Showing posts with label inspirational. Show all posts
Showing posts with label inspirational. Show all posts

Friday, August 8, 2014

[Review] Nights of Rain and Stars by Maeve Binchy

Title: Nights of Rain and Stars
Author: Maeve Binchy
Publisher: Orion Books
Published: 2005
ISBN: 9780752865362
Bought at TBD ($6.93)

Synopsis : Fiona is trying to make her family understand her need to follow her own path. Thomas desperately misses his son and fears that his ex-wife will come between them. Elsa abandoned her career, but someone from her past refuses to let her go. And shy, quiet David is determined to make a stand against his overbearing father. Nights of Rain and Stars is the story of one summer and four people, each with a life in turmoil. With the help of Vonni, an Irish woman who lives in the village, they find solutions – though not necessarily the ones they anticipated

Nights of Rain and Stars bukanlah tipe buku yang bisa membawa pembaca seperti menaiki roller coster, tidak ada plot yang meletup-letup atau kisah romantis yang membuat penyuka romance terbuai. Buku ini berjalan dengan tempo agak lambat karena mengambil latar tempat yang punya ritme hidup cukup lambat. Maeve Binchy menceritakan kisah orang-orang yang break sejenak dari rutinitas, menepi sebentar dari kehidupan orang-orang yang dicintainya dengan alasan ingin memberi mereka ruang, orang-orang yang terkadang dibutakan oleh cinta. Orang-orang ini meninggalkan sesuatu dibelakang mereka dan menepi ke Aghia Anna, sebuah desa kecil di Yunani. Di sebuah restoran kecil di atas bukit, dimana pemandangan laut Yunani bisa dinikmati sambil menyantap makanan ala Yunani, empat orang turis duduk bersama dan mulai saling mengenal. Sebuah peristiwa menyedihkan mengumpulkan mereka disana dan mendorong mereka saling berbagi beban hidup. Mereka datang dari belahan dunia yang berbeda, tetapi memiliki sebuah kesamaan. Ada sesuatu yang menghalangi pandangan mereka dalam menentukan langkah kedepan sehingga mereka tidak bisa membuat keputusan. Sayangnya, orang lain disekitar mereka justru dapat melihat masalah mereka dengan lebih jelas ketimbang diri mereka sendiri. Maeve Binchy menggunakan sudut pandang orang ketiga, sehingga pembaca bisa mengetahui pikiran dan perasaan setiap tokoh secara detail.

Thursday, March 20, 2014

[Review] The First Phone Call from Heaven by Mitch Albom

Title: The First Phone Call from Heaven
Author: Mitch Albom
Publisher: Sphere
Published: June 2013
Pages: 312p
ISBN: 978-1-84744-226-0
Bought at Asia Books (525 Baht)

Does heaven really exist? Some people keep asking some question like that. Why they so curious about something like that? Exist or not, does it really matters? Maybe people desperately want to believe something, something beyond us.

If you believe it, you don’t need prove” – page 280

This book begins with so many stories about different people lived in Coldwater, Michigan. It is a small city, so everybody knows each other. There is a military-pilot named Sully Harding who hadn’t expected the assignment to fly an airplane, so he got an alcohol a night before. The rule is you shouldn’t have an alcohol 12 hours before your duty. At the time he was about to land, he received incorrect instruction from ground control resulting a collision. Too bad, he’s wife that rushed to see what happened to him has a car crash of her own, hit by the ground control officer that on the way to escape from his mistake. Sully’s wife got totally injured, Sully pled guilty and sentence to prison because his blood report contained an alcohol and there is no flight recording that can prove his innocent. He’s wife died when he was in prison. After 10 months imprisoned, Sully changed into heartbroken, skeptical, atheist, and hopeless man, he tortures himself everyday with the same sentence “he wasn’t there” when his wife passed away.

Thursday, October 31, 2013

[Review] Wonder by R.J. Palacio


Title: Wonder
Author: R.J. Palacio
Publisher: Atria
Published: September 2012
Pages: 430p
ISBN: 978-979-024-508-2


“Maukah kita membuat sebuah aturan baru dalam hidup...selalu berusaha untuk lebih berbaik hati dari yang seharusnya?” – hal 408


Ada yang pernah mengajarkan padaku tentang hubungan manusia, tentang salah satu kebutuhan dasar manusia supaya bisa bertumbuh adalah dengan membangun hubungan dengan orang lain. Dari hubungan tersebut munculah gesekan yang dapat menghasilkan panas dan menempa karakter seseorang, menjadi lebih kuat atau menyerah dengan keadaan. Itu adalah pilihan. Kondisi di sekitar tidak bisa kita atur, tetapi respon terhadap keadaan tersebut sepenuhnya dalam kontrol kita. August Pullman dilahirkan dengan kelainan genetika yang menyebabkan bentuk wajahnya berbeda dengan manusia pada umumnya. Keadaan ini, membuat anak-anak nakal terkadang tega menyebutnya Gollum, Alien atau Orc.
“Namaku August. Aku tidak akan menggambarkan seperti apa tampangku. Apapun yang kau bayangkan, mungkin keadaannya lebih buruk” – August Pullman.


Perasaan selalu diamati, ditatap dua kali oleh setiap orang yang bertemu pandang dengannya membuat August terkadang ketakutan dan sedih. Ia pun berusaha melatih dirinya untuk mengabaikan setiap tatapan ngeri yang diterimanya, hingga akhirnya ia menjadi terbiasa. Orang-orang di lingkungannya telah mengenalnya dan hal ini membuatnya mulai terbiasa, namun orang tuanya selalu memperlakukan dia seperti anak kecil bahkan setelah ia berusia 10 tahun. Isabel, ibunya selalu kuatir dengan perasaan August dalam setiap keadaan, sehingga cenderung sangat melindunginya dan justru membuat August tidak bisa menghadapi dunia dengan caranya sendiri. Namun Isabel akhirnya mengambil tindakan berbeda dengan meminta August untuk bersekolah di sekolah umum karena selama ini August belajar di rumah dengan bantuan ibunya. August pun serta merta menolaknya, karena ia merasa tidak bisa menghadapi tatapan ngeri terus menerus sepanjang hari dari teman-teman sekolahnya. Namun dengan pertimbangan-pertimbangan dari Ayah, Ibu dan Olivia, kakaknya, August pun mengambil tindakan berani untuk mencoba sekolah umum. Ia melakukan tour keliling sekolah sebelum sekolah dimulai dengan bantuan Mr. Tushman sebagai kepala sekolah. Mr. Tushman meminta bantuan beberapa anak, Julian, Jack dan Charlotte untuk menemani August mengenal sekolah barunya. Di kesempatan perkenalan pertama ini pun, August sudah dihadapkan dengan sikap jahat Julian, namun ia juga memperoleh Jack sebagai teman barunya. Pada saat sekolah dimulai, petualangan August menghadapi dunia pun ikut mulai. Hampir tidak ada orang yang mau duduk bersebelahan dengannya selain Jack, teman-temannya menganggap dia semacam wabah yang akan menular jika disentuh. Waktu makan siang, ia harus duduk di meja sendirian sementara semua orang berbisik-bisik di sekitarnya, namun saat ini pun ia memperoleh teman lain bernama Summer, seorang gadis cantik yang datang menghampirinya duduk makan siang bersama dan sejak saat itu mereka terus makan bersama. August mulai belajar menghadapi dunia yang semula dihindarinya. 

