Showing posts with label young-adult. Show all posts
Showing posts with label young-adult. Show all posts

Friday, July 31, 2015

Al Capone does My Shirt by Gennifer Choldenko

Title: Al Capone Does my Shirt
Author: Gennifer Choldenko
Publisher: Printed Edition by Puffin Books
Published: April 2006
Page: 288p
ISBN: 9780142403709
I read kindle ebook edition, bought from Amazon $7.70

Lagi-lagi saya membaca buku anak/remaja atas usulan list buku yang ada di Escape from Mr. Lemoncello’s Library, yang ternyata pas dengan tema posting bersama BBI di bulan juli tentang kenakalan anak. Membaca buku anak itu menyenangkan, karena sekali duduk bisa selesai, temponya cepat dan cenderung ringan untuk dinikmati. Kebetulan seorang teman bookish yang juga lagi baca buku ini ngasih sedikit sinopsis tentang isi buku dan bingo saya pun tertarik mencari tahu tentang kisah Moose yang tiba-tiba harus hidup di Alcatraz. Melihat judulnya yang membawa-bawa nama salah satu American gangster, Alphones Gabriel Capone a.k.a Al Capone, saya pikir buku ini tentang thriller remaja, tetapi justru saya menemukan historical fiction ringan yang dibalut kisah keluarga.

Friday, January 30, 2015

[Review] The Clockwork Three by Matthew Kirby [Guess My Santa]

Title: The Clockwork Three (Tiga anak dan satu jam)
Author: Matthew Kirby
Publisher: Gramedia Pustaka Utama (GPU)
Published: Jakarta, 2014
Pages:  448p
ISBN: 978-602-03-0815-9
Hadiah Buku dari Santa (BBI Secret Santa 2014)

"Teman-teman adalah komoditas yang sangat berharga. Kadang-kadang aku berpikir seharusnya aku mengumpulkan mereka lebih banyak" - Hannah

The Clockwork Three adalah kisah tiga orang anak yang hidup di kota yang sama, sebuah kota tua di Amerika yang punya pelabuhan, punya museum seni, punya cagar alam yang tidak kalah luas dibanding kota itu sendiri serta harta karun disuatu tempat, menanti untuk ditemukan. Tidak sulit membayangkan kota ciptaan Matthew Kirby ini, semudah mencium aroma petualangan yang sudah muncul sejak halaman pertama buku ini.

Giuseppe, seorang pengamen jalanan, menemukan sebuah biola hijau dengan lantunan suara yang menciptakan perasaan ajaib, membuat orang-orang merasa berbeda, sehingga memberinya lebih banyak uang. Giuseppe mulai bermimpi untuk pulang ke Italia, tempat dia diculik oleh tuannya, Stephano. Sampai suatu hari Stephano mengetahui keberadaan biola dan uang simpanannya, lalu berniat membunuhnya, Giuseppe pun melarikan diri dan berlindung di cagar alam McCauley.

Monday, June 2, 2014

[Review] The Giver by Lois Lowry

Title: The Giver
Author: Lois Lowry
Publisher: Laurel Leaf
Published: September 2002
Pages: 180p
ISBN: 9780440219071

Reading Dystopia were often frightened me, especially when I read the original version. I had difficulty to imagine what the authors were talked about. It was because they tended to use words that haven’t exist in my vocabulary (*wink, allow me to make some excuse). Therefore, when I started read the first page of this book, which according to Wikipedia is a Dystopia, I was happy because I found words that I could understand easily. It was very simple because The Giver was made for the young readers. 

Wednesday, December 14, 2011

Review : Where She Went


Walaupun saya selalu bilang novel seperti ini bukan genre yang saya sukai, namun Gayle Forman berhasil membuat saya tekun membaca kedua novelnya. Pertama “If I Stay”, dan yang kedua novel ini. Dan YA…saya pun menyukai novel ini seperti saya menyukai “If I Stay”,, bahkan saya justru lebih menyukai yang satu ini. Bahkan setelah membaca novel ini, saya merasa lengkap dalam memahami kisah Mia dan Adam. Istimewanya lagi, “Where She Went”, diceritakan dengan sudut pandang Adam. Nah…anda akan menemukan sosok yang akan mampu membuat para gadis jatuh cinta dengan sikap dan pemikirannya yang dituangkan lewat kisah ini. Mari menyimak sedikit kisahnya.

