Showing posts with label Mitch Albom. Show all posts
Showing posts with label Mitch Albom. Show all posts

Tuesday, December 15, 2015

[Review] The Magic String of Frankie Presto by Mitch Albom

Title: The Magic String of Frankie Presto
Author: Mitch Albom
Publisher: Harper Collins
Published: November 10, 2015
Pages: 512p
ISBN: 9780062294418
Bought at periplus.com

“Everyone joins a band in this life. You are born into your first one. Your mother plays the lead. She shares the stage with your father and siblings or perhaps your father is absent, an empty stool under a spotlight. But he is still a founding member, and if he surfaces one day, you will have to make a room for him. As life goes on, you will join other bands, some through friendship, some through romance, some through neighbourhoods, school and army. Maybe you will all dress the same, or laugh at your own private vocabulary. Maybe you will flop on couches backstage, or share a boardroom table, or crowd around a gallery inside a ship. But in each band you join, you will play a distinct part, and it will affect you as much as you affect it– p19

Musik menceritakan kisah ini. Musik memberikan dirinya kepada Frankie Presto dan melihat perkembangan dirinya lewat hidup Frankie Presto. Albom tidak pernah jauh-jauh dari kematian, seperti bukunya yang lain, Albom pun berangkat dari kematian. Frankie Presto meninggal diawal buku, lalu Albom, lewat kata-kata Musik membawa pembaca menyimak perjalanan hidup Frankie Presto, sejak ia dilahirkan sampai ia mencapai usia tua, maju dan mundur, pembaca perlu mengikuti plot yang dibangun oleh Albom. Fransisco Tarrega dan karyanya Lagrima menjadi perkenalan pertama Frankie Presto dengan musik meskipun ia belum bisa mengingat setiap melodinya. Carmencita humming Lagrima disela-sela napas terakhirnya ketika melahirkan Frankie Presto didalam tekanan Gereja yang sedang dibakar dan disaksikan oleh seorang suster yang kemudian ia percayai untuk menjaga anaknya.

Thursday, March 20, 2014

[Review] The First Phone Call from Heaven by Mitch Albom

Title: The First Phone Call from Heaven
Author: Mitch Albom
Publisher: Sphere
Published: June 2013
Pages: 312p
ISBN: 978-1-84744-226-0
Bought at Asia Books (525 Baht)

Does heaven really exist? Some people keep asking some question like that. Why they so curious about something like that? Exist or not, does it really matters? Maybe people desperately want to believe something, something beyond us.

If you believe it, you don’t need prove” – page 280

This book begins with so many stories about different people lived in Coldwater, Michigan. It is a small city, so everybody knows each other. There is a military-pilot named Sully Harding who hadn’t expected the assignment to fly an airplane, so he got an alcohol a night before. The rule is you shouldn’t have an alcohol 12 hours before your duty. At the time he was about to land, he received incorrect instruction from ground control resulting a collision. Too bad, he’s wife that rushed to see what happened to him has a car crash of her own, hit by the ground control officer that on the way to escape from his mistake. Sully’s wife got totally injured, Sully pled guilty and sentence to prison because his blood report contained an alcohol and there is no flight recording that can prove his innocent. He’s wife died when he was in prison. After 10 months imprisoned, Sully changed into heartbroken, skeptical, atheist, and hopeless man, he tortures himself everyday with the same sentence “he wasn’t there” when his wife passed away.

Monday, December 31, 2012

[Review] The Time Keeper


Burung-burung tidak terlambat. Anjing tidak perlu melihat jam tangan.
Rusa tidak ribut-ribut tentang hari-hari ulang tahun yang telah lewat.
Hanya manusia yang mengukur waktu.
Hanya manusia yang menghitung jam.
Itu sebabnya hanya manusia yang mengalami ketakutan terhebat yang tidak dirasakan mahluk-mahluk lainnya….Takut kehabisan waktu. (hal 16)

Dor adalah manusia pertama di dunia yang mulai menghitung waktu. Ketika dia mulai menghitung, dia mendapat pengetahuan luar biasa, namun kehilangan setiap momen berharga. Dia memperhatikan waktu, dan melupakan segala sesuatu yang diberikan kepadanya pada waktu itu. Ketika istrinya hampir meninggal, dia menjadi marah terhadap waktu. Dia ingin memiliki kuasa atas waktu sehingga bisa mengendalikan dunia dan menahan kepergian istrinya. Namun dipuncak kemarahannya, ia justru dibawa oleh kekuatan tak terduga ke sebuah gua yang dipenuhi suara-suara permohonan setiap orang yang meminta diberikan lebih banyak waktu. Ia tinggal di gua itu berabad-abad lamanya, sampai suatu saat ia diminta kembali ke bumi, mencari dua orang dan mengajari mereka apa yang telah dipelajarinya. Pria tua yang menempatkannya di dalam gua hanya berpesan,