Thursday, August 29, 2013

[Review] Winter Dreams by Maggie Tiojakin


Judul: Winder Dreams (Perjalanan Semusim Ilusi)
Penulis: Maggie Tiojakin
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2010
Tebal: 291 hal
ISBN: 978-979-22-7812-5

Nicky F. Rompa tinggal bersama ayahnya setelah perpisahan kedua orang tuanya. Tindak kekerasan sang ayah yang membuat ibu dan adiknya meninggalkan rumah pun tak terhindarkan darinya. Ibunya mengusulkan agar ia tinggal sementara bersama Tante Riesma, kerabat jauh ibunya di Boston. Walaupun pada awalnya Nicky menolak, namun sebuah peristiwa akhirnya membuatnya mengambil keputusan itu. Tak tahu akan menjadi apa, Nicky pun menjejakkan kaki di Negeri orang. Keluarga Tante Riesma menjadi rumah baru untuk Nicky. Melalui Leah, anak perempuan Tante Riesma, Nicky mulai mengenal kehidupan Amerika, mengenal teman-teman baru, seorang gadis yang lantas menjadi pacarnya dan memasuki romantisme kota yang memiliki ritme cukup lambat itu. Namun hidup terkadang tidak berjalan semulus yang kita kira, begitu pun bagi Nicky. Sebuah kejadian tak menyenangkan mengusirnya dari rumah satu-satunya kerabat yang dikenalnya, membawanya ke jalanan, tinggal di rumah pacarnya, kehilangan jaminan untuk visa dan akhirnya menjadi imigran gelap yang terus gonta ganti pekerjaan.

Monday, December 31, 2012

[Review] The Time Keeper


Burung-burung tidak terlambat. Anjing tidak perlu melihat jam tangan.
Rusa tidak ribut-ribut tentang hari-hari ulang tahun yang telah lewat.
Hanya manusia yang mengukur waktu.
Hanya manusia yang menghitung jam.
Itu sebabnya hanya manusia yang mengalami ketakutan terhebat yang tidak dirasakan mahluk-mahluk lainnya….Takut kehabisan waktu. (hal 16)

Dor adalah manusia pertama di dunia yang mulai menghitung waktu. Ketika dia mulai menghitung, dia mendapat pengetahuan luar biasa, namun kehilangan setiap momen berharga. Dia memperhatikan waktu, dan melupakan segala sesuatu yang diberikan kepadanya pada waktu itu. Ketika istrinya hampir meninggal, dia menjadi marah terhadap waktu. Dia ingin memiliki kuasa atas waktu sehingga bisa mengendalikan dunia dan menahan kepergian istrinya. Namun dipuncak kemarahannya, ia justru dibawa oleh kekuatan tak terduga ke sebuah gua yang dipenuhi suara-suara permohonan setiap orang yang meminta diberikan lebih banyak waktu. Ia tinggal di gua itu berabad-abad lamanya, sampai suatu saat ia diminta kembali ke bumi, mencari dua orang dan mengajari mereka apa yang telah dipelajarinya. Pria tua yang menempatkannya di dalam gua hanya berpesan,

“ada alasannya mengapa Tuhan membatasi hari-hari manusia…tuntaskan perjalananmu dan kau akan mengerti” (hal 117)

Victor Delamonte adalah seorang yang sangat kaya, namun dokter telah memberikan vonis bahwa waktunya tidak banyak, ia menderita kanker. Karena terbiasa memperoleh apapun yang diusahakannya, ia pun ingin mengusahakan kesembuhannya, ia ingin mengalahkan kematian dan hidup lebih lama. Ia menghabiskan waktu-waktu terakhirnya dengan terus bekerja dan mencari jalan keluar atas masalah kematiannya. Ia mengabaikan istrinya dan terus melakukannya bahkan disaat-saat terakhir hidupnya. Sarah Lemon, siswi SMU yang malu dengan kecerdasannya, terus merasa bosan dengan kehidupannya, terlebih setelah ia mendapat penolakan dari laki-laki yang ditaksirnya. Ia memperlakukan ibunya seperti musuh dan ia berencana menyakiti dirinya sendiri agar laki-laki yang menolaknya merasa menyesal. Dua orang asing ini harus belajar memahami waktu.

Membaca buku ini, mengingatkan saya pada Ebenezer Scrooge. Namun dengan cara yang berbeda, Mitch Albom mengajarkan saya hal yang sama dengan pesan Dickens lewat kisah Scrooge. Mitch Albom telah membuat saya jatuh cinta dengan semua karyanya sejak saya membaca Tuesday with Morrie. Ini adalah karya Mitch Albom kelima yang telah saya baca. Apa kesamaan dari kelima buku itu? Semuanya bersinggungan dengan KEMATIAN. Tampaknya, Mitch Albom benar-benar meresapi pesan yang disampaikan oleh Profesor Morrie Schwartz, bahwa “When you learn how to die, you learn how to live”. Rasanya sejak pesan itu, ia terus membahas tentang hal yang satu itu dengan berbagai macam cara untuk membuat setiap pembacanya belajar cara hidup. The Time Keeper mengajak pembaca untuk memikirkan kembali hal apa yang paling berharga dalam hidupmu. Apakah itu pekerjaanmu? Keluargamu? Anak-anak? Ataukah uang? Temukan hal itu dan nikmati waktumu bersama hal itu. Lima bintang untuk Mitch Albom.

Beberapa waktu yang lalu, saya ikut serta merayakan ulang tahun presiden direktur di tempat saya bekerja, Bpk Teddy Rachmat. Di acara itu, kami meminta beliau untuk memberikan pesan kepada kami semua, dan beliau berkata: time is running so fast, don’t waste your time and follow your dreams/heart. Ada alasannya mengapa Tuhan membatasi hari-hari manusia, bacalah dan anda akan memahaminya.

------------------------------------------------
Judul: The Time Keeper (Sang Penjaga Waktu)
Penulis: Mitch Albom
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Oktober 2012
Tebal: 312 hal
ISBN: 978-979-22-8977-0
-------------------------------------------------

Thursday, June 14, 2012

[Review] Sepatu Dahlan


Diantara begitu banyak kasus dan komentar-komentar tidak sedap tentang gaya hidup pejabat bangsa ini, saya mendengar seorang sosok yang memiliki gaya hidup yang berbeda. Mungkin itu bisa dikata sebuah cangkang luar yang tidak lain hanya untuk menutupi sesuatu. Orang yang tidak pernah bekerja bersamanya mungkin akan berpikir seperti itu. Saya sendiri belum pernah bertemu dengan sosok yang satu ini, namun saya ingin membagi pendapat seorang penyiar tentangnya:
Selama mengenal Pak Dahlan Iskan, saya menyaksikan kerendahan hati dan kesederhanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, bagi saya setiap gerak-geriknya selama menjadi menteri bukanlah hal baru, meski gaya kerja dan ucapan Pak Dahlan diluar kebiasaan pejabat pada umumnya. Awalnya saya pikir gayanya yang unik hanya sekedar style memimpin saja. Namun, setelah membaca buku ini, segalanya terkonfirmasi. Kesederhanaan, rendah hati dan kerja keras yang dibarengi keteguhan hati, bukanlah sekedar gebrakan. Tapi itu semua adalah bentuk ucapan syukur Pak Dahlan terhadap apa yang pernah dilaluinya dan sudah dicapai.” – Putra Nababan, Wakil Pemimpin Redaksi dan Penyiar Seputar Indonesia RCTI.
Novel ini terinspirasi dari kisah kehidupan Dahlan Iskan. Penulis melakukan riset dan menyuguhkan sebuah fiksi yang menggambarkan bagaimana Dahlan berjuang untuk masa depannya. Banyak hal yang mempengaruhinya untuk menjatuhkannya, namun sebanyak itu juga hal-hal positif yang membuatnya mampu memelihara semangatnya. Kekuatan keluarga, persahabatan dan kemauan yang keras membuat Dahlan bersemangat untuk meraih mimpinya, seperti kata Ayahnya “Kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan mematangkan jiwa”.

