Friday, November 16, 2012

Friday's Recommendation [1]



Walaupun sudah sore, rasanya belum terlambat untuk ikut Friday's Recommendation...iya kan ren? Hmm...ini pertama kalinya saya join event yang di host oleh Ren's Little Corner, kebetulan karena saya baru saja membaca buku yang cukup bikin sesak napas. Untuk mengikuti event ini, aturannya gampang kok, silahkan simak beberapa point berikut :
  1. Pilih jenis rekomendasi buku. Ada dua jenis rekomendasi, yang pertama dan sifatnya mutlak adalah Rekomendasi buku untuk diterjemahkan. Jika tidak ada buku yang direkomendasikan untuk diterjemahkan, maka bisa memilih pilihan kedua, Rekomendasi buku pilihan. Disini direkomendasikan buku yang paling kamu suka baca dalam minggu ini.
  2. Pilih hanya 1 (satu) buku untuk direkomendasikan. Tidak boleh lebih.
  3. Beri sinopsis, genre buku, dan alasan kenapa kamu merekomendasikan buku itu.
  4. Posting button meme.
  5. Blogger yang sudah membuatnya memenya, jangan lupa menaruh link ke blog di daftar linky di bagian paling bawah post ini, sehingga pembaca bisa blog walking.
  6. Untuk pembaca blog yang tidak punya blog, bisa menulis rekomendasinya di kolom komen.
  7. Bahasa yang dipergunakan terserah. Jika memang khusus blog yang menggunakan bahasa inggris, dipersilahkan menulis dengan bahasa inggris, begitujuga sebaliknya.
Nah, untuk Friday's Recommendation pertama ini, saya ingin merekomendasikan buku yang sudah lama diterbitkan oleh Gramedia, berjudul The Thirteenth Tale yang ditulis oleh Diane Setterfield. Kebetulan buku ini baru saja saya review. Berikut ini penampakannya.


  Berikut ini, sinopsis The Thirteenth Tale dari Goodreads :

 "Ceritakan padaku yang sesungguhnya."

Permintaan sederhana itu mengusik hati Vida Winter, novelis ternama yang penuh rahasia. Bukankah selama enam puluh tahun ini dia telah mengarang banyak dongeng, tapi tak pernah mengungkapkan kisahnya sendiri? Namun, menjelang ajal, masa lalu tak dapat dihindarinya lagi, berapa pun banyaknya dongeng yang telah ditenunnya.

Maka Vida Winter mengundang Margaret Lea, penulis biografi muda, yang memiliki rahasia sendiri tentang kelahirannya, yang telah dikubur dalam-dalam oleh orang-orang yang paling dia kasihi, dan menciptakan bayang-bayang kelam yang membuntuti tiap langkahnya.

Inilah kisah Vida dan keluarga Angelfield: Isabelle yang cantik dan keras kepala, si kembar Adeline dan Emmeline yang liar, rumah besar Angelfield yang tua dan nyaris ambruk, serta semua penghuninya, hidup atau mati. Sementara Margaret tenggelam dalam dongeng Vida, rahasia kelam itu lambat laun tersingkap, dan saat kebenaran mengemuka, kedua wanita itu pun harus menghadapi hantu-hantu yang selama ini membayangi hidup mereka.

Alasan pertama, mengapa saya merekomendasikan buku ini adalah well..this is Book Lover's Book, ide ceritanya menarik, cara penuturannya pun tidak kalah menarik dan anda pasti akan terkaget-kaget dengan ending ceritanya. Baca buku ini agak membuat sesak napas karena buku ini memuat semua ciri khas Gothic yang bisa kita temukan di karya klasik seperti Jane Eyre atau Wuthering Heights. Nah, itu aja ya petunjuknya, silahkan membaca untuk mengenal karya ini lebih lanjut.