“ada alasannya mengapa Tuhan membatasi hari-hari manusia…tuntaskan perjalananmu dan kau akan mengerti” (hal 117)

Victor Delamonte adalah seorang yang sangat kaya, namun dokter telah memberikan vonis bahwa waktunya tidak banyak, ia menderita kanker. Karena terbiasa memperoleh apapun yang diusahakannya, ia pun ingin mengusahakan kesembuhannya, ia ingin mengalahkan kematian dan hidup lebih lama. Ia menghabiskan waktu-waktu terakhirnya dengan terus bekerja dan mencari jalan keluar atas masalah kematiannya. Ia mengabaikan istrinya dan terus melakukannya bahkan disaat-saat terakhir hidupnya. Sarah Lemon, siswi SMU yang malu dengan kecerdasannya, terus merasa bosan dengan kehidupannya, terlebih setelah ia mendapat penolakan dari laki-laki yang ditaksirnya. Ia memperlakukan ibunya seperti musuh dan ia berencana menyakiti dirinya sendiri agar laki-laki yang menolaknya merasa menyesal. Dua orang asing ini harus belajar memahami waktu.

Membaca buku ini, mengingatkan saya pada Ebenezer Scrooge. Namun dengan cara yang berbeda, Mitch Albom mengajarkan saya hal yang sama dengan pesan Dickens lewat kisah Scrooge. Mitch Albom telah membuat saya jatuh cinta dengan semua karyanya sejak saya membaca Tuesday with Morrie. Ini adalah karya Mitch Albom kelima yang telah saya baca. Apa kesamaan dari kelima buku itu? Semuanya bersinggungan dengan KEMATIAN. Tampaknya, Mitch Albom benar-benar meresapi pesan yang disampaikan oleh Profesor Morrie Schwartz, bahwa “When you learn how to die, you learn how to live”. Rasanya sejak pesan itu, ia terus membahas tentang hal yang satu itu dengan berbagai macam cara untuk membuat setiap pembacanya belajar cara hidup. The Time Keeper mengajak pembaca untuk memikirkan kembali hal apa yang paling berharga dalam hidupmu. Apakah itu pekerjaanmu? Keluargamu? Anak-anak? Ataukah uang? Temukan hal itu dan nikmati waktumu bersama hal itu. Lima bintang untuk Mitch Albom.

Beberapa waktu yang lalu, saya ikut serta merayakan ulang tahun presiden direktur di tempat saya bekerja, Bpk Teddy Rachmat. Di acara itu, kami meminta beliau untuk memberikan pesan kepada kami semua, dan beliau berkata: time is running so fast, don’t waste your time and follow your dreams/heart. Ada alasannya mengapa Tuhan membatasi hari-hari manusia, bacalah dan anda akan memahaminya.

------------------------------------------------
Judul: The Time Keeper (Sang Penjaga Waktu)
Penulis: Mitch Albom
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Oktober 2012
Tebal: 312 hal
ISBN: 978-979-22-8977-0
-------------------------------------------------

Friday, May 6, 2011

Review : For One More Day (Satu Hari Bersamamu)


"The most important thing a father can do for his children is to love their mother - Unknown"

Saya suka sekali dengan quote diatas, entahlah siapa yang menciptakan itu. Ketika seorang suami tidak lagi mencintai ibu dari anak-anaknya, maka anak-anaklah yang akan merasakan semua dampaknya. Apa jadinya ketika seorang anak diperhadapkan pada pilihan “Kau bisa jadi anak mama atau anak papa. Tapi tidak keduanya”. Hal itulah yang sejak awal dirasakan oleh Charles “Chick” Benetto”. Ayahnya berkata padanya “anak mama atau anak papa, Chick?Apa pilihanmu?” [hal 234]. Dibanding anak perempuan, anak laki-laki lebih senang meniru ayahnya.  Suatu penelitian mengungkapkan bahwa para ayah perlu berinteraksi dengan anak sedikitnya 2 jam sehari dan 6 ½ jam di akhir minggu. Namun kebutuhan anak laki-laki untuk berinteraksi dengan ayah, dua kali melebihi kebutuhan anak perempuan. Dan seperti bisa ditebak, hari disaat pertanyaan itu muncul, Chick pun memilih menjadi anak papa.