Dahlan lahir di Kebon Dalem, Magetan, Jawa Timur. Ia lahir di sebuah desa dan keluarga yang sangat sederhana. Ia hidup bersama Ayah, Ibu dan Adiknya, Zain. Sementara kedua kakak perempuannya, Mbak Softwati dan Mbak Atun telah merantau ke Madiun untuk melanjutkan pendidikan. Dahlan menyelesaikan sekolah rakyat dan melanjutkan pendidikannya di Tsanawiyah Takeran, tempat dimana seluruh anggota keluarganya menempuh pendidikan. Awalnya ia berencana untuk melanjutkan ke SMP Negeri Magetan, namun karena permintaan Ayahnya, ia menerima untuk bersekolah di Tsanawiyah Takeran. Novel ini menceritakan kehidupan Dahlan sejak lulus sekolah rakyat sampai ia lulus SMA, sekitar akhir tahun 1950an sampai tahun 1965.

Hidup, bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya” [hal 322]

Begitu kata Dahlan Iskan yang sejak kecil telah dididik keras oleh hidup.

mata berkunang-kunang, keringat bercucuran, lutut gemetaran, telinga berdenging..siksaan akibat rasa lapar ini memang tak asing…sungguh aku butuh tidur…sejenak pun bolehlah..supaya lapar ini terlupakan” [kutipan dari belakang cover]

Terkadang perutnya kosong seharian, namun hal itu masih bisa ditahannya dengan mengikatkan sarung erat-erat keperutnya, begitulah caranya menahan lapar. Namun yang mengiris hati adalah saat menyaksikan adiknya yang masih sangat kecil menggigil kelaparan.

Dahlan harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki. Sepulang sekolah, dengan perut yang masih kelaparan ia masih harus bekerja sebagai nguli nyeset, nguli nandur dan ngangon domba. Begitu banyak beban hidup yang harus ditanggung oleh anak seusia Dahlan. Namun meski mereka hidup susah, Bapaknya selalu mengajar Dahlan dan saudara-saudaranya untuk bekerja keras.

pilih ngendi, sugih tanpa iman opo mlarat ananging iman? – pilih mana, kaya tanpa iman atau melarat namun beriman?” Dahlan tidak memilih, namun ia membuat jawabannya sendiri “sugih ananging imankaya dan beriman”. Untuk Dahlan “sugih” hanya berarti satu hal, yaitu memiliki sepatu dan sepeda.

Begitu banyak hal menarik dalam novel ini. Ada bagian-bagian lucu ketika Dahlan menghadapi gadis yang ditaksirnya dan tak tahu harus berbuat apa. Ada bagian-bagian menyenangkan ketika Dahlan, Arif, Kadir, Imran, Komariyah, dan Maryati menikmati kebersamaan mereka dengan cara “anak kampung yang menyenangkan”. Ada bagian-bagian dimana Dahlan harus menyaksikan kaki teman-temannya berselimutkan sepatu keren sementara dia nyeker kemana-mana. Ada bagian-bagian menebarkan ketika Dahlan dan tim voli Takeran akan bertanding melawan SMP Magetan. Dibagian final voli, semua pemain diwajibkan bersepatu, lalu apakah Dahlan yang adalah ketua tim serta tosser andalan harus keluar dari lapangan karena dia nyeker? Satu demi satu kisah kehidupan Dahlan dituturkan oleh penulis dengan sentuhan-sentuhan emosi yang membuat pembaca bisa meletup-letup.

Membaca buku ini, seperti duduk mendengarkan Dahlan Iskan bertutur langsung kepada pembaca karena penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Zaman sekarang Indonesia memiliki banyak sekali penulis, namun saya tidak banyak menemukan seorang penutur cerita yang baik. Membaca novel ini membuat saya tahu bahwa Khrisna Pabichara adalah salah satu penutur cerita yang baik. Cara penuturannya sederhana dan tidak membosankan. Novel ini tidak ditulis dengan alur biasa,  klimaks dan anti klimak, namun novel ini dalam setiap babnya membahas potongan-potongan dari hidup keseharian Dahlan, keluarganya, sekolahnya, teman-temannya, mimpi-mimpinya, ketakutan dan kesedihannya, harapan-harapannya, dan usaha kerja kerasnya. Anda akan menemukan semangat baru dari setiap kepingan cerita itu. Novel ini akan membuat pembaca mensyukuri pemberian Tuhan serta memacu mengobarkan semangat meraih masa depan yang gemilang. Ketika menutup buku ini saya punya satu harapan yaitu bisa berbincang-bincang langsung dengan Pak Dahlan Iskan. Seandainya saya mendapat kesempatan itu, saya punya beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan langsung kepadanya.

Dahlan Iskan menghadiri peluncuran novel ini yang diadakan pada 27 mei 2012 di Bundaran Hotel Indonesia (saat car free day) bersama sekitar 1000 anak yang datang dari berbagai sekolah yang ada di Jakarta untuk mendapatkan motivasi dari tokoh utama novel Khrisna Pabichara ini. Pada acara tersebut Dahlan Iskan membagikan 1000 sepatu kepada anak-anak yang hadir pada saat itu untuk menunjang aktivitas mereka. Sementara ia telah merencanakan untuk membagikan 2600 sepatu lagi selanjutnya. Museum Rekor Indonesia mencatat gerakan ini sebagai sebuah rekor baru di Indonesia.

---------------------------------------
Judul : Sepatu Dahlan
Penulis : Khrisna Pabichara
Penerbit : Noura Books
Terbit : Mei 2012
Tebal : 392hal
ISBN : 978-602-9498-24-0
---------------------------------------

Tuesday, May 8, 2012

[Review] 45 Pesan dari Samurai Tanpa Pedang "The Swordless Samurai"



Pemimpin harus bisa bersyukur
Pemimpin harus bekerja lebih keras daripada yang lain
Bertindaklah berani pada saat-saat kritis
Dedikasikan dirimu pada pemimpinmu
Pilihlah pemimpin yang memiliki visi
Lakukan segalanya demi tugas yang sedang dikerjakan
Buatlah dirimu berbeda dari yang lain dengan menggali kemampuan alamiahmu
Kesampingkan kepentinganmu sendiri demi kepentingan pemimpinmu
Hadapi setiap tugas dengan tekad yang mantap
Jadilah seorang pemimpin, bukan seorang atasan
Pelihara asetmu yang paling berharga – jaringan personal
Melakukan persiapan dengan matang dan bertindak berani
Pemimpin yang cerdas akan membalikan situasi, mengubah kelemahan menjadi keunggulan
Pertaruhkan semua untuk memenangkan semua
Bertindaklah lebih awal untuk selesai lebih awal
Bila kau ingin memiliki banyak sekutu – lakukanlah pembenaran, justifikasikan alasanmu
Ubah kesialan menjadi keberuntungan
Fokuskan pada tindakan memberi
Jadilah yang pertama dalam memaafkan
Untuk mendapatkan kepercayaan, beri kepercayaan
Gunakan informasi untuk mengasah persepsimu
Hargai komitmenmu
Pemimpin yang cerdas hanya bertarung setelah syarat kemenangan telah dipenuhi
Perlakukan pengikutmu sebagai keluarga
Kesetiaan bisa didapat tetapi tidak akan pernah bisa dibeli
Maafkanlah kesalahan-kesalahan sepele
Hati-hati dengan gengsi
Tetapkan tujuan yang jelas
Carilah kesempatan untuk memuji
Hargai mereka yang bekerja dengan baik
Hargai prestasi secara personal
Kerjasama tim adalah kunci kemenangan
Jadikan teman-teman baik sebagai penasihat
Carilah saran dari mereka yang berani tidak sependapat
Rangkul orang yang kemampuannya melebihi kemampuanmu
Dengarkan pendapat pasangan hidupmu
Mencari bukan meminta, menugaskan bukan melatih
Pekerjakan pemimpin, bukan sekedar pengikut
Bentuk tim kreatif
Pemimpin yang bertanggung jawab harus bisa mengayomi. Beri kembali kepada masyarakat.
Jangan manjakan diri kelewat batas
Waspada akan kesombongan
Jangan pamer
Bersikap tegas untuk menghindari pertikaian
Kekang obsesimu


Rasanya tidak puas hanya memberikan ke-45 poin diatas, karena lewat buku ini, Hideyoshi tidak hanya menyebutkan setiap poinnya, tetapi juga menceritakan setiap kisah yang menuntunnya mempelajari setiap poin diatas. Ada kisah yang menegangkan, ada yang menyedihkan, ada yang akan membuat setiap pembaca bersemangat, namun ada juga yang akan membuatmu berhenti sebentar untuk membaca kembali beberapa halaman yang telah kau lewatkan. Dituturkan dengan sudut pandang orang pertama, membuat saya seolah-olah sedang berhadapan dengan Hideyoshi.


