Showing posts with label Romance. Show all posts
Showing posts with label Romance. Show all posts

Thursday, May 30, 2013

[Review] The Great Gatsby by Scott Fitzgerald


Titile: The Great Gatsby
Author: Scott Fitzgerald
Publisher:  Alma Classic Ltd
Published: July 2012
Pages: 213p
Borrowed from Astrid Lim

BBI’s reading schedule this month introduce me to The Great Gatsby by Scott Fitzgerald. Suddenly everyone is talking about Gatsby, in my whazzap, facebook, twitter, Gatsby was the topic. So i challenge myself to join and read the book that actually scares me because all the metaphor and the unusual way of storytelling. I began to read the indonesian version and i don’t understand it. So thanks to Astrid who allow me to borrowed her book, an original version. 

Monday, April 29, 2013

[Review] Girl with a pearl earring by Tracy Chevalier


Title: Girl with a pearl earring
Author: Tracy Chevalier
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
Published: 2003
Pages: 352p
ISBN:979-22-0458-X
Price: 15k (dari koleksi buku bekas teman)

Griet berusia 16 tahun saat orang tuanya mencarikan pekerjaan untuknya. Kecelakaan yang menimpa ayahnya memaksa Griet harus menjadi tulang punggung keluarga. Ia bekerja sebagai pelayan di rumah seorang pelukis, Johannes Vermeer, yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya sendiri. Perempuan yang masih sangat muda dan harus bekerja membiayai keluarga adalah gosip hangat yang langsung beredar di pasar. Kabar baik maupun buruk tidak bisa menjadi rahasia dalam lingkup masyarakat kecil. Mendapatkan pandangan mencemooh adalah sanksi sosial yang paling sering dijumpai. Tak dinyana, Griet pun merasakan hal itu. Hal yang paling berat untuknya adalah meninggalkan keluarganya. Kedatangan Griet disambut oleh lima orang anak di depan rumah majikan barunya itu. Mereka memandangnya dengan rasa ingin tahu, seketika Griet bisa mengenali mana anak yang bisa diatur dan mana yang akan membawa masalah untuknya. 

Saturday, December 31, 2011

Review : Ransom My Heart


Apakah anda ingat tokoh Robin Hood? Tokoh dalam cerita rakyat inggris yang mencuri dari orang kaya untuk membantu rakyat miskin? Nah…anda akan menjumpai sosok Robin Hood dalam diri seorang gadis muda dalam kisah ini.


Finnula Crais hidup bersama keluarganya di Shropshire, sebuah tempat di daerah inggris. Ia memiliki lima kakak perempuan dan satu kakak laki-laki bernama Robert yang sangat menyayanginya. Ia sangat berbeda dari saudari-saudarinya. Jika kelima saudarinya menggunakan gaun ala wanita inggris, ia justru menggunakan celana seperti pria. Menurut Finn, celana adalah pakaian yang tepat untuk memudahkannya berkuda. Finn adalah seorang pemanah terbaik di daerahnya, ia telah memegang busur sejak kecil sehingga berburu adalah kegiatan yang paling disukainya. Ia mengenal semua jalan-jalan dan tempat di dalam hutan yang bahkan jarang dikunjungi oleh penduduk lainnya.

Hampir semua saudarinya telah menikah. Finn pernah menikah, namun langsung menyandang status janda karena suaminya meninggal bahkan sebelum mereka memiliki malam pertama. Kebetulan sekali Finnula tidak mencintai pria itu, sehingga hal itu justru membuatnya bebas kembali. Suatu hari, salah satu kakaknya, Mellana, hamil diluar nikah. Pria yang menghamilinya adalah seorang penyair. Di masa itu, menikahi seorang penyair bukan pilihan yang disarankan, karena pekerjaan itu dianggap tidak mampu menghidupi sebuah keluarga. Dihadapkan pada keadaan seperti itu, Mellana meminta Finn untuk mencari orang asing kaya yang melewati hutan, menyandra orang asing itu, dan meminta tebusan uang kepada keluarganya. Dengan begitu, Mellana akan punya cukup uang walaupun harus menikahi seorang penyair. Dengan niat membantu kakaknya, Finn memulai perjalanannya.

