Title: Skipping Christmas
Author: John Grisham
Publisher: Doubleday
Published: November 2001
Pages: 177p
ISBN: 0-385-50583-3
Bought at Brash Basah ($2.9)
John Grisham
adalah salah satu penulis yang banyak menelurkan buku-buku fiksi berlatar
politik hukum yang begitu banyak digemari. Sejak lama aku ingin berkenalan dengan
buku-buku beliau, tetapi justru aku memulainya dengan sebuah buku yang tanpa
embel-embel hukum sama sekali. Sebuah buku yang menurutku memiliki ide cerita
aneh, unik tetapi touchy. Skipping Christmas adalah kisah menarik
yang dibeberapa bagian menjengkelkan, lucu tetapi juga menyentuh.
Sejak awal,
pembaca langsung diperkenalkan pada titik mula konflik. Luther dan Nora Krank
melepas anak perempuan mereka, Blair, untuk menjalani 1 tahun di pedalaman Peru
menolong masyarakat primitif disana. Dua puluh tiga tahun lamanya Blair selalu
melewatkan Natal bersama-sama kedua orang tuanya, dan inilah pertama kalinya
Luther dan Nora harus melewatkan Natal hanya berdua. Kepergian Blair pun
menjadi titik hilangnya semangat mereka merayakan Natal. Luther bahkan berhasil
menghitung kembali seluruh pengeluaran Natal tahun sebelumnya, dan mengutuk hal
itu karena mendapati angka yang sangat besar yang menurutnya dihabiskan dengan
percuma. Lalu munculah ide Skipping
Christmas, toh Blair pun tak ada disamping mereka. Daripada mengeluarkan
uang untuk Christmas, Luther mengajak
Nora berlibur dengan kapal pesiar menuju Caribbean dan pantai-pantai lain
selama 10 hari. Skipping Christmas
berarti menolak semua hal yang biasanya menjadi kebiasaan mereka merayakan
Natal, mulai dengan menolak tawaran untuk mengirim kartu Natal, tidak memasang
pohon Natal, tidak menaikkan Frosty di atas rumah mereka, memberitahu
teman-teman mereka bahwa tidak ada pesta Natal di rumah mereka, bahkan menolak ide
charity for Christmas. Setiap hari
mereka sibuk mengkhawatirkan Blair sambil menghindari seluruh tetangga yang
menanggapi ide Skipping Christmas
dengan mencibir. Hampir semua orang yang mendengar ide Skipping Christmas menghakimi mereka egois, ada yang menganggap
mereka berbuat dosa, bahkan sampai memanggil reporter untuk mewawancarai
mereka. Sikap semua orang ini membuat Luther dan Nora sedikit ketakutan, mereka
seakan terkurung di dalam rumah mereka sendiri, kuatir jika keluar dan harus
berhadapan dengan tetangga mereka atau lebih buruk lagi reporter.