Selamat membaca

-------------------------------------------
Judul : The Swordless Samurai
Penulis : Kitami Masao
Penerbit : Zahir Books
Terbit : Desember 2010 (Cetakan I)
Tebal : 262
ISBN : 978-979-19337-2-8
--------------------------------------------

Friday, April 27, 2012

[Review] Di Mana Ada Cinta, Di Sana Tuhan Ada



“Dan yang kepadanya ditampar di salah satu pipi, hendaklah menawarkan pipi lainnya; dan ia yang mengambil jubahmu jangan dilarang untuk juga mengambil jaketmu. Berikan kepada semua orang apa yang mereka pintakan kepadamu” [hal 12]

Dari ungkapan diatas, tidakkah anda dapat melihat sebuah arti yang sangat jelas mengenai arahan untuk hidup saling mengasihi? Manusia diciptakan dan dibekali dengan kemampuan untuk mencintai dan mengasihi orang lain namun bersamaan dengan itu dunia tempat manusia hidup dipenuhi dengan berbagai macam hal yang membuat manusia tidak mampu mengekspresikan cinta tersebut. Karya Leo Tolstoy ini mungkin mampu mengingatkan anda untuk kembali menemukan cara-cara sederhana untuk hidup dengan cara yang memang sejak awal dimintakan kepada kita. Ada lima cerita dalam buku ini, dan judul “Di mana ada cinta di sana Tuhan ada” diambil dari judul cerita pertama.

“Aku pernah menjadi seorang yang lapar dan kau memberiku daging; aku pernah kehausan dan kau memberiku minum; aku pernah menjadi seorang asing dan kau mengajakku masuk…Oleh karena kau telah melakukannya kepada salah satu saudaraku, berarti kau telah melakukannya kepadaku”
[hal 31]

Cerita pertama mengisahkan seorang pengrajin sepatu bernama Martin Avdeich yang kehilangan semua anggota keluarganya. Martin menyalahkan Tuhan atas keadaan yang menimpanya itu, namun kunjungan seorang lelaki Tua yang berasal dari sebuah Biara mengingatkan Martin bahwa ia seharusnya hidup untuk Tuhan. Martin mendengarkan ajaran itu, sehingga ia mulai berubah, ia mulai membaca kitab suci setiap hari dan belajar memahaminya. Suatu hari ia mendengar suara yang berkata kepadanya “Aku akan datang”. Wahh Martin berpikir Tuhan akan datang kerumahku. Lalu apakah itu benar? Apakah ia akan melihat Tuhan?

“When you can't forGIVE, you can’t forGET. Therefore you can’t get the grace of God”

Ivan Dimitrich Aksionov berangkat dari kota Vladimir menuju kota Nizhmi untuk mengikuti pasar malam. Dalam perjalanannya, ia menginap di sebuah penginapan bersama orang-orang asing lainnya yang juga sedang melakukan perjalanan. Pada saat itu seorang asing terbunuh dan pisau yang digunakan untuk membunuh ditemukan dalam barang-barang Ivan. Hidup Ivan seketika berubah, alih-alih bisa kembali kepada keluarganya, ia justru dijebloskan kedalam penjara. Cerita yang kedua ini berjudul “Tuhan tahu, tapi menunggu”. Bagaimana hidup Ivan selanjutnya? Satu hal yang pasti ia akan belajar suatu hal yang luar biasa dalam pengalaman buruknya itu.

“Iman sebesar biji sesawi saja mampu memindahkan gunung”

Tiga orang pertapa yang sudah tua hidup di sebuah pulau terpencil. Mereka bertiga jarang berbicara. Mereka berkomitmen untuk melayani Tuhan namun dengan cara mereka sendiri. Suatu hari seorang uskup yang sedang berlayar mendengar cerita tentang mereka bertiga dan memutuskan untuk menghampiri dan mengajari mereka cara berdoa yang benar. Perkenalan sang uskup dengan ketiga pertapa ini justru menjadi pelajaran bagi sang uskup sendiri karena sebuah peristiwa menakjubkan terjadi diantara mereka yang membuat sang uskup menjadi saksi perbuatan iman. Cerita ketiga ini berjudul “Tiga Pertapa” dan membuat saya ingin sekali berada di kapal yang sama dengan sang uskup untuk menyaksikan ketiga pertapa itu.

“Apa yang paling penting dalam hidupmu?”

Cerpen keempat berjudul “Majikan & Pelayan”, mengisahkan dua orang dengan latar belakang dan karakter yang berbeda. Nikita adalah seorang pelayanan yang bekerja pada majikannya, Vasili Andreyevich. Vasili adalah orang yang sangat perhitungan dan cenderung suka menipu. Kehidupan mereka baik-baik saja sampai suatu hari mereka berdua melakukan perjalanan. Yang terpenting bukanlah tujuan, namun perjalanannya. Tetapi perjalanan seringkali mengubah tujuan awal. Demikian juga yang terjadi kepada sang majikan dan pelayanannya yang pada akhirnya menemukan jawaban terhadap pertanyaan diatas.

“Apa gunanya menyebrang mencari Tuhan, bila selama itu aku kehilangan kebenaran yang ada di dalam diriku” [hal 171]

Dua orang sahabat, Efim Tarasitch Shevelef dan Elisha Bodrof, berencana untuk melakukan ziarah ke Yerusalem. Elisha yang sangat bersemangat untuk perjalanan itu, sementara Efim sangat perhitungan. Efim tidak berani meninggalkan bisnisnya, ia takut anak-anaknya tidak bisa menjalankan bisnis tanpa dirinya. Berbagai kekhawatiran melanda kehidupan Efim, namun suatu hari Elisha berhasil meyakinkan sahabatnya untuk meninggalkan semua kekahwatiran itu sejenak dan memulai perjalanan mereka. Di tengah perjalanan mereka, Elisha mampir untuk meminta minum dari sebuah rumah yang ia lewati. Ia menyuruh Efim untuk terus berjalan dan berjanji akan segera menyusulnya. Saat masuk ke rumah itu, Elisha menemukan keadaan yang sangat menyedihkan. Semua anggota keluarga dalam rumah itu hampir tidak bisa berdiri karena kelaparan. Hati Elisha tergerak untuk membantu mereka namun itu berarti ia harus mengorbankan banyak hal termasuk waktu, uang, bahkan tujuan perjalanannya untuk beribadah. Lalu apakah Elisha mampu sampai ke Yerusalem? Apa yang terjadi dengan Efim yang menempuh perjalanan sendiri? Cerita terakhir ini berjudul “Dua Lelaki Tua”.

Dari kelima cerita dalam buku ini, saya memilih cerita pertama dan terakhir menjadi favorit saya. Leo Tolstoy menyampaikan pesan-pesan moral yang dibungkus dengan sangat menarik namun sederhana. Leo Tolstoy dikenal sebagai sastrawan dunia asal Rusia yang banyak menyampaikan pemikiran-pemikiran moralitas dan sosial. Dua adi karya Leo Tolstoy yang sangat terkenal adalah War and Peace dan Anna Karenina. Saya suka dengan cover dari serambi ini, begitu pula dengan terjemahannya yang mengalir dan enak dibaca.