The Thirteenth Tale




“All children mythologize their birth. It is a universal trait. You want to know someone? Heart, mind and soul? Ask him to tell you about when he was born. What you get won’t be the truth: it will be a story. And nothing is more telling than a story.” ~ Diane Setterfield, the Thirteenth Tale

Margaret Lea telah menghabiskan sepanjang hidupnya berada di toko buku milik ayahnya. Ia bergaul dengan banyak penenun kisah yang berasal dari masa yang berbeda dengan masanya. Ia menyukai kisah klasik dan bersahabat dengan para tokoh klasik. Ia menyukai karya-karya mereka yang telah lama terlupakan. Margaret menjalani hidupnya seperti biasa, menyimpan ceritanya sendiri didasar hatinya dan berdiam diri bersama buku-bukunya. Jane Eyre, Wuthering Heights, The Woman in White menjadi sahabatnya. Ia menjalani kehidupannya dengan cara lama, sampai sebuah surat datang menghampirinya, dan semuanya pun berubah.

Vida Winter adalah seorang penenun cerita. Dongeng-dongengnya dikenal dunia namun kisah hidupnya tetap tinggal sebagai misteri. Ia sangat piawai merangkai sebuah kisah, menceritakan dongeng yang ingin didengar orang, memberikan ending yang membuat setiap orang puas, dan meninggalkan ruang kosong yang membuat setiap orang harus selalu menoleh kembali. Ruang kosong yang seharusnya diisi dengan kisahnya sendiri, namun ia membiarkannya tak terangkai. Tiga Belas Dongeng dan Perubahan Keputusasaan adalah karyanya yang meninggalkan misteri, buku yang setelah beredar dipasaran, ditarik kembali karena hanya memuat dua belas dongeng didalamnya. Dongeng ketiga belas tetap menjadi misteri, sampai seorang pemuda berjas cokelat datang menghampirinya dan memintanya “ceritakan padaku yang sesungguhnya”…saat itulah ia menulis surat kepada seseorang yang terlahir sebagai anak kembar. Mengapa Vida Winter memilih Margaret Lea? Mungkin karena ia pun akan menceritakan kisah anak kembar.

Margaret mengunjungi Vida Winter di rumahnya. Ia sepakat akan menjadi penulis biografi Vida Winter dengan beberapa kesepakatan. Setelah menyetujui bahwa tidak boleh ada lompatan cerita, Vida Winter menenun kisah puluhan tahun silam, kisah tentang keluarga Angelfield, tentang George Angelfied dan Mathilda, kisah Charlie dan Isabell, Adeline dan Emeline, Missus dan John-the-dig, serta kisah rumah yang mungkin berhantu.

Aku dan Margaret Lea, kami berdua sama-sama mendengarkan kisah ini dari mulut Vida Winter. Charlie dan Isabell adalah saudara kandung, Adeline dan Emeline adalah saudari kembar, Missus dan John-the-dig adalah pelayan yang setia sampai mati tetap melayani di rumah keluarga Angelfield. Ada banyak orang yang datang dan pergi, membawa aturan dan meninggalkan bekas yang membuat rumah Angelfield tidak pernah sama. Suasana rumah yang tidak terurus membuat semua tetangga menganggap rumah itu berhantu. Lalu bagaimana kisah mereka yang tinggal di rumah keluarga Angelfield?

Seseorang atau apapun itu menjadi menarik karena mengandung misteri dan buku ini sejak halaman pertama adalah sebuah misteri untukku. Ada banyak hal yang kusukai dari buku ini. Pertama, karena Margaret memiliki toko buku yang sangat kuinginkan. Kedua, karena Vida Winter menenun kisahnya menggunakan bahasa yang tidak biasa, dan Ketiga, karena kisah di buku ini tidak bisa kutebak. Aku bahkan harus membolak –balik beberapa bagian untuk kubaca ulang setelah sebuah rahasia terungkap, rahasia yang menurut Margaret sudah disadarinya namun tidak bisa kusadari, padahal kami berdua menempati posisi yang sama sebagai pendengar. Buku ini adalah referensi model baru untukku, gaya penuturan yang kusukai. Pada bagian awal, Vida Winter bercerita dari sudut pandang orang ketiga, kemudian dibagian tertentu, ia akan menggunakan “aku” untuk menuturkan ceritanya, kemudian aku pun melihat sudut pandang Hester, seorang guru yang pernah hadir dalam keluarga Angelfield, melalui buku hariannya.

