu menjadi salah satu hal yang paling saya sukai dari kisah ini. Diluar ketengangan kisah petualangan para pemburu bayangan itu sendiri, kisah cinta antara Jace dan Clary pun sanggat menggemaskan dan juga mencemaskan, seperti ungkapan salah satu penyihir kepada Jace :

kau akan jatuh cinta kepada orang yang salah [hal 149] 

Cassandra Clare sangat brilian dalam menjalin kisahnya. Petualangan demi petualangan yang dialami Clare, Jace dan teman-temannya terus mengungkap rahasia-rahasia yang sejak lama telah terkubur. Pengungkapan rahasia yang terus meletup-letup diiringi emosi para tokoh mampu menyeret emosi pembaca untuk terlibat didalam kisah ini. Cassandra Clare mendapatkan Ide cerita ini ketika temannya mengajaknya mengunjungi sebuah toko tatto. Ia melihat berbagai pola tatto dan mendapat ide untuk menciptakan sebuah masyarakat pemburu iblis yang memiliki pola-pola tatto rune sebagai tanda pengenal. Ia memadukan kisah tradisional (vampir, serigala, penyihir,dll) dengan sebuah imajinasi modernnya.

Menurut saya, penerbit Ufuk berhasil menyuguhkan hasil terjemahan yang sangat mudah dan ringan untuk dipahami. Walaupun ada beberapa typo dalam buku ini, namun apalah artinya sebuah kesalahan kecil ditengah semua luapan kepuasaan karena kisah yang sangat menarik ini. Saya sangat bisa menikmati buku ini. 


---------------------------------------------------------
Judul : City of Bones (The Mortal Instrumen #1)
Penulis : Cassandra Clare
Penerbit : Ufuk
Terbit : February 2010
Tebal : 664
ISBN : 978-602-8224-80-2 
---------------------------------------------------------

Friday, July 1, 2011

Review : Marked (House of Night #1)


Ternyata bukan penyihir saja yang punya sekolah khusus (masih ingat Harry Potter kan), vampir pun punya sekolah khusus. Perbedaannya, jika Hogwartz menampung anak-anak yang telah dilahirkan sebagai penyihir, House of Night menampung anak-anak yang baru saja ditandai oleh tracker untuk menjadi calon vampir.

Zoey Redbird berumur 16 tahun ketika ia merasakan keningnya meledak kesakitan dan garis biru gelap berbentuk bulan sabit muncul di tengah-tengah dahinya. Ia baru saja ditandai oleh sang tracker. Seketika itu hidup Zoey berubah. Semua orang di lingkungannya tahu ketika tanda seperti itu muncul di dahi seseorang, maka orang itu adalah calon vampir. Membayangkan vampir, tentu saja akan bersentuhan dengan aktivitas minum darah yang mengerikan. Gambaran tentang vampir itu sudah cukup membuat hidup Zoey lebih sengsara karena ia mulai dianggap sebagai orang aneh oleh sahabat dan keluarganya sendiri. Zoey merasa sedih dengan perubahan ini, namun di sisi lain, ia pun merasa senang karena bisa segera terlepas dari keluarganya yang sudah tidak akur lagi semenjak ayahnya meninggal dan ibunya menikah lagi. Sebelum menuju House of Night, Zoey memutuskan mengujungi neneknya, satu-satunya orang yang diyakininya akan menerimanya dalam kondisi apapun. Namun di tengah perjalanan untuk menemui sang nenek, Zoey jatuh dan dahinya terbentur dengan keras. Ia merasa seakan pingsan ketika jiwanya melayang-layang meninggalkan tubunya. Namun, ada sesuatu di sekitar tempat itu yang memanggil-manggil jiwanya. Zoey mengikuti suara yang memanggilnya dan membawanya bertemu dengan Dewi Nyx, seorang dewi yang selalu dipuja oleh para vampir dewasa. Sang Dewi bahkan dianggap sebagai sumber kekuatan dan kebijaksanaan bagi para vampir. 
Zoey Redbird si putri malam. Aku memberimu mataku dan telingaku di dunia saat ini, sebuah dunia tempat kebaikan dan kejahatan berperang untuk menemukan keseimbangan....percayalah pada dirimu sendiri dan kau akan menemukan jalan. Tapi ingat, kegelapan tidak selalu berarti kejahatan, sama halnya cahaya tidak selalu membawa kebaikan. [hal.52-53] 
Ketika sadar, Zoey telah berada di House of Night. Neneknya telah membawanya ketempat itu. Ia bertemu dengan seorang vampir dewasa, Neferet, yang kemudian menjadi mentornya. Neferet disebut sebagai pendeta tinggi. Ia memiliki kemampuan untuk menyembuhkan orang lain. Sejak saat itu Zoey Redbird memulai kehidupan barunya di House of Night. Ketika memulai aktivitasnya di House of Night, ia sadar semua orang menganggapnya berbeda. Setelah kesadarannya pulih, ia baru tahu bahwa tanda bulan sabitnya telah terbentuk dengan utuh dan bukan lagi seperti goresan. Normalnya, para calon vampir hanya memiliki tanda itu dalam bentuk goresan. Tanda itu akan menjadi utuh ketika mereka mulai berubah menjadi vampir dewasa. Hal inilah yang membuat Zoey berbeda, ia masih calon vampir, namun ia memiliki bentuk bulan sabit yang lebih indah dari semua temannya.