Kecelakaan yang merenggut seluruh keluarga Mia membuat hidup Mia tidak pernah sama lagi. Ia terbaring koma beberapa hari. Banyak hal yang disaksikan Mia ketika sedang koma, semua itu adalah sebuah metafisik yang sulit untuk dijelaskan. Cinta Adam telah membawa Mia kembali dari kondisi koma. Mia telah memilih untuk bangun dan melanjutkan hidupnya. Semua orang mencemaskan bagaimana ia akan pulih, namun musik sekali lagi mengalir masuk kedalam darahnya dan memberikannya kekuatan luar biasa untuk kembali mengambil cello dan menciptakan nada-nada indah yang sekaligus menjadi stimulus kepulihannya. Dokter pun tercengang melihat bagaimana musik berhasil menjadi tabib yang manjur untuk Mia. Adam terus menemaninya, menjaganya dan terus mencemaskan dirinya. Lalu suatu hari Mia memutuskan untuk berangkat ke New York, tempat dimana Julliard telah menunggunya. Mia telah diterima untuk melanjutkan studinya di Julliard, tempat para Einstein Musik berkumpul dan berkarya. Mia meninggalkan kakek dan neneknya, meninggalkan Oregon, dan juga meninggalkan Adam.

Kepergian Mia adalah suatu pukulan telak bagi Adam. Sulit mengekspresikan hal ini lewat tulisan, namun Adam mencintai Mia dengan seluruh jiwanya, sehingga kepergian Mia sangat sulit diterimanya. Anda harus membaca sendiri agar bisa memahami hal ini lebih baik. Adam meringkuk bagai anak kecil di rumah orang tuanya, meninggalkan band-nya, Shooting Star. Ia bingung mengapa Mia pergi dan memutuskan semuanya tanpa penjelasan. Hmmm…layaknya seorang musisi, Adam mencurahkan kemarahan, kebingungan, harapannya lewat lirik-lirik dan melodi yang mulai ditulisnya ketika ia meringkuk di kamar masa kecilnya. Puluhan lagu berhasil diciptakannya, dan ketika ia kembali kepada bandnya, ia membuat Shooting Star meroket dengan lagu-lagu ciptaannya. Semua orang mengenalnya, semua orang kini memujanya, ia bahkan hidup bersama seorang bintang film yang sangat cantik dan dipuja semua orang. Tiga tahun telah berlalu sejak perpisahannya dengan Mia. Adam adalah seorang bintang rock terkenal dan Mia adalah seorang Cellis yang dipuja dikalangannya. Namun, apakah Adam bahagia? Apakah Mia telah melupakannya? Apakah Adam pun telah berhasil melupakan Mia?

Disebuah konser tunggal Mia Hall, Adam memberanikan diri menontonnya dari kejauhan. Entah mengapa intuisi menuntunnya untuk membeli karcis masuk dan menikmati permainan cello Mia yang telah lama tidak disaksikannya. Setelah tiga tahun berlalu, malam itu Adam berhasil melihat Mia. Itu sudah cukup baginya. Namun setelah konser selesai, seorang petugas memanggil namanya dan berkata bahwa Mia Hall ingin bertemu dengannya. Pertemuan setelah tiga tahun. Bagaimana Mia tahu Adam menonton konsernya? Apakah Adam akan menemuinya? Jika Ya…lalu apa yang akan terjadi dengan kisah mereka?