Di sebuah tempat yang jauh dari rumahnya, ia menjumpai dua orang asing yang menurutnya kaya. Dua pria ini adalah ksatria yang baru saja kembali dari Holy Land. Mereka adalah Lord Hugo Fitzstephen dan asistennya Peter. Melihat peluang ini, Finn memulai rencananya. Lord Hugo yang melihat keanehan seorang gadis cantik dalam balutan celana pria pun mulai tertarik mengenal Finn, sayangnya pertemuan pertama mereka di sebuah kedai minum tidak berlangsung lama, karena Finn langsung menghilang. Hingga di tengah hutan, Finn mencegat kedua orang asing ini dengan skenario yang telah disusunya. Menyadari dirinya menjadi tawanan gadis yang sejak awal bertemu, telah menyita perhatian Hugo, Hugo pun diam saja, ia bahkan menyuruh Peter kembali dan meminta uang tebusan kepada keluarganya. Namun, Hugo tidak memberitahukan nama aslinya kepada Finnula. Hugo semakin tertarik kepada Finnula karena melihat sikapnya yang unik dan berbeda dari semua wanita yang pernah ditidurinya. Sementara perlakuan Hugo terhadap Finnula, membuat gadis tomboy ini merasakan hal baru yang belum pernah dikenalnya. Apalagi setelah Hugo mencoba menciumnya dan Finnula bahkan tak kuasa untuk menolak berada dalam pelukan Hugo. Lalu bagaimana dengan scenario penculikannya?

Perjalanan Hugo dan Finnula membawa banyak perubahan sejak awal mereka bertemu. Walaupun tidak mengenal siapa Hugo sebenarnya, Finnula jelas-jelas telah jatuh cinta dengan pria asing itu. Sementara Hugo yang semakin terobsesi dengan Finnula, mulai meyakinkan dirinya harus memiliki gadis itu. Namun, setelah mengetahui identitas Hugo yang asli, Finnula malah menjadi histeris. Hugo tidak mengerti apa yang membuat Finnula bersikap seperti itu. Lantas Siapa Hugo sebenarnya? Apa hubungan Hugo atau masa lalu Hugo dengan Finnula?

Untuk tahun 2011, ini adalah novel romance dewasa pertama yang saya baca. Entah kenapa saya mengambilnya dari rak gramedia, sesuatu dalam sinopsisnya menarik rasa ingin tahu saya. Ransom my heart ditulis dengan cara yang indah. Novel ini memuat konten dewasa yang juga disampaikan dengan indah. Setelah membaca novel ini, saya berpikir bahwa bagaimanapun juga romance selalu memiliki tempat tersendiri di hati wanita, bahkan di hati mereka yang berpenampilan tomboy. Selain itu, novel ini juga pasti membuat para wanita melambungkan hayalan tinggi keangkasa karena Hugo bisa dikatakan seorang lelaki impian, namun jangan lupa bahwa menjadi Finnula pun tidak mudah. Finnula dicintai hampir seluruh penduduk desa karena kebaikannya yang luar biasa. Satu hal dari novel ini yang tidak saya pahami adalah pernyatan historical romance dicovernya. Menurut saya, novel ini sama sekali tidak menyinggung suatu kondisi dimasa tertentu dengan porsi yang cukup untuk dikategorikan sebagai historical romance. Dari segi terbitan, buku ini memiliki beberapa  typo. Covernya sederhana dan justru lebih cocok dengan kisah didalamnya ketimbang dengan genre historical romance-nya. Bisa dibilang Ransom my Heart adalah tipikal novel romance dewasa dengan penyampaian sopan dan indah. Bintang 4 untuk Meg Cabot yang menyajikan hasil tulisan putri Genovia, Mia Thermopolis, dengan menawan.