Buku ini disebut-sebut sebagai sebuah karya bercirikan gothic yang mengingatkan pembaca pada nuansa klasik Wuthering Height dan Jane Eyre. Cara penuturannya mengalir dan mencekam tetapi indah. Jane Eyre terus menghiasi seluruh kisah dalam buku ini. Setiap karakter dalam buku ini memiliki daya tarik misteri, ada yang rasanya tidak pas, namun sepertinya mereka dibuat memang untuk maksud itu. Dan saat-saat Margaret sudah mulai memahami kisah Vida Winter, disaat yang sama ia membantu saya mampu memahaminya. Ketika rahasia mulai terungkap, Vida Winter dan Margaret Lea justru harus menghadapi kisahnya sendiri, hantunya sendiri, dan pergolakan jiwa mereka yang terus memaksa saya tetap tinggal sebagai satu-satunya pendengar terakhir.

“There is something about words. In expert hands, manipulated deftly, they take you prisoner. Wind themselves around your limbs like spider silk, and when you are so enthralled you cannot move, they pierce your skin, enter your blood, numb your thoughts. Inside you they work their magic.” ~ Diane Setterfield, the Thirteenth Tale

Itulah gambaran kesan selama membaca buku ini. Terimakasih untuk Gramedia telah berhasil menerjemahkan buku dengan mempertahankan gaya penuturan yang mempesona. Lima bintang kuberikan untuk penerjemah. Diane Setterfield adalah penulis asal inggris yang lahir pada bulan Agustus 1964. The Thirteenth Tale adalah novel pertamanya yang diterbitkan pada tahun 2006 dan langsung menjadi New York Times’s Bestseller. Well, this is Book Lover’s Book.


---------------------------------------------------------------------
Judul: The Thirteenth Tale (Dongeng ketiga belas)
Penulis: Diane Setterfield
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret 2009 (Cetakan II)
Tebal: 608 hal
ISBN: 978-979-22-4129-7
----------------------------------------------------------------------

Thursday, November 8, 2012

"Gone with the Wind" Read Along 2012


Gone with the Wind published by Gramedia Pustaka Utama


Well, my dear, take heart. Someday, I will kiss you and you will like it. But not now, so I beg you not to be too impatient ~ Rhett Butler

Classic Club menuntun saya mengenal salah satu karya sastra yang sangat kontroversial. Karya sastra yang ditulis oleh penulis asal Amerika, Margaret Mitchell. Wow…buku setebal seribu halaman yang cukup membuat saya cemas, akankah saya mampu menyelesaikannya? Namun setebal apapun sebuah buku, jika dirangkai dengan menarik, ribuan halaman pun tidak akan menjadi masalah, dan tanpa terasa saya sudah berada dilembar-lembar terakhir buku ini. Kisah ini mulai ditulis pada tahun 1926 dan akhirnya diterbitkan pertama kali pada tahun 1936. Novel ini bergenre romance yang berpusat pada kisah cinta antara Scarlett dan seorang pria asal Charleston bernama Rhett Butler. Walaupun ditulis pada awal abad ke-19, namun kisah ini dilatarbelakangi oleh perang saudara di Amerika pada tahun 1861-1865 serta masa-masa rekonstruksi paska perang. Hmmm….kisah yang melibatkan berbagai karakter, situasi, dan tentu saja emosi yang sangat beragam. Pembaca yang baik… once upon a time….