Saya gregetan dengan cara Forman membagi kisah dalam novel ini. Kadang Forman membicarakan Adam dan Mia, lalu saat saya sebagai pembaca ingin mengetahui kelanjutan apa yang dilakukan merka, ehhh..Forman memotongnya dengan kisah masa lalu, lagi-lagi membuat saya harus menunggu untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh Mia dan Adam. Adam berhasil mengirimkan perasaannya kepada pembaca. Sehingga menurut saya, Forman lebih berhasil menyelami perasaan Adam dengan sudut pandang ini ketimbang sudut pandang Mia pada buku yang pertama. Banyak hal yang ternyata harus menunggu begitu lama untuk bisa dimengerti. Namun, terkadang hal itu membuat sesuatu menjadi sangat berharga dan membuat seseorang melalui perjalanan panjang yang membuatnya belajar dan siap untuk menghadapi sesuatu yang lebih besar dimasa depan. Entah disengaja ataupun tidak, lewat kisah ini, Forman memperlihatkan bahwa seorang wanita mampu menanggung penderitaan dan peperangan batinnya dengan lebih baik. Namun, Forman juga memberi semacam mimpi kepada para wanita bahwa mungkin diluar sana ada lelaki impian seperti Adam. Karena kisah di buku kedua ini ditulis dari sudut pandang adam, sehingga seruan hati adam benar-benar membuatnya sangat menawan ketika saya membayangkannya.

Kisah Where She Went tetap berbau kasih sayang keluarga, namun lebih banyak menitikberatkan pada kisah asmara Adam dan Mia. Keluarga bisa menjadi kekuatan besar untuk kita, entah mereka bersama dengan kita ataupun tidak, namun satu hal yang pasti bahwa cinta mereka selalu bersama kita dimanapun kita berada. Bintang 4 untuk “Where She Went” yang menghanyutkan.

------------------------------------------
Judul : Where She Went
Penulis : Gayle Forman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : April 2011
Tebal : 240 hal
ISBN : 9789792276503
-------------------------------------------

Monday, December 5, 2011

Review : If I Stay


Novel dengan genre seperti ini, biasanya jarang mendapatkan perhatian saya, namun entah mengapa saya tertarik dengan karya Gayle Forman ini ketika membaca resensi seorang teman. Biasanya drama seperti yang terjadi didalam novel ini lebih suka saya nikmati ketika divisualisasikan dalam bentuk film, dan setelah selesai membaca buku ini, saya sangat berharap kisah ini bisa difilm-kan. Saya melihat kisah ini sebagai sebuah  gambaran kondisi harus memilih yang sering kali dihadapi manusia, pilihan dengan banyak pertimbangan yang membingungkan sang tokoh.

Novel ini meng-capture beberapa jam ketika Mia berjuang dengan keadaanya. Kondisinya sangat buruk. Tinggal atau pergi? Itu adalah pilihannya. Mia baru saja mengalami sebuah kecelakaan bersama keluarganya. Ayah, ibu, dan adiknya Teddy tidak mampu bertahan. Keluarganya meninggal seketika dalam kecelakaan naas itu. Pernakah anda menonton film atau menghadapi seorang kerabat yang terbaring koma? Pernakah anda melihat seorang yang sedang koma meneteskan air mata? Itu mungkin adalah tanda bahwa ia mendengarkan sekelilingnya, ia mampu merasakan, namun belum punya cukup kekuatan untuk memutuskan membuka matanya dan hidup. Demikian juga dengan Mia. Gayle Forman menggambarkan Mia secara fisik sedang terbaring koma, namun jiwanya sedang mengawasi tubuhnya dan setiap orang disekitarnya. Jiwa Mia mampu berjalan, meraba, dan bahkan berpikir. Mia melihat tubuhnya terbaring lemas sesudah kecelakaan itu. Ia berdiri mengawasi semuanya dari luar tubuhnya. Ia melihat orang-orang mengangkat tubuhnya dan tubuh keluarganya yang disadarinya telah meninggalkannya. Ia bingung, ia melihat sekitar dan berharap ada ayah atau ibunya yang juga memiliki jiwa yang melayang seperti dirinya, namun ia hanya seorang diri.
 