--------------------------------------------------------
Judul : Ransom My Heart (Sang Penawan Hati)
Penulis : Meg Cabot
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 22 Desember 2011
Tebal : 536
ISBN : 9789792277876
--------------------------------------------------------

Wednesday, December 14, 2011

Review : Where She Went


Walaupun saya selalu bilang novel seperti ini bukan genre yang saya sukai, namun Gayle Forman berhasil membuat saya tekun membaca kedua novelnya. Pertama “If I Stay”, dan yang kedua novel ini. Dan YA…saya pun menyukai novel ini seperti saya menyukai “If I Stay”,, bahkan saya justru lebih menyukai yang satu ini. Bahkan setelah membaca novel ini, saya merasa lengkap dalam memahami kisah Mia dan Adam. Istimewanya lagi, “Where She Went”, diceritakan dengan sudut pandang Adam. Nah…anda akan menemukan sosok yang akan mampu membuat para gadis jatuh cinta dengan sikap dan pemikirannya yang dituangkan lewat kisah ini. Mari menyimak sedikit kisahnya.

Kecelakaan yang merenggut seluruh keluarga Mia membuat hidup Mia tidak pernah sama lagi. Ia terbaring koma beberapa hari. Banyak hal yang disaksikan Mia ketika sedang koma, semua itu adalah sebuah metafisik yang sulit untuk dijelaskan. Cinta Adam telah membawa Mia kembali dari kondisi koma. Mia telah memilih untuk bangun dan melanjutkan hidupnya. Semua orang mencemaskan bagaimana ia akan pulih, namun musik sekali lagi mengalir masuk kedalam darahnya dan memberikannya kekuatan luar biasa untuk kembali mengambil cello dan menciptakan nada-nada indah yang sekaligus menjadi stimulus kepulihannya. Dokter pun tercengang melihat bagaimana musik berhasil menjadi tabib yang manjur untuk Mia. Adam terus menemaninya, menjaganya dan terus mencemaskan dirinya. Lalu suatu hari Mia memutuskan untuk berangkat ke New York, tempat dimana Julliard telah menunggunya. Mia telah diterima untuk melanjutkan studinya di Julliard, tempat para Einstein Musik berkumpul dan berkarya. Mia meninggalkan kakek dan neneknya, meninggalkan Oregon, dan juga meninggalkan Adam.

Kepergian Mia adalah suatu pukulan telak bagi Adam. Sulit mengekspresikan hal ini lewat tulisan, namun Adam mencintai Mia dengan seluruh jiwanya, sehingga kepergian Mia sangat sulit diterimanya. Anda harus membaca sendiri agar bisa memahami hal ini lebih baik. Adam meringkuk bagai anak kecil di rumah orang tuanya, meninggalkan band-nya, Shooting Star. Ia bingung mengapa Mia pergi dan memutuskan semuanya tanpa penjelasan. Hmmm…layaknya seorang musisi, Adam mencurahkan kemarahan, kebingungan, harapannya lewat lirik-lirik dan melodi yang mulai ditulisnya ketika ia meringkuk di kamar masa kecilnya. Puluhan lagu berhasil diciptakannya, dan ketika ia kembali kepada bandnya, ia membuat Shooting Star meroket dengan lagu-lagu ciptaannya. Semua orang mengenalnya, semua orang kini memujanya, ia bahkan hidup bersama seorang bintang film yang sangat cantik dan dipuja semua orang. Tiga tahun telah berlalu sejak perpisahannya dengan Mia. Adam adalah seorang bintang rock terkenal dan Mia adalah seorang Cellis yang dipuja dikalangannya. Namun, apakah Adam bahagia? Apakah Mia telah melupakannya? Apakah Adam pun telah berhasil melupakan Mia?

Disebuah konser tunggal Mia Hall, Adam memberanikan diri menontonnya dari kejauhan. Entah mengapa intuisi menuntunnya untuk membeli karcis masuk dan menikmati permainan cello Mia yang telah lama tidak disaksikannya. Setelah tiga tahun berlalu, malam itu Adam berhasil melihat Mia. Itu sudah cukup baginya. Namun setelah konser selesai, seorang petugas memanggil namanya dan berkata bahwa Mia Hall ingin bertemu dengannya. Pertemuan setelah tiga tahun. Bagaimana Mia tahu Adam menonton konsernya? Apakah Adam akan menemuinya? Jika Ya…lalu apa yang akan terjadi dengan kisah mereka?