Hiduplah Scarlett O’Hara bersama kedua orang tuanya di Georgia, bagian selatan Amerika. Scarlett hidup di Tara, rumah dan tanah perkebunan orang tuanya. Ia adalah anak sulung dari pasangan Gerald O’Hara dan Ellen Robillard. Keluarga ini terbentuk dari dua budaya yang berbeda. Gerald adalah pria asal Irlandia yang berjuang sepanjang hidupnya untuk mendapatkan semua yang dimilikinya. Sedangkan Ellen terlahir dalam keluarga bangsawan Perancis. Oleh Ellen, Scarlett selalu dididik mengikuti gaya bangsawan seperti layaknya wanita pada masa itu yang harus terlihat lemah, tidak boleh menunjukkan kecerdasannya, dan selalu menjaga sikap.

Self-centered” sepertinya ungkapan yang tepat untuk menggambarkan karakter Scarlett. Ia tahu bahwa dirinya memiliki pesona yang menarik para pria, sehingga acap kali menggunakannya untuk kesenangannya sendiri, bahkan terkadang sangat berlebihan. Ia senang dikelilingi oleh banyak pria, walaupun itu berarti ia akan selalu mendapatkan cibiran dari setiap wanita disekitarnya. Walaupun selalu dikelilingi pria, Scarlett diam-diam menyimpan rasa cintanya kepada Ashley Wilkes. Ashley memiliki karakter yang sangat berbeda dengan semua pria yang selalu mengelilingi Scarlett.

Karena Ashley terlahir sebagai manusia yang menggunakan waktu luangnya untuk berpikir, bukan bertindak. Ia merajut mimpi-mimpi indah aneka warna yang sama sekali tak tersentuh dunia nyata. Ia hidup dalam dunia khayal yang lebih indah daripada Georgia, dan kembali ke dunia nyata dengan enggan ~ Hal 35

Suatu hari ia terkejut menerima undangan pertunangan Ashley dan Melanie Hamilton. Saat menghadiri pertunangan Ashley di Twelve Oaks, kediaman keluarga Wilkes, ia berusaha mengungkapkan perasaannya pada Ashley dengan harapan Ashley akan membatalkan pertunangannya dengan Melanie. Namun Ashley menolaknya dan membuat Scarlett sangat marah. Kemarahannya semakin menjadi ketika seorang tamu bernama Rhett Butler menggoda sikapnya itu.  Tanpa berpikir panjang, saat itu juga Scarlett lantas menerima lamaran Charles Hamilton dengan tujuan untuk membalas dendam pada Ashley. Scarlett dan Charles menikah sehari sebelum pernikahan Ashley dan tak lama kemudian Scarlett pun hamil. Pada saat yang sama pecahlah perang saudara di Amerika. Sebelas Negara Bagian budak di Selatan mengumumkan pemisahan dari Amerika Serikat dan membentuk Konfederasi. Ashley dan Charles berangkat mewakili Konfederasi dalam peperangan itu dan sayangnya Charles meninggal karena terserang disentri di kamp penampungan prajurit. Sungguh malang nasib Scarlett, diusia 16 tahun ia telah menjadi janda dengan seorang anak bernama Wade Hampton Hamilton. Status janda prajurit konfederasi seperti cangkang yang menyusahkan Scarlett karena ia harus mengenakan pakaian berkabung yang jauh dari mode, tidak bisa mengikuti pesta-pesta yang sangat disukainya, tidak bisa berdansa, dan tentu saja tidak ada pria yang akan mendekatinya lagi. Ketika ia menerima undangan dari Melanie untuk berkunjung ke Atlanta, ia pun langsung menerimanya dengan harapannya mencari suasana yang mampu mengembalikan semangat hidupnya.