Adam adalah seorang bintang rock yang baru saja memulai karirnya. Musik telah mengenalkannya kepada seorang celis klasik bernama Mia. Rock vs Klasik, it doesn’t matter, walaupun genre musik mereka sangat berbeda, namun mereka bertemu dan jatuh cinta. Adam mengetahui keadaan Mia dari Kim, sahabat karib Mia. Mereka berdua sangat sedih melihat keadaan orang yang mereka sayangi itu terbaring tak berdaya. Mereka berdua inilah orang kesayangan Mia selain keluarga yang baru saja meninggalkannya.

Novel setebal 200 halaman ini menggunakan alur campuran. Gayle Forman menggambarkan sosok Mia yang sedang koma, sosok Mia yang sedang mengawasi semua orang dari luar tubuhnya, dan berbagai pertimbangan yang diceritakan Mia. Kisah ini diceritakan dari sudut pandang Mia. Terkadang Mia melompat kemasa ia berkenalan dengan Adam, atau saat ia mulai bersahabat dengan Kim. Mia juga mengingat kembali saat-saat bersama keluarganya, saat mereka makan bersama, saat adiknya Teddy lahir atau bagaimana perjuangan dan pengorbanan ayahnya. Mia juga bercerita tentang mimpi dan perjuangannya menjadi seorang celis, bagaimana perasaannya ketika gesekan yang dibuatnya mengeluarkan suara berat yang hangat itu. Lalu kembali lagi Mia bercerita tentang suatu masa yang dilewatinya bersama keluarganya. Mia sedang berusaha membuat pilihan.

Dari semua alur campuran itu, dari semua cerita yang coba Mia ingat kembali, Gayle Forman ingin memperlihatkan bagaimana Mia berjuang mempertimbangkan semuanya dan mencari jawaban atas keadaannya sekarang. Ia takut membuka mata dan menemukan kesendirian, namun sepertinya ia pun tidak siap untuk pergi. Lalu pilihan apa yang akan dibuatnya? Haruskah ada sebuah alasan yang sangat kuat untuk bisa menahannya tetap hidup? Apakah ia memilih menemui semua orang yang sedang menungguinya di rumah sakit atau pergi menyusul ayahnya, ibunya dan Teddy?

Kisah Mia akan mampu mengingatkan semua pembaca bahwa keluarga adalah sumber kekuatan. Seorang sahabat mampu menjadi saudara dalam setiap kebahagiaan dan kesukaran. Jika menitikberatkan pada alur cerita ini, anda tidak akan menemukan apa-apa. Sekali lagi saya ingatkan, jangan mencari hasil akhir dari novel ini, namun lihatlah proses yang dilalui Mia. Lihatlah kedalam kehidupannya, lihatlah kedalam persahabatannya, lihatlah kedalam perjuangan ayahnya atau kedalam kisah cinta Mia-Adam yang menurut saya masuk akal dan tidak berlebihan, lihatlah kedalam mimpinya dan perjuangan untuk meraihnya. Jika anda melihat semua itu, maka anda akan menemukan banyak hal. Kisah hidup orang lain mampu menjadi inspirasi, bahkan kekuatan untuk menjalani hidup kita sendiri, itulah alasan mengapa saya memutuskan membaca novel ini. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam hidup, pertimbangkanlah dengan baik, temukanlah letak kekuatanmu dan ketika pilihanmu telah dibuat, hiduplah dengan penuh semangat. Bintang 4 untuk kisah “If I Stay” yang sederhana tetapi juga kaya. 

----------------------------------------
Judul : If I Stay (Jika aku tetap disini)
Penulis : Gayle Forman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Februari 2011
Tebal : 200 hal
ISBN : 978-979-22-6660-3
---------------------------------------

Monday, November 21, 2011

Review : A Golden Web



Aristoteles menyuarakan pemikirannya bahwa seorang wanita secara fisik lebih rendah dari pria, tempat wanita harusnya hanya dirumah, dan wanita tidak perlu mendapatkan pendidikan yang sama dengan seorang pria. Hei para wanita…apakah anda senang mendengar pendapat seperti itu?