Bisbol adalah hal pertama yang kemudian disukai Chick dengan alasan karena ayahnya pun menyukai bisbol. Chick benar-benar menjadi anak papa. Dia mulai bernaung dibawah rencana-rencana ayahnya. Tepatnya rencana untuk menjadi seorang pemain bisbol professional. Sementara sang ibu memiliki harapan yang berbeda. Ia mengharapkan Chick memperhatikan pendidikannya, buku, sekolah dan kemudian semua pintu akan terbuka. Menurut sang ibu, bisbol  hanya sebentuk udara segar untuk Chick. Namun seperti pilihan awal Chick, dalam hal ini pun dia mengecewakan ibunya, bahkan dia meninggalkan bangku universitas untuk bergabung didalam sebuah klub, tentu saja dengan hasutan sang ayah yang bahkan telah meninggalkan mereka. Menurut Chick, masalah universitas bisa ditunda, suatu hari pun dia bisa kembali lagi berkuliah. 
Kembali menjalani yang pernah kau tinggalkan itu lebih sulit daripada yang kau kira” [hal 163]

Bisbol pun pada akhirnya menjadi satu-satunya hal yang membuatnya dapat berkomunikasi dengan sang ayah. Tidak ada bisbol, maka ayahnya akan menghilang dari kehidupannya. Suatu hari, Chick meninggalkan acara ulang tahun ibunya dengan berbohong untuk kembali bermain bisbol. Itulah hari terakhirnya bertemu dengan sang ibu. Ibunya meninggal keesokan harinya dan hari itu menjadi titik balik kehidupan Chick. Ia tenggelam. Ia kehilangan kendali hidupnya. Ia bahkan kehilangan keluarganya.
“…setiap kali kau memandang Ibumu, kau sedang menatap kasih sayang paling murni yang pernah kau kenal” [hal 218]
Ketika kau memiliki seorang ibu, maka kau akan selalu tahu bahwa ada seseorang yang akan selalu mendukungmu. Itulah hakekat seorang ibu. Seperti yang dikatakan oleh Joseph Stefano: “A boy's best friend is his mother”. Mungkin hal itulah yang disadari oleh Chick ketika kehilangan sang ibu, dan ditengah perasaan bersalahnya Ibunya kembali kepadanya, mereka punya waktu satu hari bersama.

Seperti cara penulisan Mitch Albom pada ketiga buku yang telah saya baca sebelum buku ini, setiap bagian tertata dengan baik. Meskipun menggunakan alur campuran, namun sangat mudah untuk dipahami. Bahkan didalam buku ini juga disertakan surat-surat dari sang Ibu untuk Chick. Setiap bagiannya memiliki keterkaitan yang dirangkai dengan sempurna. 


Ketika membaca ini, saya bisa melihat seorang ibu yang terdiam ketika seorang anak berkata “kau merusak hidupku”. Yah..betapa menyakitkan kata-kata itu ketika keluar dari mulut seorang anak dan ditujukan kepada ibunya sendiri. Saya sedih.

Untuk setiap anak, anda perlu membaca buku ini untuk lebih menghargai kehadiran seorang ibu dan membantu anda memahami bahwa segala sesuatu yang dilakukannya untukmu cuma punya satu tujuan, agar kau bahagia. Untuk seorang suami, anda perlu membaca buku ini untuk mengetahui bahwa anda punya potensi yang sangat besar untuk menghilangkan keseimbangan hidup sebuah keluarga dan merenggut masa depan seorang anak. Untuk seorang ibu, anda perlu membaca buku ini untuk mengetahui bahwa apapun yang terjadi, anda harus tetap kuat karena anak-anak sangat membutuhkan dukungan anda.

----------------------------------------------------------
Judul      : For One More Day (Satu Hari Bersamamu)
Penulis    : Mitch Albom
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit     : April 2008 (Cetakan II)
Tebal      : 248 hal
-----------------------------------------------------------

Wednesday, April 6, 2011

Review : The Five People You Meet In Heaven (Meniti Bianglala)


Kisah ini dibuka dengan mengikuti perjalanan Edward atau Eddie didetik-detik kematiannya. Ia berusia 83 tahun dan hampir seluruh hidupnya ia lewati dengan bekerja sebagai tenaga pemeliharaan wahana-wahana yang terdapat disebuah pusat taman hiburan, Ruby Pier. Ia mengalami kecelakaan di tempat itu. Ia meninggal ketika ingin menolong seorang gadis yang hampir tertimpah sebuah wahana yang nyaris jatuh.