Saya gregetan dengan cara Forman membagi kisah dalam novel ini. Kadang Forman membicarakan Adam dan Mia, lalu saat saya sebagai pembaca ingin mengetahui kelanjutan apa yang dilakukan merka, ehhh..Forman memotongnya dengan kisah masa lalu, lagi-lagi membuat saya harus menunggu untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh Mia dan Adam. Adam berhasil mengirimkan perasaannya kepada pembaca. Sehingga menurut saya, Forman lebih berhasil menyelami perasaan Adam dengan sudut pandang ini ketimbang sudut pandang Mia pada buku yang pertama. Banyak hal yang ternyata harus menunggu begitu lama untuk bisa dimengerti. Namun, terkadang hal itu membuat sesuatu menjadi sangat berharga dan membuat seseorang melalui perjalanan panjang yang membuatnya belajar dan siap untuk menghadapi sesuatu yang lebih besar dimasa depan. Entah disengaja ataupun tidak, lewat kisah ini, Forman memperlihatkan bahwa seorang wanita mampu menanggung penderitaan dan peperangan batinnya dengan lebih baik. Namun, Forman juga memberi semacam mimpi kepada para wanita bahwa mungkin diluar sana ada lelaki impian seperti Adam. Karena kisah di buku kedua ini ditulis dari sudut pandang adam, sehingga seruan hati adam benar-benar membuatnya sangat menawan ketika saya membayangkannya.

Kisah Where She Went tetap berbau kasih sayang keluarga, namun lebih banyak menitikberatkan pada kisah asmara Adam dan Mia. Keluarga bisa menjadi kekuatan besar untuk kita, entah mereka bersama dengan kita ataupun tidak, namun satu hal yang pasti bahwa cinta mereka selalu bersama kita dimanapun kita berada. Bintang 4 untuk “Where She Went” yang menghanyutkan.

------------------------------------------
Judul : Where She Went
Penulis : Gayle Forman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : April 2011
Tebal : 240 hal
ISBN : 9789792276503
-------------------------------------------

Monday, December 5, 2011

Review : If I Stay


Novel dengan genre seperti ini, biasanya jarang mendapatkan perhatian saya, namun entah mengapa saya tertarik dengan karya Gayle Forman ini ketika membaca resensi seorang teman. Biasanya drama seperti yang terjadi didalam novel ini lebih suka saya nikmati ketika divisualisasikan dalam bentuk film, dan setelah selesai membaca buku ini, saya sangat berharap kisah ini bisa difilm-kan. Saya melihat kisah ini sebagai sebuah  gambaran kondisi harus memilih yang sering kali dihadapi manusia, pilihan dengan banyak pertimbangan yang membingungkan sang tokoh.

Novel ini meng-capture beberapa jam ketika Mia berjuang dengan keadaanya. Kondisinya sangat buruk. Tinggal atau pergi? Itu adalah pilihannya. Mia baru saja mengalami sebuah kecelakaan bersama keluarganya. Ayah, ibu, dan adiknya Teddy tidak mampu bertahan. Keluarganya meninggal seketika dalam kecelakaan naas itu. Pernakah anda menonton film atau menghadapi seorang kerabat yang terbaring koma? Pernakah anda melihat seorang yang sedang koma meneteskan air mata? Itu mungkin adalah tanda bahwa ia mendengarkan sekelilingnya, ia mampu merasakan, namun belum punya cukup kekuatan untuk memutuskan membuka matanya dan hidup. Demikian juga dengan Mia. Gayle Forman menggambarkan Mia secara fisik sedang terbaring koma, namun jiwanya sedang mengawasi tubuhnya dan setiap orang disekitarnya. Jiwa Mia mampu berjalan, meraba, dan bahkan berpikir. Mia melihat tubuhnya terbaring lemas sesudah kecelakaan itu. Ia berdiri mengawasi semuanya dari luar tubuhnya. Ia melihat orang-orang mengangkat tubuhnya dan tubuh keluarganya yang disadarinya telah meninggalkannya. Ia bingung, ia melihat sekitar dan berharap ada ayah atau ibunya yang juga memiliki jiwa yang melayang seperti dirinya, namun ia hanya seorang diri.
 