Wanita di masa sekarang tentu tidak akan senang. Namun sekitar abad ke-13 atau abad ke-14, pemikiran ini begitu mengakar di masyarakat. Seorang wanita hanya mendapatkan pendidikan secara informal, seperti dalam biara atau oleh ibunya sendiri. Wanita tidak diterima dalam pendidikan formal bersama pria. Bahkan beberapa novel-novel yang ditulis pada zaman itu menggambarkan bahwa seorang wanita yang menyatakan kecerdasannya secara terbuka terkadang dianggap sebagai seorang penyihir dan dibakar di tiang gantungan. Jika saya hidup di masa itu, maka sangat mungkin saya akan bertindak seperti Alessandra Giliani. Bagaimana dengan anda?

Alessandra hidup bersama ayah dan ibu tirinya di Persiceto. Ibu kandungnya meninggal saat melahirkan adiknya yang paling kecil. Alessandra memiliki seorang kakak, Nicco, dan dua orang adik, Pierina dan Dodo. Sejak lahir ia telah dianggap berbeda karena kecerdasannya. Tidak ada satupun dari saudaranya yang bisa menyamai kecerdasannya. Ia membaca banyak buku, ia memperhatikan laba-laba membuat jaringnya, ia terbiasa memperhatikan banyak hal di lingkungannya. Alessandra juga memperhatikan kondisi Ibunya ketika meninggal melahirkan Dodo. Pilihan saat itu hanyalah menyelamatkan Ibunya atau Dodo. Ilmu Kedokteran belum secanggih sekarang untuk melakukan operasi sesar. Kecerdasan Alessandra membuatnya senang melakukan pengamatan dimanapun ia berada. Ketika sumber pengamatan di dalam rumahnya telah dikuasainya, ia meminta Nicco, kakaknya laki-laki untuk mengajarinya menunggang kuda agar bisa melihat hutan dan dunia di luar rumahnya yang terus dibayang-bayangi oleh ibu tiri yang tidak pernah menyukainya. Hidup alessandra berjalan sesuai keinginannya sampai dipenghujung usianya yang ke-13. Memasuki usia 14 tahun, ibu tirinya mengurungnya di dalam rumah, ia bahkan tidak bisa bertemu dengan Nicco, Pierina dan Dodo. Seperti remaja perempuan lainnya masa itu, saat memasuki usia 14 tahun, seorang gadis akan mulai dilirik oleh para pemuda yang mencari seorang istri, ataupun dijodohkan oleh orang tua masing-masing. Tidak terkecuali untuk Alessandra, Ibu tirinya bermaksud menjodohkannya dengan pemuda pilihannya. Alessandra merasa hidupnya telah berakhir. Jika ia menurut untuk menikah, itu berarti ia akan selamanya tinggal dirumah sebagai seorang istri, melayani suaminya, dan membuang jauh-jauh segala rasa ingin tahunya terhadap mahluk hidup, alam dan ilmu pengetahuan.

Suatu hari, ia mengungkapkan rencananya kepada Ayahnya. Alessandra ingin masuk sekolah kedokteran. Sejak kematian Ibunya, Alessandra terus berpikir, jika seseorang mampu menguasai sebuah ilmu yang bernama Anatomi, mungkin Ibunya bisa diselamatkan. Ia tertarik ketika mengetahui seorang professor Anatomi di Universitas Bologna yang bernama Mondino de’ Liuzzi. Namun ketika ia mengungkapkan cita-citanya kepada Ayahnya, kekecewaanlah yang didapatkannya, karena ternyata Ayahnya pun menganggap rencananya tidak masuk akal dan tidak mungkin dilakukan oleh seorang gadis. Disinilah rencana melarikan diri muncul dibenaknya. Ia tidak punya pilihan lain untuk melanjutkan hidupnya. Tentu jalan yang akan ditempunya tidak mudah apalagi mengingat pemikiran orang-orang masa itu tidak berpihak pada rencananya. Lalu apakah rencananya berhasil?