Seperti tipikal cerita di sekolah, selain gadis si pemeran utama, pasti ada gadis lain yang menganggap dirinya paling hebat dan cantik. Di House of Night dialah Aphrodite. Aphrodite memang sangat cantik, ia memiliki kesempurnaan seorang dewi, namun tingkah laku perempuan jalang. Sebagai orang yang dianggap calon pendeta tinggi, Aphrodite merasa terancam dengan kehadiran Zoey. Ia mulai melakukan berbagai aksi untuk membuat Zoey ketakutan, termasuk mengundang Zoey menghadiri pertemuan putri-putri malam dan memaksanya minum darah, sesuatu yang sangat dihindari oleh Zoey. Namun, alih-alih muntah dan mual, Zoey justru sangat menyukai darah, ia bahkan menjadi tergila-gila setiap kali ada darah segar. Menyadari kelainannya, Zoey menjadi semakin bimbang dan takut, namun sekali lagi ia teringat pada kata-kata sang dewi untuk percaya pada diri sendiri, lagi pula cepat atau lambat ia memang harus menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan minum darah. Zoey tidak ingin menentang Aphrodite, ia hanya ingin memiliki sebuah tempat yang bisa dianggapnya rumah dan teman-teman yang menerimanya dengan tulus. Bertemu dengan teman sekamarnya, Stevie Rae, membawa Zoey pada persahabatan menyenangkan bersama Damien, Erin, dan Shaunne.  Bersama keempat orang temannya, Zoey merasa House of Night menjadi jauh lebih baik ketimbang rumahnya sendiri. Apalagi ketika ia bertemu dengan seorang pria tampan di sekolah, Erik Night, yang juga terlihat menyukai dirinya.

Istilah don’t judge a book by it’s cover benar-benar cocok untuk kisah saya dan buku ini. Awal membaca buku ini, saya agak malas-malasan karena tampilan depan cover yang sangat tidak saya sukai. Alhasil membaca bagian depan saja membutuhkan waktu yang cukup lama, namun setelah membaca seperempat bagian dari buku, saya menjadi excited dan sulit menunda membaca. House of Night adalah kisah fantasi tentang seorang gadis polos yang tiba-tiba mengalami perubahan luar biasa dalam hidupnya karena mendapat tanda untuk menjadi calon vampir. Lucunya, sekolah vampir berlangsung di malam hari dan matahari terbit adalah tanda untuk mereka naik ketempat tidur dan beristirahat. Bagian yang paling saya sukai adalah peristiwa demi peristiwa yang terjadi di sekolah itu dan perlahan-lahan mengungkap keistimewaan Zoey yang bahkan membuat Zoey sendiri terkaget-kaget. Membaca buku ini, membuat saya mengingat pola-pola cerita Harry Potter. Walaupun tidak seistimewa imajinasi J.K Rowling, namun penulis House of Night (P.C Cast dan Kristin Cast) menyuguhkan cerita fantasi yang sungguh membuat saya penasaran dengan kelanjutan kisah calon vampir ini. Meskipun ini adalah buku pertama dari enam buku serial House of Night, namun buku ini memiliki puncak cerita yang cukup menarik. Semoga saja, disetiap buku, penulis terus memberikan kejutan-kejutan yang sama menariknya. Dan untuk setiap orang yang mengharapkan bagian romantis dari buku ini, jangan khawatir, kisah Zoey dan Erik sepertinya akan menarik untuk disimak. O iya..satu hal lagi, penulis juga cukup memberikan detail tentang pelajaran Zoey untuk menjadi vampir, tetapi tentu saja tidak untuk di coba oleh para pembaca dong.

NB : semoga elex media secepatnya menerbitkan kelanjutan buku ini

-----------------------------------------
Judul : Marked (House of Night #1)
Penulis : P.C Cast + Kristin Cast
Penerbit : Elex Media
Terbit : Mei 2011 
Tebal : 416
------------------------------------------