Beberapa saat setelah kecelakaan itu, Eddie sadarkan diri. Ia masih berada di Ruby Pier. Tidak ada rasa sakit. Tidak ada kecemasan. Tidak ada kesakitan akibat kakinya yang sudah pincang. Yang Eddie rasakan hanyalah Tenang. Ia merasa tenang. Ia melihat sekitarnya dan disana tidak ada tawa anak-anak, tidak ada keributan histeris orang-orang yang sedang menikmati sebuah wahana. Semuanya tenang.

Eddie sedang mencerna apa yang sedang dihadapinya, ketika sebuah suara mengagetkannya dan memberitahukannya mengenai alam baka dan bahwa Ia akan menemui lima orang dari alam baka. Si orang pertama menyampaikan maksud dan tujuannya menemui Eddie dan berkata bahwa Eddie harus mempelajari sesuatu. Namun, ketika Eddie bertanya mengenai gadis kecil yang ia coba selamatkan, si orang pertama tidak bisa menjawabnya.

Sebelum membaca kisah ini, saya telah membaca dua buku Mitch Albom lainnya, Tuesdays With Morrie dan Have A Little Faith. Berbeda dengan kedua buku itu, The Five People You Meet in Heaven, mengajarkan pelajaran hidup kepada seseorang ketika seseorang itu sudah berada di alam baka.

Yang menarik dari buku ini adalah ide yang dituliskan oleh Mitch Albom mengenai gambaran surga atau alam baka. Ia menyampaikan ide surga sebagai tempat yang justru tidak asing. Ia menulis dengan pola alur campuran yang mudah untuk dipahami. Saya sendiri bisa mengikuti alur maju mundur yang digambarkan oleh Mitch Albom dengan baik.

Selain itu, tentu saja hal menarik lainnya yang bisa dijumpai dibuku ini adalah setiap esensi pelajaran yang disampaikan oleh lima orang yang ditemui Eddie di alam baka. Mitch Albom ingin menyampaikan, bahwa kehidupan setiap manusia saling berhubungan, seperti pernyataan yang sering sekali terdengar bahwa “manusia adalah mahluk sosial”. Dalam hubungannya dengan predikat mahluk sosial, maka setiap orang saling terhubung. Sehingga tindakan seseorang akan sangat mempengaruhi orang lainnya.

Lagi-lagi Mitch berbicara mengenai cinta yang tak pernah padam, penerimaan diri, pengorbanan dan pelajaran hidup lainnya.

Dan sampai terakhir saya masih bertanya : Mengapa judul terjemahannya Meniti Bianglala?

-------------------------------------------------------------
Judul   : The Five People You Meet In Heaven (Meniti Bianglala)
Penulis : Mitch Albom
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit  : Oktober 2005
Tebal   : 208 hal
-------------------------------------------------------------

Friday, April 1, 2011

Review : Have a little faith


Have a little faith dimulai dengan permintaan seorang rabi, Albert Lewis yang telah berusia 82 tahun yang berasal dari kota kelahiran Mitch Albom untuk menyampaikan eulogynya. Mitch merasa tidak pantas untuk menyampaikan euology seseorang yang biasanya menyampaikan eulogy untuk orang lain. Sementara itu selama hidupnya dia hanya mengenal Albert Lewis sebagai seorang rabi, karena itulah dia memutuskan untuk mulai mengenalnya sebagai seorang “manusia biasa”. Percakapan diantara mereka mulai berlangsung, Mitch semakin sering mengunjungi Jersey tempat tinggalnya dahulu. Sementara itu, dia juga mulai terlibat dengan Pastor Henry Convington dari Detroit, seseorang yang berhasil pulih dari ketergantungannya terhadap narkoba.

Setelah Tuesday with Morrie, Mitch Albom kembali dengan karya non fiksi lainnya dengan judul have a little faith. Buku ini bukan bercerita tentang yahudi atau Kristen. Namun dari keduanya, dari kehidupan afro-american dan kulit putih, Mitch mengamati bagaimana manusia mencapai imannya, bagaimana mereka kehilangannya dan kemudian memperolehnya kembali.

Bagian yang paling saya sukai dari buku ini ada dihalaman 109, disaat Mitch dan Sang Rabi berdiskusi mengenai resep kebahagiaan.