-------------------------------------------------------
Judul : Di Mana Ada Cinta Di Sana Tuhan Ada
Penulis : Leo Tolstoy
Penerbit : Serambi
Terbit : Februari 2011
Tebal : 197
ISBN : 978-979-024-240-1
-------------------------------------------------------

Monday, April 23, 2012

[Review] A Single Shard, "bermimpi & berjuang ala Tree-ear"



Setiap manusia, siapapun dia, bagaimanapun keadaannya, seharusnya ia punya mimpi. Mengapa? Karena mimpi membuat setiap orang bangun di pagi hari dengan semangat baru. Demikian juga dengan Tree-ear seorang anak yatim piatu dari desa Ch’ulp’o. Sejak kecil Tree-ear tinggal di bawah jembatan bersama seorang lelaki cacat yang dia panggil Crane-man. Untuk makan, mereka biasanya mencari sisa-sisa makanan yang telah dibuang oleh warga sekitar. Meski demikian Tree-ear pun memiliki mimpi. Ia ingin menciptakan sebuah vas keramik.

Suatu hari Tree-ear mendekati rumah seorang pembuat keramik bernama Min. Ia memperhatikan barang-barang keramik hasil buatan Min. Tree-ear senang memperhatikan Min bekerja, namun Min tidak menyadari kehadirannya. Suatu hari Tree-ear mengendap-ngendap untuk melihat koleksi Min, Tree-ear tertarik dengan sebuah vas sehingga ia mengangkatnya. Kedatangan Min mengejutkan Tree-ear sehingga vas itu jatuh dan pecah. Pada awalnya Min memukulnya, namun ia langsung berhenti begitu mendengar penjelasan Tree-ear. Karena tidak bisa mengganti biaya keramik tersebut, Tree-ear mulai bekerja pada Min. Ia masih berharap bahwa suatu saat nanti, Min akan mengajarkannya cara membuat keramik. Namun berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, Tree-ear harus mengumpulkan kayu bakar, mengambil tanah liat, serta melakukan beberapa tugas di sekitar rumah Min. Pada awalnya, tangan Tree-ear nyaris tidak kuat, namun lama kelamaan, pekerjaan itu membuat tangannya menajadi lebih kuat. Awalnya ia tidak bisa mengangkat potongan tanah liat dengan benar, namun lama kelamaan ia semakin mahir, ia bahkan mulai belajar untuk membentuk tanah liat menjadi bentuk-bentuk sederhana tanpa harus menggunakan roda pemutar. Setiap hari Tree-ear berharap segera dapat duduk di depan roda pemutar tanah liat dan belajar cara membuat vas dari sang maestro, namun mimpinya seperti terhempas jatuh kembali ke bumi setelah mendengar penolakan Min terhadap mimpinya itu.
“Kau harus tahu anak yatim piatu, jika kau bisa belajar membuat keramik, pasti bukan aku yang mengajarimu”…..”Usaha seorang pengrajin diturunkan dari ayah kepada anak lelakinya…putraku, Hyung-gu sudah tiada sekarang. Dialah yang akan kuajar. Kau…kau bukan putraku” [hal 119]
Perkataan Min sempat membuat semangatnya kendor, namun Tree-ear tahu bagaimana harus mengani perasaannya sendiri dan melihat hal lain yang bisa dilakukannya, terutama karena istri min, Ajima (bibi), memperlakukannya dengan sangat baik. Tree-ear tetap bekerja pada Min, namun ia menyimpan harapan dan mimpinya di dalam hatinya.

Suatu hari Tree-ear diminta untuk mengantarkan dua buah keramik untuk seorang utusan kerajaan di Songdo. Untuk menuju Songdo Tree-ear harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki selama berhari-hari. Ajima telah membekalinya dengan makanan yang cukup, serta beberapa keping koin yang sewaktu-waktu bisa digunakannya. Perjalanan ini merupakan saat-saat penentu bagi Tree-ear. Awalnya dia tidak menemukan penghalang dalam perjalanannya, namun suatu kali ia menemukan kondisi yang sangat menyedihkan, ia tidak bisa mengelak dari nasib buruknya, dan harus melihat kedua vas keramik itu jatuh berkeping-keping. Tree-ear merasa gagal menjalankan tugas yang diberikan kepadanya.

Lalu apa jadinya nasib Tree-ear? Bagaimana ia mencari jalan keluar atas musibah yang menimpanya? Bagaimana ia harus menjelaskan peristiwa itu kepada Min? Apakah mimpi Tree-ear juga hancur berkeping-keping seperti kedua vas keramik itu?

Jika semua anak seperti yang digambarkan oleh penulis dalam novel ini memiliki mimpi, pekerjaan dan pengetahuan seperti Tree-ear, saya jadi merenung betapa luar biasanya Korea. Pengetahuan Tree-ear tidak bisa dibilang pas-pasan untuk anak seusia dia yang tidak pernah mengecap pendidikan formal. Novel ini juga memperlihatkan bahwa dalam setiap tahapan yang harus dilewati oleh manusia, ada hal-hal diluar harapan kita yang terkadang membuat mimpi kita buyar, namun seperti Tree-ear, seharusnya kita terus berfokus pada mimpi itu dan menjadi kuat dalam setiap tahapan yang kita lewati.

Karakter yang paling saya sukai tentu saja karakter Tree-ear yang pantang menyerah dan selalu memperhatikan dengan seksama. Ia selalu belajar dengan mengamati tanpa perlu bertanya lebih banyak. Namun perkembangannya tidak terlepas dari tuntunan Crane-man yang tidak hanya selalu membantu mengisi kekosongan perutnya namun juga mengisi pikirannya dengan berbagai macam ide menarik.

Novel yang mendapatkan Newbery Medal Award pada tahun 2002 ini menggunakan alur maju dan dituturkan oleh seorang narrator. Dan Ini adalah gambar cover yang paling kusukai.

 
--------------------------------------
Judul : A Single Shard
Penulis : Linda Sue Park
Penerbit : Atria
Terbit : Maret 2012
Tebal : 191 hal
ISBN : 978-979-024-491-7
--------------------------------------

Friday, March 30, 2012

[Review] perempuan cerdas pada abad kegelapan yang nyaris terlupakan



Pada abad ke sembilan, pada masa paling gelap dalam Abad kegelapan hiduplah seorang tokoh yang sangat sedikit diketahui orang. Ia memunculkan kontroversial sehingga menyebabkan semua catatan tentang dirinya dimusnahkan. Namun paling tidak, sampai dengan pertengahan Abad ke-17 namanya masih dikenal dan diakui secara universal. Ia adalah Paus Yohanes Anglicus atau Paus Joan dan ia adalah seorang perempuan. Lalu bagaimana mungkin seorang perempuan bisa menduduki kekuasaan tertinggi dalam kursi keagamaan tersebut? Anda harus kembali dan melihat jauh sebelum masa itu, pada masa ketika Joan memulai semuanya.