Thursday, June 30, 2011

Review : Prophecy of the Sisters


Ada yang pernah mendengar mitologi tentang Samael? Samael sering muncul dalam mitologi dari daerah palestina kuno atau banyak mitologi lainnya dengan nama yang berbeda-beda. Samael disebut sebagai malaikat kematian. Dalam mitologi yang diceritakan turun temurun, konon Samael disebut sebagai malaikat yang baik sekaligus jahat. Nama Samael berarti “Poison of God”. Dalam kisah ini, Samael adalah malaikat yang dirayu oleh seorang perempuan bernama Maari (salah satu dari dua saudari). Samael berjanji kepada Maari : Jika Maari bisa melahirkan seorang malaikat maka kepadanya akan diberikan semua pengetahuan yang terlarang. Malaikat-malaikat yang terlahir itu menikahi wanita-wanita manusia dan akhirnya diusir dan dipaksa mengembara ke delapan dunia lain sampai waktu kiamat tiba. Malaikat-malaikat itu dan Samael menjadi roh yang tersesat. Konon, satu-satunya cara untuk kembali ke dunia fisik adalah melalui dua saudari. Dua saudari ini – kembar, berperan sebagai garda dan gerbang. Gerbang adalah saudari yang akan menjadi pintu untuk kembalinya para roh tersesat sementara garda sebagai pelindung harusnya mencegah hal itu dan menolong saudarinya. Konon, para roh tersesat juga harus menunggu panggilan dari sang malaikat pembawa kunci untuk bisa kembali ke dunia fisik melalui sang gerbang. Dan ketika para roh tersesat berhasil masuk ke dunia fisik lewat sang gerbang, maka murka Tuhan akan terjadi atau biasanya kita sebut kiamat.

Lia dan Alice Milthorpe adalah saudari kembar yang baru saja ditinggalkan oleh sang ayah. Tak lama berselang setelah kematian ayah mereka, berbagai perubahan mulai terjadi dalam hidup mereka. Sikap Alice semakin berubah, ia menjadi lebih dingin dan terkadang menakutkan. Sementara sebuah lingkaran hitam muncul di pergelangan tangan Lia. Lingkaran itu semakin lama semakin tampak jelas hingga membentuk seekor ular yang melingkar memakan ekornya sendiri. Jorgumand

Jorgumand
 
Melalui seorang pria yang dulunya bekerja dengan ayahnya dan yang juga disukainya, Lia menemukan sebuah buku tua tentang ramalam garda dan gerbang. Lia juga bertemu dengan dua orang yang juga memiliki tanda di pergelangan tangan yang mirip : Luisa, teman sekolahnya dan seorang cenayang bernama Sonia. Bersama Luisa dan Sonia mereka berusaha memahami arti ramalan itu dan menyimpulkan bahwa Lia adalah sang garda karena ia memiliki semua kebaikan untuk menjadi seorang pelindung. Lia memang memiliki karakter yang lembut dan peduli. Namun, suatu hari bibinya menceritakan kepadanya, bahwa dari dua orang saudari, sang kakaklah yang akan berperan sebagai gerbang. Betapa terkejutnya Lia karena mendapati dirinya mengemban tugas yang tidak diinginkannya, apalagi ia tahu bahwa Alice tidak ingin menjadi garda, namun lebih memilih membantu para roh tersesat kembali ke dunia fisik. Keterkejutannya bertambah ketika ia tahu bahwa dia juga adalah malaikat pembawa kunci. Nah...tugas sang gerbang dan malaikat pembawa kunci menyatu dalam diri Lia. Berbagai kecemasan dan hal-hal baru mulai dipertanyakannya. Bagaimana jika ia tidak bisa mengendalikan diri dan justru membuka pintu bagi Samael? Bagaimana jika Alice terus mendesaknya untuk memanggil Samael? Bagaimana ia harus menjalankan perannya? Apa yang harus ia lakukan agar dunia tetap aman dan murka Tuhan tidak terjadi?

Bersama dengan Luisa dan Sonia, Lia mengungkap arti ramalan itu perlahan-lahan. Bahkan seorang manusia yang dianggap jahat pun punya pilihan untuk tidak bersikap jahat. Itulah yang dilakukan oleh Lia dan dengan bantuan teman-temannya, ia berusaha menemukan cara untuk berbuat yang terbaik. Kisah imajinasi Michelle Zink ini mengalir dengan sangat cepat. Novel ini bernuansa agak gelap dan terkesan menakutkan. Ketika membaca, saya berusaha untuk menyesuaikan dengan suasana yang muncul dan berhubung saya tidak suka dengan cerita horor (walau novel ini bukan tentang cerita hantu) maka saya berusaha agar cepat menyelesaikannya. Seorang teman menyarankan untuk membaca kisah ini di siang hari, namun karena penasaran saya terus membaca sampai larut malam dan alhasil saya ketakutan di bagian-bagian tertentu. Namun saya tentu saja masih sangat penasaran dengan kelanjutan kisah ini.

Cover pilihan matahati ini tidak sesuram cover aslinya. Jika melihat isinya, saya justru lebih suka dengan cover asli karena cocok dengan isi ceritanya. Sepertinya hanya itu saja yang bisa saya bagikan mengenai buku ini. Yang pasti untuk para pecinta fiksi fantasi, ini adalah buku wajib baca karena anda akan benar-benar berfantasi. Bagian yang paling saya sukai adalah fantasi mengembara ke dunia roh. Sepertinya cukup menantang untuk dicoba andaikan bisa...hehehehe. 

-------------------------------------------------
Judul : Prophecy of the sisters
Penulis : Michelle Zink
Penerbit : Matahati
Terbit : Maret 2011
Tebal : 359 hal 
--------------------------- ----------------------