Jadi, sudahkah kita menyimpulkan rahasia kebahagiaan?
“Menurutku begitu,” katanya.
Apakah Anda akan memberitahu saya?
“Ya. Siap?”
Siap.
“Merasa cukup.”
Itu saja?
“Penuh rasa syukur.”
Itu saja?
“Atas apa yang kita miliki. Atas cinta yang kita terima. Dan, atas segala yang telah Tuhan berikan kepada kita.”
Hanya itu?
Ia menatap mataku. Lalu menghela napas panjang.
“Hanya itu.”


Manusia tidak pernah puas dan ketika manusia mampu merasa cukup, maka manusia akan mampu bersyukur dan ia akan mulai merasa bahagia.
HANYA ITU….sangat sederhana.


-------------------------------
Judul     : Have a little faith
Pengarang : Mitch Albom
Penerbit  : Gramedia Pustaka Utama
Terbit    : November 2009
Tebal     : 271 hal
-------------------------------


Sunday, March 20, 2011

Review : TUESDAYS with MORRIE

"Begitu kita ingin tahu bagaimana kita akan mati, berarti kita sedang belajar tentang bagaimana kita harus hidup"

Kutipan diatas adalah ungkapan Profesor Morrie Schwartz, seorang mahaguru yang menutup matanya dengan tetap memberikan kontribusi yang luar biasa untuk setiap orang yang menyebutnya guru. Kontribusi terakhir ini disebutnya thesis terakhir.

Mitch Albom menyuguhkan sebuah pelajaran baru yang pernah diterimanya lewat seseorang yang disebutnya Couch. Morrie Schwartz adalah seorang profesor dari Brandeis University dikota Waltham, Massachusetts. Seseorang yang selalu mendambakan dunia sebagai sebuah tempat yang lebih baik, dia cinta damai dan dia mampu menciptakan budayanya sendiri di tengah budaya-budaya amerika yang menurutnya tidak sesuai dengan nuraninya.

Suatu hari, pada usia tuanya, dia divonis menderita amyotrophic lateral sclerosis (ASL), sebuah penyakit ganas, tak kenal ampun, yang menyerang sistem saraf. Ketika dia berjalan keluar dari rumah sakit bersama istrinya, Charlotte , dia melihat sekitarnya dan berpikir "Kenapa dunia tak ikut berhenti? Tak tahukah mereka guncangan yang baru saja kualami?". Dia beripikir apa yang harus diperbuatnya dan pada akhirnya dia menciptakan jawabannya dan menuntaskannya sebelum kematian menjemputnya. Ia ingin membuktikan bahwa kata "sekarat" tidak sinonim dengan "tidak berguna".

Morrie mengajarkan Mitch tentang Dunia. Tentang mengasihani diri sendiri. Penyesalan diri. Kematian. Keluarga. Emosi. Takut menjadi tua. Uang. Cinta yang tak padam. Perkawinan. Budaya. Maaf. Hari yang paling baik. Mitch terbang dari Detroit ke Massachusetts setiap selasa untuk menjenguk profesornya, mereka berdiskusi, walau terkadang Mitch harus menunggu beberapa lama karena Morrie sedang dalam kondisi yang semakin memburuk. Secara pribadi, ketika membaca, saya merasa sedang berdiskusi langsung dengan sang profesor karena penyampaian dalam tulisan yang begitu sederhana. Ini adalah thesis terakhir sang profesor.

Ketika ditanyakan oleh pembawa acara "Nightline" Ted Koppel mengenai hal apa yang ingin disampaikan Morrie kepada seluruh dunia, ia berkata : "Bangun semangat kasih. Dan bertanggung jawablah satu sama lain. Andaikata kita dapat menguasai pelajaran ini, yakinlah bahwa dunia akan menjadi tempat yang lebih baik" , ungkap Morrie.

Pernahkah Anda mempunyai seorang guru yang sejati?Orang yang melihat Anda sebagai batu berharga yang belum diolah, sebuah berlian yang kearifannya dapat digosok sampai berkilauan?Apabila Anda cukup beruntung dapat menemukan jalan menuju guru semacam itu, Anda akan selalu tahu jalan pulang.



--------------------------------------------------------
Judul    : Tuesdays with Morrie (Selasa bersama Morrie)
Penulis  : Mitch Albom
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit   : Oktober 2009
Tebal    : 209 hal
--------------------------------------------------------