Joan lahir dari seorang ibu saxon yang menyembah para dewa, sementara ayahnya adalah Kanon (semacam pendeta atau imam) di sebuah desa bernama ingelheim. Ayahnya merasa telah memenangkan jiwa ibunya dari kekuasaan para dewa, membawanya ke ingelheim dan memiliki tiga orang anak darinya.  Matthew dan John , kedua kakak Joan diberikan pelajaran membaca dan menulis, namun Joan bahkan tidak boleh memegang kitab suci. Pada usia empat tahun Joan bertanya kepada Matthew mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan. Jawaban yang diberikan oleh Matthew benar-benar tidak menentramkan hatinya. Pada usia enam tahun Joan mulai mendesak Matthew untuk mengajarkannya cara menulis dan membaca. Bagian yang paling menarik adalah ketika Joan berdebat dengan Matthew mengenai kemampuan yang dimiliki oleh Santa Kathrina. Perdebatan itu cukup panjang untuk dikutip dalam tulisan ini, jadi saya menyarankan anda untuk membacanya pada halaman 39-40 untuk melihat betapa cerdasnya Joan kecil. Kehidupan Joan berubah ketika Matthew meninggal dunia dan meninggalkan Joan yang sudah mulai mencintai pendidikan sementara sang ayah terus menjauhkan semua pendidikan itu darinya. Ketika sang ayah tahu bahwa Joan bisa membaca, ia justru menuduh Joan sebagai penyebab kematian Matthew. Lihatlah bagaimana perempuan dianggap sebagai sebuah malapetaka yang dapat mendatangkan murka Tuhan hanya karena ia bisa membaca. 
 “Kau! Suara ayahnya terdengar bergemuruh dan bergetar oleh amarah. Ternyata kau orangnya! Dia menunjuk kearah putrinya dengan mata menuduh. Kaulah orangnya! Kau membawa kemarahan Tuhan turun di rumah kita. Anak yang jahat! Durhaka! Kau membunuh kakakmu sendiri!” [hal 54]
Suatu hari seorang cendikiawan bernama Aesculapius datang berkunjung kerumah sang Kanon dan menyadari kecerdasan yang dimiliki Joan. Sang Kanon meminta Aesculapius untuk mengajar John, namun Aesculapius lebih tertarik dengan Joan. Sang kanon terpaksa membiarkan Joan mendapat pengajaran hanya agar John dapat belajar dari sang cendikiawan. Joan memanfaatkan kesempatannya dan belajar banyak hal baru. Ia tidak hanya belajar tentang  kitab suci, tetapi juga ia mulai mengenal pemikir-pemikir dunia seperti cicero dan hipokrates. Ilmu pengetahuan memuaskannya.

Selang waktu setelah Aesculapius pergi meninggalkan Ingelheim, seorang utusan dari Dorstadt mengunjungi rumah Joan dengan membawa pesan dari uskup di Dorstad agar membawa Joan ke Schola (sekolah yang pada masa itu hanya diikuti oleh anak laki-laki). Ayahnya tidak mengijinkannya, namun Joan mengambil langkah berbahaya dengan melarikan diri dan menyusul sang utusan. Sejak hari itu, Joan dan John meninggalkan rumah masa kecil mereka.

Sejak meninggalkan rumah, Joan mengalami berbagai petualangan menarik yang terkadang menciptakan “comfort zone” untuknya namun beberapa saat kemudian memporak-porandakan kehidupannya, membuatnya harus melarikan diri dan bersembunyi. Ketika John meninggal dalam serangan bangsa Viking, Joan menggunakan identitasnya untuk memasuki tahap petualangan yang baru. Sejak saat itu Joan dikenal sebagai John Anglicus.

Membaca kisah Pope Joan memancing kemarahan. Bagaimana saya tidak terpancing untuk marah, ketika mendengar isi kitab suci diartikan sangat harafiah dan perempuan diperlakukan begitu rendah.
sebab suami adalah kepala istri. Karena itu, wahai para istri tunduklah kepada para suamimu dalam segala hal” [hal 33]
Novel ini diceritakan oleh seorang narator. Alurnya mengalir cepat sehingga mempengaruhi saya sebagai pembaca bisa menyelesaikan buku ini dalam waktu yang lebih cepat. Di bagian akhir buku, penulis menegaskan mengenai tambahan cerita yang ia ciptakan sendiri untuk melengkapi kisah Pope Joan yang tidak memiliki catatan resmi. Banyak karakter yang diciptakan mengelilingi kehidupan Joan. Karakter favorit saya adalah sang tokoh utama. Sebuah bagian menarik adalah ketika Joan menghadapi situasi-situasi dilematis dimana dia harus memberikan jawaban jujur namun tidak boleh menuduh orang lain. Banyak jawaban-jawaban konyol yang mengundang tawa namun tetap menyiratkan kecerdasan yang sangat tinggi. Selain Joan, saya juga menyukai Gerold. Gerold memiliki kecerdasan yang dapat menolong Joan menyadari betapa berbahayanya cara Joan mengungkapkan segala sesuatu. Gerold tidak hanya cerdas namun juga bijaksana. Penulis menambahkan nuansa romance diantara keduanya dengan tidak berlebihan. 

Lewat novel ini saya mengetahui bahwa pada suatu masa, kehidupan di Eropa sangat menyedihkan. Perancis, Jerman ataupun Italia bukanlah sebuah Negara. Mereka semua masih berupa satu kesatuan dibawah kuasa kekaisaran. Beberapa catatan sejarah yang dimuat dalam novel ini adalah akurat, namun untuk Paus Joan itu sendiri, tidak ada catatan resmi yang menyatakan keberadaannya. Penulis menekankan bahwa Paus Joan tercatat dalam liber pontificalis (dokumen kaum propagandis) yang kebenarannya pun tidak dapat dipastikan. Namun lewat penelitiannya selama tujuh tahun, penulis menuliskan dibagian akhir bahwa Joan menjadi Paus sekitar tahun 853 setelah Paus Leo IV meninggal. Joan diperkirakan menjadi Paus selama kurang lebih dua tahun, karena Benediktus III mulai menjabat Paus pada tahun 855.

Hal menarik lainnya mengenai masa itu adalah ketika seseorang menjadi terdakwa karena sebuah tuduhan yang diarahkan kepadanya oleh seorang yang menduduki jabatan tertentu, pengambilan putusan bersalah hanya didasarkan pada berapa banyak orang yang mendukung kedua belah pihak (sang terdakwa dan sang pendakwa). Tidak ada penelusuran dan pembuktian akan tuduhan tersebut. Perkataan seseorang diterima mentah-mentah tanpa bukti apa-apa. Tingkat buta huruf pada masa itu sangat tinggi. Kota Roma menampilkan keadaan yang sangat kontradiktif.

Roma, di mata Joan, adalah sebuah kota kuno dengan kontradiksi-kontradiksi yang kelihatannya tidak mungkin didamaikan: keajaiban dunia sekaligus tempat yang kumuh dan busuk; salah satu tempat peziarahan orang Kristen dengan sebagian besar warisan seninya justru dewa-dewi pagan; sebuah pustaka dan pengetahuan, namun diisi oleh orang-orang yang tidak berhenti berkubang di dalam kebodohan dak takhayul” [hal 432]
Banyak hal yang dapat pembaca pelajari dari kehidupan Joan. Joan memiliki hati yang penuh belas kasihan, sehingga tidak heran ia pun mendapatkan banyak sekali bantuan dari setiap orang yang pernah ditolongnya pada saat ia membutuhkannya. Sedikit ketulusan dalam wujud kepedulian dan bantuan terhadap orang lain membawa kebahagiaan juga bagi pemberinya. Pembaca juga dapat belajar untuk tidak cepat putus asa terhadap keadaan yang menghimpit. Jangan fokus pada masalah, karena dengan demikian anda tidak akan pernah melihat solusinya. Namun pembaca juga bisa belajar untuk lebih bijaksana dalam mengajukan gagasan-gagasan karena tanpa disadari ada sebagian orang yang mungkin dapat menjadi batu sandungan bagi kemajuan kita sendiri.

Ada beberapa typo yang cukup mengganggu, penggunaan bahasa melayu yang terdengar aneh ditelinga ataupun pengulangan kata yang sama secara berturut-turut terkadang mengganggu kenikmatan membaca. Namun secara keseluruhan buku ini enak dibaca, terjemahannya pun jelas dan tidak kaku. Empat bintang untuk karya Donna Woolfolk yang mengenalkan saya pada seorang perempuan yang seharusnya tidak boleh dilupakan oleh dunia.



--------------------------------------
Judul : Pope Joan
Penulis : Donna Woolfolk Cross
Penerbit : Serambi
Terbit : Cetakan II, Maret 2007
Tebal : 736
ISBN : 979-1112-43-6
--------------------------------------

Wednesday, February 22, 2012

Review : The Shack


Ini adalah salah satu novel inspirasional yang unik dan disusun dengan sangat teliti namun sederhana. Dari bagian depan covernya, tulisan yang berbunyi “Tragedi yang menyingkap misteri tentang Tuhan” membuat saya sangat penasaran dengan karya William P. Young ini. Sudah lama saya ingin sekali membaca novel ini dan akhirnya tibalah waktu saya berkenalan dengannya.