Adam adalah seorang bintang rock yang baru saja memulai karirnya. Musik telah mengenalkannya kepada seorang celis klasik bernama Mia. Rock vs Klasik, it doesn’t matter, walaupun genre musik mereka sangat berbeda, namun mereka bertemu dan jatuh cinta. Adam mengetahui keadaan Mia dari Kim, sahabat karib Mia. Mereka berdua sangat sedih melihat keadaan orang yang mereka sayangi itu terbaring tak berdaya. Mereka berdua inilah orang kesayangan Mia selain keluarga yang baru saja meninggalkannya.

Novel setebal 200 halaman ini menggunakan alur campuran. Gayle Forman menggambarkan sosok Mia yang sedang koma, sosok Mia yang sedang mengawasi semua orang dari luar tubuhnya, dan berbagai pertimbangan yang diceritakan Mia. Kisah ini diceritakan dari sudut pandang Mia. Terkadang Mia melompat kemasa ia berkenalan dengan Adam, atau saat ia mulai bersahabat dengan Kim. Mia juga mengingat kembali saat-saat bersama keluarganya, saat mereka makan bersama, saat adiknya Teddy lahir atau bagaimana perjuangan dan pengorbanan ayahnya. Mia juga bercerita tentang mimpi dan perjuangannya menjadi seorang celis, bagaimana perasaannya ketika gesekan yang dibuatnya mengeluarkan suara berat yang hangat itu. Lalu kembali lagi Mia bercerita tentang suatu masa yang dilewatinya bersama keluarganya. Mia sedang berusaha membuat pilihan.

Dari semua alur campuran itu, dari semua cerita yang coba Mia ingat kembali, Gayle Forman ingin memperlihatkan bagaimana Mia berjuang mempertimbangkan semuanya dan mencari jawaban atas keadaannya sekarang. Ia takut membuka mata dan menemukan kesendirian, namun sepertinya ia pun tidak siap untuk pergi. Lalu pilihan apa yang akan dibuatnya? Haruskah ada sebuah alasan yang sangat kuat untuk bisa menahannya tetap hidup? Apakah ia memilih menemui semua orang yang sedang menungguinya di rumah sakit atau pergi menyusul ayahnya, ibunya dan Teddy?

Kisah Mia akan mampu mengingatkan semua pembaca bahwa keluarga adalah sumber kekuatan. Seorang sahabat mampu menjadi saudara dalam setiap kebahagiaan dan kesukaran. Jika menitikberatkan pada alur cerita ini, anda tidak akan menemukan apa-apa. Sekali lagi saya ingatkan, jangan mencari hasil akhir dari novel ini, namun lihatlah proses yang dilalui Mia. Lihatlah kedalam kehidupannya, lihatlah kedalam persahabatannya, lihatlah kedalam perjuangan ayahnya atau kedalam kisah cinta Mia-Adam yang menurut saya masuk akal dan tidak berlebihan, lihatlah kedalam mimpinya dan perjuangan untuk meraihnya. Jika anda melihat semua itu, maka anda akan menemukan banyak hal. Kisah hidup orang lain mampu menjadi inspirasi, bahkan kekuatan untuk menjalani hidup kita sendiri, itulah alasan mengapa saya memutuskan membaca novel ini. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam hidup, pertimbangkanlah dengan baik, temukanlah letak kekuatanmu dan ketika pilihanmu telah dibuat, hiduplah dengan penuh semangat. Bintang 4 untuk kisah “If I Stay” yang sederhana tetapi juga kaya. 