Tidak butuh waktu lama bagi Scarlett untuk menyukai Atlanta, karena pusat Konfederasi berada di kota itu, banyak prajurit yang beristirahat disana, dan kota itu selalu ramai. Scarlett pun ikut membantu merawat para prajurit di rumah sakit. Masyarakat Atlanta menaruh simpati padanya sebagai seorang janda yang sedang berkabung walaupun Scarlett sama sekali tidak merasa sedih kehilangan Charles. Di kota ini pun Scarlett bertemu kembali dengan Rhett Butler, di sebuah pesta dansa, saat Scarlett sedang bertugas. Rhett memberikan uang sebesar $150 kepada penyelenggara pesta untuk bisa berdansa dengan Scarlett. Semua orang terkejut dengan permintaan Rhett karena Scarlett dianggap masih berkabung. Namun Scarlett bersedia untuk berdansa dengan dalih berkontribusi untuk Konfederasi. Scarlett pun kembali ke lantai dansa dan menikmati cara Rhett memperlakukannya. Sejak saat itu Scarlett mulai sering terlihat bersama Rhett dan semakin lama masyarakat Atlanta semakin sering mengunjingkannya, namun ia sama sekali tidak peduli. Satu-satunya orang yang masih terus mendukung dan menyayanginya adalah Melanie, meskipun tanpa sepengetahuan Melanie, Scarlett sangat membencinya. Namun disaat Melanie hamil dan membutuhkan bantuan untuk melahirkan, Scarlett lah yang menemani dan membantunya. Hal ini dilakukannya bukan karena ia menyayangi Melanie, namun karena ia telah berjanji kepada Ashley akan menjaga Melanie dan bayinya. Rhett yang terus mengunjunginya pun tidak menyurutkan cintanya kepada Ashley, walaupun terkadang ia mengharapkan Rhett terus ada menemaninya. Ia pun bingung dengan perasaannya kepada kedua pria itu. Meskipun Rhett mencintai Scarlett, namun ia pun tidak pernah mengakuinya dengan serius di depan Scarlet, semuanya itu karena sikap Scarlett.
You're so brutal to those who love you, Scarlett.
You take their love and hold it over their heads like a whip ~ Rhett Butler

Saat pasukan Yankee hampir membungihanguskan Atlanta, Scarlett membawa Wade, Melanie dan anaknya meninggalkan Atlanta, memasuki hutan, menempuh perjalanan panjang tanpa persediaan makanan menuju Tara. Ancaman maut kapan saja bisa menghampirinya namun ia mengerahkan semua kekuatannya dan menjadi tumpuan dalam perjalanan itu. Dan sejak saat itu Scarlett yang lama hilang sudah. Ia bertransformasi menjadi Scarlett yang baru. Ketika ia tiba di Tara, ibunya telah meninggal dan ayahnya telah menjadi pikun karena perasaan kehilangan yang sangat mendalam. Hanya ada sedikit makanan namun begitu banyak orang yang harus diberi makan. Sejak saat itu, Scarlett menjadi kepala rumah tanggal di Tara. Ia melukai tangannya dengan melakukan pekerjaan kasar, mengatur persediaan makanan, bahkan membunuh seorang tentara Yankee yang hampir merampoknya di rumahnya sendiri.

Kini ia memandang segala sesuatu dengan sudut pandang baru. 
Di suatu tempat, dalam perjalanan menuju Tara, ia telah membuang masa remajanya. Mala mini adalah malam terakhir ia menganggap dirinya anak kecil. Setelah itu, ia akan menjadi seorang wanita. Masa-masa remaja telah lewat ~ hal 460

Scarlett yang kekanak-kanakan tidak ada lagi, kini ia bertekad untuk memulihkan keadaannya, mempunyai banyak uang agar tidak pernah hidup miskin lagi, walaupun untuk itu ia harus menikah lagi dengan pria yang tidak dicintainya, pria yang jauh lebih tua, dan pria yang seharusnya tidak boleh dinikahinya. Karakter Scarlett berubah total. Seperti apa karakternya? Itulah pertanyaan paling penting yang perlu dijawab. Apakah ia bahagia dengan pernikahannya yang kedua? Siapa pria yang dinikahinya? Lalu bagaimana kelanjutan kisah cinta Scarlett dan Rhett atau adakah harapan ia akan bersatu dengan Ashley?  Lalu bagaimana dengan peperangan yang sedang berlangsung hebat antara pihak Konfederasi dan Yankee?