Memulai membaca, saya berkenalan dengan keluarga Mack dan Nan. Menyangkut masalah Tuhan, Mack nyaris apatis namun Nan sangat taat. Nan bahkan menyapa Tuhan dengan sapaan “Papa”, sebuah sapaan yang sangat sulit untuk Mack ucapkan. Suatu hari, Mack mengajak ketiga anaknya, Kate, Josh dan Missy untuk berkemah di daerah Danau Wallowa di Oregon bagian timur laut. Tragedi dimulai ketika Kate dan Josh naik perahu dan meninggalkan Missy bersama Mack. Saat perahu yang ditumpangi Kate dan Josh terbalik, Mack serta merta melompat ke danau untuk menolong kedua anaknya, namun ketika ia kembali Missy tidak lagi berada ditempatnya. Tidak ada seorang pun yang melihat Missy. Seorang penjaga hanya secara samar melihat gadis kecil dengan ciri-ciri seperti Missy dalam sebuah truk milik seorang laki-laki. Ketakutan semakin menyelimuti Mack. Semua petugas telah dikerahkan untuk melacak jejak Missy, namun berhari-hari Missy tak pernah ditemukan. Sampai suatu hari, bukti hilangnya Missy ditemukan dalam sebuah gubuk yang jauh terletak dalam hutan. Bukti tersebut hanya berupa baju Missy yang telah berlumuran darah. Missy dinyatakan meninggal tanpa pernah ditemukan. Sejak saat itu hidup Mack berubah. Kesedihan Besar menyelimuti kehidupannya. Ia bahkan menyalahkan Tuhan atas kejadian yang menimpa Missy. Empat tahun berlalu, pada suatu pagi, dalam kotak posnya, Mack menemukan secarik kertas yang berisi pesan sederhana yang memintanya datang ke gubuk tempat bukti kematian Missy ditemukan. Pesan itu ditandatangani oleh Papa. Siapakah Papa ini? Bukankah Papa adalah cara Nan menyapa Tuhan? Lalu apakah Tuhan yang meminta Mack mengunjungi gubuk yang selama ini menjadi mimpi buruknya?

Ketakutan Mack untuk mengunjungi gubuk itu sama besarnya dengan rasa ingin tahunya terhadap sosok Papa yang menjadi penulis pesan, sehingga Mack memutuskan untuk mengunjungi gubuk itu tanpa sepengetahuan Nan. Mack melakukan perjalanan mengendarai mobil yang ia pinjam dari sahabatnya Willie. Ketika sampai di tepi hutan yang menuju gubuk itu, Mack meninggalkan mobilnya dan berjalan memasuki hutan. Disatu sisi ia ingin kembali, namun rasa ingin tahunya terus mendorongnya maju perlahan-lahan. Gubuk yang mulai terlihat membangkitkan Kesedihan Besarnya. Mack mengumpulkan keberanian untuk memasuki gubuk itu. Darah kering milik Missy masih terlihat dan berhasil menguak Kesedihan Besarnya menjadi semacam raungan kekecewaannya. Mack tidak menemukan siapapun dalam gubuk itu sehingga ia langsung beranjak pulang. Namun segala sesuatunya berubah, lingkungan berubah, gubuk berubah, semuanya berubah. Gubuk reyot itu tidak ada lagi dan digantikan dengan sebuah pondok yang masih terawat. Mack seperti membuka sebuah kotak Pandora, ia merasa telah kehilangan akal sehatnya. Namun Mack telah berhadapan dengan tiga orang yang bernama Elousia, Yesus dan Sarayu.

Bisakah anda bayangan reaksi Mack menghadapi tiga pribadi yang biasanya disebut Tritunggal? Jangankan reaksi Mack, reaksi saya sebagai pembaca saja, rasanya sulit diungkapkan : terkejut, kagum, penuh tanda tanya, penasaran, nyaman, semuanya bercampur menjadi satu. Bagaimana tidak, Tritunggal dalam buku ini adalah seorang wanita bertubuh besar dan berperawakan Afrika yang biasa disebut Papa dan bernama Elousia, lalu seorang berkulit timur tengah dan berdarah ibrani yang dikenal dengan nama Yesus, serta seorang gadis kecil berkulit Asia yang sangat menyejukkan dan bernama Sarayu, mungkin orang-orang tertentu bisa menebak siapa Sarayu ini. Mereka bertiga adalah Satu.

Ketika Mack mulai berkenalan dan hidup dengan tiga sosok pribadi ini, disaat yang sama, saya juga berkenalan dengan Mereka. Wow…sangat mempesona penuturan William P. Young tentang mereka bertiga. Saya menunggu-nunggu apa saja yang mereka diskusikan, bagaimana mereka memandang segala sesuatu dan apa yang mereka pikirkan. Banyak nilai-nilai universal yang dimuat dan disajikan dengan luar biasa menarik. Satu hal utama yang saya petik dari perkenalan saya dengan Elousia, Yesus dan Sarayu, yaitu konsep membatasi diri untuk menyatakan cinta dan penghargaan. 

engkau tidak bermain atau mewarnai gambar bersama seorang anak untuk menunjukkan superioritasmu. Alih-alih, engkau memilih untuk membatasi dirimu agar dapat memfasilitasi dan menghargai hubungan itu. Engkau bahkan mengalah untuk menggenapi cinta. Ini bukan tentang menang dan kalah, tetapi tentang cinta dan penghargaan” [hal 160]
Percakapan demi percakapan yang dialami Mack merubah hidupnya. Lalu bagaimana dengan Kesedihan Besarnya? Apa sebenarnya yang sedang dialami Mack? Tentu anda tidak berpikir bahwa ia benar-benar sedang berada di surga bukan? Namun dimanapun Mack berada, ia sedang belajar, dan saya pun belajar bersamanya dalam setiap lembaran yang saya buka hingga saya menemukan lembaran terakhir buku ini. Lalu apa sebenarnya tujuan Mack berada disana? Apa sebenarnya tujuan penulis pesan bernama Papa membawanya ke gubuk tempat mimpi buruknya bermula?

Ada beberapa quote yang saya sukai dalam buku ini, namun kebanyakan sulit untuk dipisahkan dari konteks topik yang sedang dibahas, namun saya mencoba memenggal beberapa quote untuk disajikan dalam tulisan ini.
Dia sangat asyik! Engkau selalu bisa mengandalkannya untuk membuatmu bingung dengan mengajukan satu dua pertanyaan yang tak terduga. Dia suka kejutan. Meskipun mungkin engkau tidak memikirkannya, pemilihan waktunya selalu sempurna” [hal 132]
 “Hidup memerlukan sejumlah waktu dan banyak hubungan” [hal 139]
Hidup tanpa dicintai ibarat mematahkan sayap seekor burung dan merenggut kemampuannya untuk terbang. Bukan itu yang kuinginkan bagimu” [hal 146]
Hubungan selamanya bukan tentang kekuasaan. Dan satu cara untuk menghindari kehendak menguasai adalah dengan memilih untuk membatasi diri sendiri – untuk melayani” [hal 161]
Jangan pernah mengecilkan keajaiban air matamu. Air matamu dapat menjadi air yang menyembuhkan dan sungai sukacita. Kadang-kadang air mata adalah kata-kata terbaik yang dapat diucapkan hati” [hal 360]
Ini adalah kisah perjalanan hati mencari sebuah makna dan menemukan kenyamanan. Mungkin setiap orang memiliki peristiwa uniknya masing-masing, namun semuanya itu membawa manusia pada pengakuan akan sesuatu yang benar-benar diluar kemampuan kita untuk bisa memahaminya. Empat bintang untuk kisah yang menguras ketakutan jiwa dan menguapkannya untuk melegakan hati. Pendapat umum saya tentang buku ini : it’s weird, but in a good way.