----------------------------------------
Judul : If I Stay (Jika aku tetap disini)
Penulis : Gayle Forman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Februari 2011
Tebal : 200 hal
ISBN : 978-979-22-6660-3
---------------------------------------

Tuesday, May 31, 2011

[Review] Wuthering Heights


Kau berkata aku membunuhmu – hantui aku kalau begitu! Orang yang dibunuh memang menghantui pembunuh mereka. Aku percaya – aku tahu hantu pernah gentayangan di bumi ini. Bersamalah denganku selalu – ambilah bentuk apa saja – buat aku gila! Tapi jangan tinggalkan aku dalam jurang ini, di mana aku tak bisa menemukanmu! Oh Tuhan! Sakitnya tak terkatakan! Aku tak bisa hidup tanpa hidupku! Aku tak bisa hidup tanpa jiwaku!”

Don't judge a book by it's cover.....coba kita pasangkan pernyataan itu secara harafiah ke cover buku ini. Apa yang anda lihat? Seorang pria yang sedang memeluk wanitanya dengan latarbelakang sebuah pohon yang gersang "tak berdaun", terkesan menghitam dan mati? Apakah anda melihat hal yang sama dengan saya? Apakah isi buku ini benar-benar serupa dengan covernya? ini sedikit hal yang saya bisa saya bagikan. Membaca kisah ini selama empat hari benar-benar mempengaruhi saya. Kisah yang sangat membekas.

Wuthering Heights adalah sebutan untuk rumah kediaman keluarga Earnshaw di dalam novel ini. Menurut Wikipedia, Wuthering merupakan kosakata dari daerah Yorkshire yang berarti cuaca yang bergolak. Sama seperti asal katanya, kisah di Wuthering Heights juga membuat emosi saya bergolak hebat. Ini adalah cerita tentang cinta, kebencian, kesedihan dan kematian. Cerita ini bermula dari keluarga Earnshaw. Keluarga ini memiliki dua orang anak, Hindley dan Catherine. Suatu hari, sepulang dari perjalanannya, Mr. Earnshaw membawa seorang anak laki-laki yatim piatu yang sangat kotor, compang-camping dan berambut hitam. Ia bernama Heathcliff. Heatcliff segera menjadi anak favorit bagi Mr.Earnshaw, ia bersahabat dengan Catherine, sedangkan Hindley sangat membencinya. Perlakuan Mr.Earnshaw terhadap Heathcliff membuat Hindley membenci mereka semua. Ayahnya mengirim Hindley untuk melanjutkan sekolah. Mr. Earnshaw memberikan harga diri kepada Heathcliff yang malang dan mengajarinya. Namun, ketika Mr. Earnshaw meninggal dunia, Hindley kembali kerumah bersama istrinya dan mulai menindas Heathcliff. Heathcliff dan Catherine menjadi pemberontak melawan Hindley.

Suatu hari, ketika Heathcliff dan Catherine sedang jalan-jalan di sekitar Thrushcross Grange, kediaman keluarga Linton, Catherine terluka. Keluarga Linton menolong dan merawatnya, namun mereka mengusir Heathcliff. Catherine tinggal beberapa minggu di Thrushcross Grange, ia berkenalan dengan putra-putri keluarga Linton, Edgar dan Isabela. Sekembalinya dari Thrushcross Grange, ia menjadi seorang gadis yang berbeda : lebih lembut dan anggun. Catherine melanjutkan hubungannya dengan Edgar dan Isabella. Ketika Edgar melamarnya, ia berkata “Ya” dan mengorbankan perasaan Heathcliff padanya. Ia mencintai Heathcliff dengan sepenuh jiwa, namun tidak memilihnya sebagai suami karena keadaanya.
Cintaku kepada Linton seperti dedaunan di hutan : waktu akan mengubahnya, aku sadar sekali itu, sebagaimana musim dingin mengubah pepohonan. Cintaku kepada Heathcliff menyerupai karang-karang abadi di bawah – sumber dari sedikit saja kesenangan yang terlihat, tetapi perlu. Nelly akulah Heathcliff. Dia selalu, selalu ada dalam pikiranku – bukan sebagai kesenangan, seperti aku tidak selalu menyenangkan bagi diriku sendiri, tetapi sebagai keberadaanku sendiri
Keputusannya menikahi Edgar terdengar oleh Heathcliff, ia marah dan menghilang selama tiga tahun. Selang tiga tahun, ia kembali, namun ia telah berubah. Tidak ada bekas kemelaratan yang terlihat didalam dirinya. Ia menjadi pria terdidik dan kaya. Catherine yang sejak menikah telah pindah mengikuti suaminya ke Thrushcross Grange sangat senang dengan kepulangan Heathcliff, ia meminta suaminya agar berteman dengan Heathcliff, meskipun ia tahu Edgar selalu membenci tabiat Heathcliff. Namun tidak membutuhkan waktu lama ketika Catherine sadar bahwa ia tidak bisa berteman dengan Heathcliff dan tetap menikah dengan Edgar. 