Gambaran budak dalam karya Mitchell ini menjelaskan perbedaan yang sangat mencolok dari karya lain dengan latar belakang yang sama. Salah satunya adalah Uncle Tom’s Cabin, karya Harriet Beecher Stowe yang menjelaskan bahwa budak yang tinggal di daerah selatan diperlakukan dengan sangat buruk, bahkan dicambuk sampai mati. Namun Gone with the Wind menjelaskan suasana yang berbeda. Para budak terlihat bahagia bersama majikan mereka, bahkan beberapa dari mereka tetap tinggal meskipun telah dibebaskan. Karena itu karya Mitchell ini sering disebut sebagai Anti Tom Literature. Kedua buku inilah yang mengenalkan saya pada salah satu sejarah kelam di Amerika. Namun Gone with the Wind memperkaya saya dengan pengetahuan detail tentang peperangan antara Konfederasi dan Yankee. Memberitahukan saya perasaan kelaparan dan putus asa yang ditimbulkan oleh perang. Dan mengenalkan saya pada budaya yang mengungkung wanita pada masa itu. Novel ini banyak membicarakan tentang cinta. Namun cinta tidak semata-mata menjadi pusat perhatian saya. Ada banyak tema lain yang bisa dijadikan bahan diskusi seperti budaya,  perjuangan hidup, peperangan, kekayaan dan kemiskinan, ironi, kelas masyarakat, pembatasan peran pria dan wanita serta keserakahan. Begitu banyak tema yang akan membuat tulisan ini menjadi sangat panjang jika membahasnya satu persatu. Karena itu silahkan anda membacanya. Membacalah terus meskipun anda mulai membenci Scarlett, karena ada Rhett, Mammy, Ellen, Paman Peter, dan karakter-karakternya lain yang akan membuat anda jatuh cinta. Rhett dan Melanie adalah dua karakter yang saya sukai dalam cerita ini. Singkatnya, memiliki pacar seperti Rhett sama menyenangkannya dengan memiliki sahabat seperti Melanie.

Margaret Munnerlyn Mitchell adalah penulis asal Amerika yang melewati masa kecil di daerah bergaya Victorian, yang tidak jauh dari kawasan Darktown, tempat yang banyak dihuni oleh masyarakat African American di Atlanta. Gone with the Wind menjadi satu-satunya karya Mitchell yang pernah diterbitkan semasa hidupnya dan sekaligus membawanya menerima Pulitzer Prize pada tahun 1937. Karya ini pun telah diangkat ke layar lebar pada tahun 1939. Event read along dan tulisan resensi ini dibuat untuk mengenang hari kelahiran Margareth Mitchell yang tepat pada tanggal 8 November 1900. Saya memberikan 4 bintang untuk karya klasik asal Amerika ini.

--------------------------------------------
Judul : Gone with the Wind
Penulis : Margaret Mitchell
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Juni 2009 (cetakan kedua)
Tebal : 1124 hal
ISBN : 978-979-22-0032-4
--------------------------------------------

Monday, September 3, 2012

Gone With The Wind Read Along 2012




“Gone with the Wind” was listed on my classic club reading list since I joined the club but I don’t have enough courage to start it alone, so thanks to Fanda for being a host to this GWTW read along. Why is the book end up in my reading list? Actually is because it was listed in “1001 Books You Must Read before You Die”. The read along started on September 1st, 2012 till November 7th, 2012. I will read a version in Indonesian, published by Gramedia Pustaka Utama. According to Fanda’s master post, there will be a discussion after each part of the book. You can see the details HERE.