--------------------------------
Judul : The Shack
Penulis : William P. Young
Penerbit : Andi
Terbit : November 2009
Tebal : 416 hal
ISBN : 978-979-29-1137-4
---------------------------------

Monday, January 2, 2012

Review : Clara's Medal



Ledakan fusi adalah ledakan yang dihasilkan dari reaksi bergabungnya inti-inti ringan menjadi inti yang lebih berat. Pada proses ini, inti-inti penyusun inti baru akan melepaskan energy yang sangat besar dan menyebabkan inti barunya mengalami kehilangan massa. Seperti yang terjadi pada matahari, yang menghasilkan energy panas yang dahsyat dan menjadi sumber kehidupan mahluk hidup di muka bumi. [hal 74]

Butuh suhu yang sangat tinggi, kurang lebih 1.108 oC, untuk menciptakan sebuah reaksi fusi. Demikian juga butuh kerja yang sangat keras untuk menggapai sebuah hasil yang telah lama diimpikan. Kisah yang ditulis oleh Feby Indirani (yang melalui buku ini resmi menjadi salah satu penulis Indonesia yang saya sukai) ini akan membuat anda kembali bersemangat menjalani setiap hari dan menggapai setiap mimpi.

Reaksi fusi menjadi analogi terbentuknya sebuah lembaga non-profit yang bernama FUSI (Fisika Untuk Siswa Indonesia) yang didalamnya terdapat siswa siswi terbaik Indonesia dalam bidang fisika. Mereka telah melewati seleksi daerah, seleksi nasional, dan bahkan seleksi masuk FUSI. Tujuannya satu, yakni mengharumkan nama bangsa Indonesia di tingkat Olimpiade Fisika Internasional. Clara Wibisono adalah satu-satunya peserta perempuan. Ia mewakili DKI Jakarta. Nama Clara sebenarnya tidak asing lagi ditelinga para peserta lain, karena ayahnya, Bram Wibisoni, adalah salah satu pendiri FUSI. Pujian dan cibiran pun tak terelakkan darinya. Ada yang bahkan menganggap ayahnya memudahkan jalannya masuk ke FUSI, namun hal itu tidak mengendorkan semangat Clara.

Memasuki asrama yang akan ditempatinya selama 4,5 bulan bersama 15 peserta lain yang notebene semuanya pria membuatnya sangat kebingungan. Ia belum pernah berada dalam kondisi seperti ini. Namun, ketika bertemu dan berkenalan dengan setiap peserta, kecanggungannya mulai luntur, ia mulai merasa asyik walaupun ia tahu akan selalu menjadi bulan-bulanan karena ia perempuan satu-satunya. Keenam belas peserta itu antara lain : Clara (Jakarta), Meddy (Ambon), George (Papua), Khrisna (Malang), Arief (Pamekasan, Madura), Dimas (Boyolali), Angga (Jakarta), Made (Bali), Bagas (Bali), Sandy (Bukit Tinggi), Erik (Medan), Irvan (Pangkalan Bun), Bambang (Tulungagung), Reno (Manado), Robby (Bandung), Alam (saya lupa).

Membaca kisah ini, akan membawa kita menemukan berbagai pelajaran-pelajaran fisika zaman sekolah yang disampaikan dengan metode yang luar biasa sederhana dan asyik. Sampai-sampai saya menyesali mengapa dimasa saya sekolah dulu, saya malah disuruh menghapalkan rumus-rumus fisika tanpa eksperimen yang membuat saya serta merta tidak menyukai mata pelajaran itu. Seperti salah satu contoh pembelajaran yang ditawarkan oleh ayah Clara didepan para siswa SMP; Pertunjukkan meniup balon hingga mengembang maksimal dan meminta seorang siswi untuk menusukkan tusuk sate menembus balon tersebut. Apa yang anda harapkan dengan pertunjukkan tersebut? Awalnya saya sebagai pembaca berpikir balon itu pasti pecah, namun ternyata ada cara untuk membuatnya tidak pecah bahkan ketika tusuk sate itu menembus sisi lain dari balon tersebut. Contoh seperti itu jika terus diterapkan di ruang kelas, niscaya fisika tidak akan menjadi momok yang menakutkan untuk para pelajar.

Feby Indirani melukiskan kehidupan para siswa-siswi terpilih dalam asrama FUSI, ia memperlihatkan daya juang setiap orang, mengurai persahabatan, mengungkap setiap karakter, dan menyuguhkan kisah-kisah dibalik setiap peserta yang pastinya menyentuh hati, alasan-alasan mengapa mereka berjuang untuk tetap berada di FUSI. Semuanya itu membuat buku ini bukan hanya menjadi sebuah buku yang menggurui secara teori namun memasukkan semua teori itu kedalam sebuah contoh nyata kehidupan yang butuh perjuangan. Seperti kisah salah satu peserta, Meddy, asal ambon yang berhasil selamat dari kobaran api yang melahap rumahnya saat kerusuhan Ambon tahun 1999. Ia selamat karena kakaknya membantunya dengan mengorbankan dirinya sendiri. Ini mungkin adalah cerita fiksi, tetapi saya tahu bahwa keadaan itu bukanlah fiksi bagi masyarakat ambon dan menurut saya Feby berhasil merangkai kisahnya dengan sangat baik.

Lewat kisah fiksi ini juga, pembaca akan diajak untuk memperoleh berbagai pengetahuan baru yang juga menambah wawasan. Contohnya tentang sebuah api alam yang tidak pernah padam di daerah Madura. Atau bahwa pada 17 Februari 1674, Ambon pernah dilanda sebuah gempa yang menewaskan 2322 orang. Lewat kisah ini pun saya mengenal seorang tokoh naturalis buta asal jerman yang bernama Georg Eberhard Rump atau Rumphius yang datang, menikah dan menetap di Ambon lalu memulai penelitiannya, dan terus melanjutkannya bahkan setelah gempa 1674 merenggut semua keluarganya dan peristiwa kebakaran hebat di ambon, 11 Januari 1687, menghabiskan semua dokumen-dokumen penelitiannya.
Adalah Rumphius yang bekerja luar biasa di Ambon meneliti semua tumbuhan dan fauna serta kerang-kerang di laut dan menemukan sistem penamaan binomial serta sistematika biologi lebih dari 50 tahun sebelum Carolus Linnaeus mengeluarkan sistematika binomialnya (Systema Naturae) pada tahun 1740. Sayang, mahakarya Rumphius tak tersiar ke dunia ilmu pengetahuan saat itu karena sebuah intrik. Kalau bisa tersiar, maka Ambon akan dikenang sebagai lokasi tipe systema naturae. Sama halnya dengan intrik antara Charles Lyell dan Charles Darwin agar artikel Halmahera Wallace tak menjadi dasar teori evolusi. Kalau saja Halmahera dan Ambon sempat mengemuka, Indonesia akan selalu dikenang dalam teori evolusi dan systema naturae lebih daripada Galapagos. Sebuah bukti buat kita semua bahwa di dalam ilmu pengetahuan pun ada intrik juga. (diambil dari http://tinyurl.com/6pc4em5).
Kisah Clara’s Medal membuat saya tertawa dan kagum pada saat yang bersamaan. Ke-iseng-an para peserta di dalam asrama yang menggelitik atau upaya mereka mengatasi beban berat yang mereka pikul ditambah lagi dengan adanya masalah pendanaan membuat novel ini istimewa. Walaupun ada beberapa typo dan jujur saya tidak suka dengan pilihan covernya, namun secara keseluruhan saya puas dengan Clara’s Medal. Bintang 4 untuk bacaan pertama saya ditahun 2012 yang sekaligus membuat saya sangat bersemangat untuk kembali mengevaluasi kemampuan saya, meningkatkannya, dan berjuang meraih mimpi.

--------------------------
Judul : Clara’s Medal
Penulis : Feby Indirani
Penerbit : Qanita
Terbit : September 2011
Tebal : 484 hal
ISBN : 9786029225044
--------------------------