Heathcliff kembali dengan rencana balas dendam kepada Hindley dan Edgar yang sangat dibencinya. Namun ia juga kembali dengan cinta yang masih sama besarnya terhadap Catherine. Ia mencintai dan juga membenci. Peperangan terus berlangsung di dalam jiwa Heathcliff. Apakah dia sanggup mengatasinya? Akankah Catherine meninggalkan suaminya untuk belahan jiwanya? Bagaimana dengan setiap keturunan mereka? Anak-anak mereka? Akankah mereka hidup bahagia jauh dari perseteruan kelam orang tuanya? 

Saya tidak suka dengan aura negatif novel ini. Namun saya sangat kagum dengan kemampuan novel ini mengaduk emosi saya. Untuk saya pribadi, Emily Bronte sama suksesnya dengan Victor Hugo mengaduk emosi saya ketika saya membaca Les Miserables, tentu saja emosi yang berbeda. Membaca Wuthering Heights awalnya melelahkan, dimulai dan diakhiri dengan mengumpat, namun ketika saya mencoba menerima umpatan itu sebagai sesuatu yang “biasa” untuk beberapa tokoh didalamnya, maka yang tersisa adalah rasa ingin tahu yang besar akan nasib setiap tokoh di dalam cerita ini. Ini adalah sebuah karya sastra yang mengundang banyak kritik dan pujian. Kompleksitas setiap karakter digambarkan dengan sangat jelas dan memukau. Emily Bronte berhasil menyampaikan bagaimana seseorang diwaktu yang bersamaan mampu memiliki kapasitas mencintai dan membenci yang sebanding. Sejak lembaran pertama novel ini, suasananya sangat suram. Semburat kelam tergambar dengan jelas lewat karakter dan kata-kata yang dikeluarkan oleh setiap tokoh. Ketika sampai ke sebuah bagian yang menurut saya merupakan klimaks novel ini, saya merasa seakan ingin masuk ke dalam cerita dan membantu ketidakberdayaan beberapa tokoh didalamnya. Saya memberikan lima bintang untuk novel ini. Menurut saya, it was amazing in different ways. Manusia punya berbagai macam emosi, dan novel ini berhasil mengeluarkan bagian emosi saya yang jarang muncul ketika membaca kisah cinta lainnya. Ternyata sebuah novel mampu mengatakan banyak hal tentang perilaku manusia dan dunia disekitar kita. Novel ini bisa menjadi lebih kompleks daripada hanya menjadi sebuah bacaan. Bahkan novel ini telah menjadi sebuah bahan diskusi dalam membahas isu-isu yang lebih besar. Wuthering Heights membuat saya semakin menyukai literature. Wajar saja jika novel ini menjadi salah satu bacaan wajib untuk pelajar di Amerika. Namun sayangnya, cara penuturan novel ini membuat saya bingung. Perpindahan tokoh “aku” antara Ellen Dean dan Mr.Lockwood, kedua orang yang secara bergantian menuturkan kisah ini, terkadang membuat saya harus membaca ulang beberapa bagian untuk mengetahui siapa yang sedang bercerita.