Actually I know nothing about Margaret Mitchell's work or life story. So this is the first time I meet her through thousand pages of GWTW, I really hope that I can enjoy this book. I do love classic literature, but will I success with thousand pages of it? We’ll see :)

Thursday, June 14, 2012

[Review] Sepatu Dahlan


Diantara begitu banyak kasus dan komentar-komentar tidak sedap tentang gaya hidup pejabat bangsa ini, saya mendengar seorang sosok yang memiliki gaya hidup yang berbeda. Mungkin itu bisa dikata sebuah cangkang luar yang tidak lain hanya untuk menutupi sesuatu. Orang yang tidak pernah bekerja bersamanya mungkin akan berpikir seperti itu. Saya sendiri belum pernah bertemu dengan sosok yang satu ini, namun saya ingin membagi pendapat seorang penyiar tentangnya:
Selama mengenal Pak Dahlan Iskan, saya menyaksikan kerendahan hati dan kesederhanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, bagi saya setiap gerak-geriknya selama menjadi menteri bukanlah hal baru, meski gaya kerja dan ucapan Pak Dahlan diluar kebiasaan pejabat pada umumnya. Awalnya saya pikir gayanya yang unik hanya sekedar style memimpin saja. Namun, setelah membaca buku ini, segalanya terkonfirmasi. Kesederhanaan, rendah hati dan kerja keras yang dibarengi keteguhan hati, bukanlah sekedar gebrakan. Tapi itu semua adalah bentuk ucapan syukur Pak Dahlan terhadap apa yang pernah dilaluinya dan sudah dicapai.” – Putra Nababan, Wakil Pemimpin Redaksi dan Penyiar Seputar Indonesia RCTI.
Novel ini terinspirasi dari kisah kehidupan Dahlan Iskan. Penulis melakukan riset dan menyuguhkan sebuah fiksi yang menggambarkan bagaimana Dahlan berjuang untuk masa depannya. Banyak hal yang mempengaruhinya untuk menjatuhkannya, namun sebanyak itu juga hal-hal positif yang membuatnya mampu memelihara semangatnya. Kekuatan keluarga, persahabatan dan kemauan yang keras membuat Dahlan bersemangat untuk meraih mimpinya, seperti kata Ayahnya “Kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan mematangkan jiwa”.

Dahlan lahir di Kebon Dalem, Magetan, Jawa Timur. Ia lahir di sebuah desa dan keluarga yang sangat sederhana. Ia hidup bersama Ayah, Ibu dan Adiknya, Zain. Sementara kedua kakak perempuannya, Mbak Softwati dan Mbak Atun telah merantau ke Madiun untuk melanjutkan pendidikan. Dahlan menyelesaikan sekolah rakyat dan melanjutkan pendidikannya di Tsanawiyah Takeran, tempat dimana seluruh anggota keluarganya menempuh pendidikan. Awalnya ia berencana untuk melanjutkan ke SMP Negeri Magetan, namun karena permintaan Ayahnya, ia menerima untuk bersekolah di Tsanawiyah Takeran. Novel ini menceritakan kehidupan Dahlan sejak lulus sekolah rakyat sampai ia lulus SMA, sekitar akhir tahun 1950an sampai tahun 1965.

Hidup, bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya” [hal 322]

Begitu kata Dahlan Iskan yang sejak kecil telah dididik keras oleh hidup.

mata berkunang-kunang, keringat bercucuran, lutut gemetaran, telinga berdenging..siksaan akibat rasa lapar ini memang tak asing…sungguh aku butuh tidur…sejenak pun bolehlah..supaya lapar ini terlupakan” [kutipan dari belakang cover]

Terkadang perutnya kosong seharian, namun hal itu masih bisa ditahannya dengan mengikatkan sarung erat-erat keperutnya, begitulah caranya menahan lapar. Namun yang mengiris hati adalah saat menyaksikan adiknya yang masih sangat kecil menggigil kelaparan.