Barbara Quick tidak sengaja menemukan kisah Alessandra ketika ia sedang mengunjungi Bologna dalam penelitian terhadap seorang ahli anatomi lainnya yang hidup 400 tahun setelah Alessandra. Kisah Alessandra di abadikan oleh seseorang yang bernama Otto Agenius beruapa plakat di St. Pietro e Marcellino. Banyak hal yang menurut Quick diciptakannya sendiri, namun ia berusaha untuk menyelami kehidupan Alessandra pada masa itu. Menurut Quick, kisah Alessandra menunggu untuk ditemukan. Jika saya pun berada pada posisi Quick, saya pun pasti ingin mengangkat kisah ini. Kisah yang mengajarkan banyak hal. Kecerdasan yang dimiliki seseorang tidak akan berguna banyak jika ia tidak berusaha untuk menggunakannya, menemukan rasa ingin tahunya, menggali lebih dalam, bertanya lebih sering dan berusaha bahkan saat semua orang mulai mengaggapmu gila. Lihatlah…mereka yang namanya sampai saat ini tidak dilupakan oleh dunia adalah mereka yang memperjuangkan harapan dan cita-citanya. Novel ini juga memperlihatkan pentingnya seorang saudara, kasih sayang, dan kepercayaan keluarga bagi pertumbuhan seorang anak.

Sebenarnya saya kurang puas ketika selesai membaca kisah ini. Rasanya terlalu singkat jika mengingat kisah ini adalah bagian sejarah dalam dunia Kedokteran. Karena sasaran buku ini adalah remaja, maka nilai historicalnya kurang mendalam. Atau mungkin Barbara Quick memang tidak banyak menemukan fakta mengenai Alessandra. Namun, terimakasih untuk penerbit Atria yang telah membuat saya mengetahui satu hal lagi tentang sebuah sejarah. Kisah Alessandra kuberikan empat bintang sebagai tanda penghargaan terhadap semangat Alessandra yang menginspirasi saya. 

….sejarah adalah tempat aku hidup, tempat kita semua hidup, berdampingan secara nyata maupun tak kasatmata dengan sosok-sosok lain – jika kita bisa cukup tenang dan mendengarkan dengan cukup seksama – yang menyentuh kita dan menceritakan kisah-kisah mereka (Hal 266)

-----------------------------
Judul : A Golden Web
Penulis : Barbara Quick
Penerbit : Atria
Terbit : Maret 2011
Tebal : 272
ISBN : 978-979-024-472-6
------------------------------

Wednesday, October 19, 2011

Review : Hunger Games





Buku ini adalah pertemuan pertama saya dengan Suzanne Collins. Kurang lebih satu  setengah hari saya melahap buku ini, dan ketika sampai di halaman terakhir, saya langsung menuju gramedia untuk mencari kelanjutannya. Suzanne Collins membawa angin segar dalam deretan fantasi yang lagi bermunculan. Lantas apa daya tarik itu?

Dua puluh empat peserta. Hanya satu pemenang yang selamat

Katniss Everdeen tiba-tiba menjadi kepala keluarga ketika ayahnya meninggal dalam pekerjaannya sebagai penambang batu bara. Katniss hidup bersama ibu dan adik perempuanya, Prim, di Distrik 12.  Distrik 12 adalah bagian dari Negara Panem dibawah kekuasaan Capitol. Setiap distrik memiliki pekerjaan utama yang biasanya dilakukan oleh penduduknya. Katniss tidak begitu paham akan hal ini. Ia hanya berkonsentrasi pada kelanjutan hidup keluarganya. Distrik 12 dikelilingi oleh pagar yang seharusnya dialiri listrik, yang membatasi distrik itu dengan hutan belantara. Namun, menyebrangi pagar itu sudah menjadi kebiasaan Katniss ketika dia ingin pergi berburu, walaupun ia tahu, ketika dirinya tertangkap oleh penjaga perdamaian (seperti satpam yang ditempatkan oleh Capitol disetiap distrik) maka keluarganya akan mati kelaparan.