Didalam novel ini, setiap orang memiliki kesulitan cinta. Catherine mencintai Heathcliff dan demikian sebaliknya, namun mereka harus terpisah. Edgar mencintai Catherine dan menikahinya, namun tidak pernah benar-benar mendapatkan cintanya. Hindley mencintai Francess istrinya, tapi ia meninggal diusia muda. Isabel mencintai Heathcliff, namun mendapat perlakuan yang tidak pantas atas cintanya. Semua orang di dalam novel ini, mencintai seseorang dan terluka oleh cinta itu. Kedua tema yang sama pun banyak sekali muncul didalam puisi-puisi yang diciptakan oleh Emily Bronte.



Emily Bronte related to Wuthering Heights:


Emily Jane Brontë lahir di Thornton, dekat Bradford di Yorkshire, 30 Juli 1818 dan meninggal 19 Desember 1848 pada usia 30 tahun. Ia adalah seorang novelis dan penyair Inggris. Ia dikenal atas novel satu-satunya Wuthering Heights. Dia menerbitkan buku ini dibawah nama penanya Ellis Bell.

Sebelum menulis novel ini, Emily bersama dengan kedua saudaranya, Charlotte dan Anne Brontë pernah mempublikasikan puisi-puisi mereka sekitar tahun 1846, namun karya tersebut hanya terjual dua copy. Kegagalan inilah yang memacu Brontë bersaudara untuk mulai menulis novel mereka masing-masing.

Emily Brontë adalah sosok yang penyendiri. Tidak banyak orang dari zamanya yang mengenal dia dengan baik, selain saudara-saudaranya dan dua orang temannya Ellen Nussey dan Amy Taylor. Ellen Nussey adalah orang yang merawat kakaknya, Charlotte Bronte, dan dialah yang diyakini telah menjadi inspirasi untuk tokoh Ellen Dean di dalam novel ini.

Mengenai latar belakang, ada beberapa dugaan mengenai asal inspirasi Wuthering Heights. Sehubungan dengan kehidupan Emily Bronte yang penyendiri, ia pernah belajar disebuah sekolah, Law Hill, dalam waktu singkat. Pada masa itu, ada seorang hamba yang bernama Earnshaw. Beberapa dugaan kemudian mengaitkannya dengan tokoh-tokoh keluarga Earnshaw di dalam novel ini. Kemudian dugaan lainnya menyebutkan bahwa cerita itu berasal dari kisah kakeknya, Hugh  Brunty, yang pernah dituturkan oleh ayah Emily ketika mereka masih kecil. Namun tidak ada yang tahu pasti dari mana Emily Bronte mendapatkan inspirasi untuk menulis novel ini, hanya ada beberapa cerita yang didengarnya yang kemungkinan diduga bisa menjadi sumber inspirasinya. Cerita-cerita itu bisa dilihat dibawah ini. 


Latar tempat Wuthering Heights sendiri menarik perhatian dan memunculkan banyak rasa ingin tahu. Emily pernah bekerja sebagai pengasuh pada tahun 1838 di sebuah bangunan bergaya gothic, High Sunderland Hall, dekat Halifax, Yorkshire Barat. Bangunan ini diduga menjadi inspirasi Wuthering Heights. Di bangunan tersebut terdapat hiasan berbentuk laki-laki telanjang mirip dengan gambaran yang dituturkan oleh Mr.Lockwood berikut :

sebelum melewati ambang pintu, aku berhenti untuk mengaggumi sejumlah ukiran menyeramkan yang menghiasi bagian depan dan terutama di sekitar pintu utama; di atasnya, di antara kerumunan bentuk monster yang runtuh dan bocah-bocah lelaki tak berbusana…” [hal 7]

source :



 ----------------------------------------------
Judul       : Wuthering Heights
Penulis    : Emily Bronte
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit      : April 2011
Tebal       : 488 hal
------------------------------------------------