Dahlan harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki. Sepulang sekolah, dengan perut yang masih kelaparan ia masih harus bekerja sebagai nguli nyeset, nguli nandur dan ngangon domba. Begitu banyak beban hidup yang harus ditanggung oleh anak seusia Dahlan. Namun meski mereka hidup susah, Bapaknya selalu mengajar Dahlan dan saudara-saudaranya untuk bekerja keras.

pilih ngendi, sugih tanpa iman opo mlarat ananging iman? – pilih mana, kaya tanpa iman atau melarat namun beriman?” Dahlan tidak memilih, namun ia membuat jawabannya sendiri “sugih ananging imankaya dan beriman”. Untuk Dahlan “sugih” hanya berarti satu hal, yaitu memiliki sepatu dan sepeda.

Begitu banyak hal menarik dalam novel ini. Ada bagian-bagian lucu ketika Dahlan menghadapi gadis yang ditaksirnya dan tak tahu harus berbuat apa. Ada bagian-bagian menyenangkan ketika Dahlan, Arif, Kadir, Imran, Komariyah, dan Maryati menikmati kebersamaan mereka dengan cara “anak kampung yang menyenangkan”. Ada bagian-bagian dimana Dahlan harus menyaksikan kaki teman-temannya berselimutkan sepatu keren sementara dia nyeker kemana-mana. Ada bagian-bagian menebarkan ketika Dahlan dan tim voli Takeran akan bertanding melawan SMP Magetan. Dibagian final voli, semua pemain diwajibkan bersepatu, lalu apakah Dahlan yang adalah ketua tim serta tosser andalan harus keluar dari lapangan karena dia nyeker? Satu demi satu kisah kehidupan Dahlan dituturkan oleh penulis dengan sentuhan-sentuhan emosi yang membuat pembaca bisa meletup-letup.

Membaca buku ini, seperti duduk mendengarkan Dahlan Iskan bertutur langsung kepada pembaca karena penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Zaman sekarang Indonesia memiliki banyak sekali penulis, namun saya tidak banyak menemukan seorang penutur cerita yang baik. Membaca novel ini membuat saya tahu bahwa Khrisna Pabichara adalah salah satu penutur cerita yang baik. Cara penuturannya sederhana dan tidak membosankan. Novel ini tidak ditulis dengan alur biasa,  klimaks dan anti klimak, namun novel ini dalam setiap babnya membahas potongan-potongan dari hidup keseharian Dahlan, keluarganya, sekolahnya, teman-temannya, mimpi-mimpinya, ketakutan dan kesedihannya, harapan-harapannya, dan usaha kerja kerasnya. Anda akan menemukan semangat baru dari setiap kepingan cerita itu. Novel ini akan membuat pembaca mensyukuri pemberian Tuhan serta memacu mengobarkan semangat meraih masa depan yang gemilang. Ketika menutup buku ini saya punya satu harapan yaitu bisa berbincang-bincang langsung dengan Pak Dahlan Iskan. Seandainya saya mendapat kesempatan itu, saya punya beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan langsung kepadanya.

Dahlan Iskan menghadiri peluncuran novel ini yang diadakan pada 27 mei 2012 di Bundaran Hotel Indonesia (saat car free day) bersama sekitar 1000 anak yang datang dari berbagai sekolah yang ada di Jakarta untuk mendapatkan motivasi dari tokoh utama novel Khrisna Pabichara ini. Pada acara tersebut Dahlan Iskan membagikan 1000 sepatu kepada anak-anak yang hadir pada saat itu untuk menunjang aktivitas mereka. Sementara ia telah merencanakan untuk membagikan 2600 sepatu lagi selanjutnya. Museum Rekor Indonesia mencatat gerakan ini sebagai sebuah rekor baru di Indonesia.

---------------------------------------
Judul : Sepatu Dahlan
Penulis : Khrisna Pabichara
Penerbit : Noura Books
Terbit : Mei 2012
Tebal : 392hal
ISBN : 978-602-9498-24-0
---------------------------------------