Setiap tahun, Capitol menyelanggarakan sebuah acara yang disebut Hunger Games. Peserta Hunger Games berasal dari perwakilan masing-masing distrik. Setiap distrik diwakilkan oleh sepasang remaja, mereka maju kedalam permainan yang telah diatur oleh Capitol. Pilihannya adalah membunuh atau dibunuh. Ketika nama Prim dibacakan sebagai perwakilan distrik 12, Katniss berlari keatas panggung dan mengajukan dirinya menggantikan adik kesayangannya. Katniss Everdeen dan Peeta Mellark adalah dua orang yang terpilih mewakili distrik 12 dalam Hunger Games ke-74. Entah bagaimana arena yang disiapkan oleh Capitol, namun Katniss tidak bisa mundur lagi, Ia harus maju, dan jika ingin pulang menemui keluarganya, ia harus membunuh 23 orang lainnya. Akankah dia sanggup? Bagaimana ia bisa membunuh Peeta, ketika didepan semua orang lelaki itu menyatakan cinta terpendamnya terhadap Katniss sejak mereka kanak-kanak?

Membaca buku ini, membuat saya tidak sabar untuk membalik setiap halamannya. Saya suka dengan karakter Katniss dan Peeta, walaupun penulis juga menggambarkan beberapa karakter lainnya tidak kalah menariknya. Satu hal yang terpikirkan ketika selesai membaca buku ini adalah kapan saya akan menikmatinya lewat layar lebar. Seperti cerita fantasy pada umumnya, lompatan cerita ini berjalan dengan sangat cepat. Yang sangat menarik dari buku ini adalah kemampuan Collins merangkai strategi bertahan hidup di arena Hunger Games, bagaimana komunikasi berjalan antara peserta dan mentornya yang mengawasinya dari tempat lain. Perlu diketahui, bahwa Hunger Games ini adalah pertarungan 24 peserta yang ditonton oleh setiap penduduk distrik lewat siaran tv, Capitol membuatnya demikian untuk memperingatkan setiap penduduk distrik agar menjauhi pemberontakan. Ada beberapa typo yang menggangu dalam buku ini. Terkadang ada bagian percakapan yang sepertinya diucapkan oleh orang lain, namun disebutkan terucap dari orang lainnya, sehingga membuat saya harus membaca ulang beberapa bagian dan berusaha memahami konteks yang sebenarnya. Namun, itu bukan masalah yang membuat saya berhenti membaca, justru sebaliknya, saya berusaha memahami tujuan penyampaian penulis sehingga tidak melewatkan rahasia-rahasia yang terpendam didalamnya.

Menurut Collins, ide cerita ini muncul ketika ia sedang menonton acara dimana orang-orang berlomba dalam sebuah reality show, sementara di saluran lainnya, ia melihat rekaman dari perang irak. Percampuran keduanya serta lewat sang ayah yang pernah terlibat dalam perang di Vietnam, membantu Collins memahami rasanya kehilangan orang-orang yang dicintai dan memberinya ide cerita ini. Collins bahkan terinspirasi dari mitos Yunani tentang Theseus. Semuanya dirangkai menjadi kisah menegangkan yang membuat saya juga tidak sabar menanti kehadiran hasil adopsinya ke layar lebar yang rencananya akan dirilis pada bulan maret 2012.

Beberapa penghargaan yang diraih oleh Hunger Games antara lain, Best Book of the Year (2008), Notable Children’s book of 2008, Winner of Golden Duck Award in Young Adult Fiction Category (2009).


-------------------------------------------------
Judul     : Hunger Games
Penulis   : Suzanne Collins
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit    : Jakarta, Oktober 2009
Tebal     : 408 hal
ISBN       : 978-979-22-5075-6
-------------------------------------------------