Publisher: Gramedia Pustaka
Utama
Published: Januari, 2006
Published: Januari, 2006
Pages: 816p
ISBN: 979-22-1762-2
SYNOPIS – diambil dari sinopsis dibuku
terbitan GPU.
Harry di tahun keenamnya di
Hogwartz diangkat jadi kapten tim Quidditch Gryffindor heran sekali, mendadak
Quidditch jadi sangat sangat populer. Banyak sekali anak yang mendaftar ingin
masuk tim, bahkan sampai ada anak-anak Hufflepuff dan Revenclaw yang
menyelundup. Tetapi seperti kata Hermione, “Bukan Quidditch yang ngetop, tapi
kau!” Kau belum pernah semenarik ini, dan jujur saja, kau belum pernah sekeren
ini...seluruh dunia sihir harus mengakui kau benar soal Voldemort telah kembali
dan bahwa kau telah menghadapinya dua kali dalam dua tahun terakhir ini dan
berhasil selamat dalam dua-duanya. Dan sekarang mereka menyebutmu ‘Sang
Terpilih’ – nah coba, tidak bisakah kau melihat kenapa orang terpesona
olehmu?”. Pantas saja gadis-gadis sampai nekat mau memberikan ramuan cinta
kepada Harry. Namun Harry tidak memusingkan semua itu. Hanya ada satu gadis
yang memenuhi pikirannya. Lagi pula dia sangat sibuk. Tahun ini Dumbledore
memberinya pelajaran privat. Mempersiapkannya menghadapi musuh bebuyutannya,
Lord Voldemort. Seperti dikatakan Ron, Dumbledore pasti tak akan membuang-buang
waktu untuk memberinya pelajaran kalau dia menganggap Harry pecundang – dia
pasti berpendapat Harry punya peluang! Harry mengira cita-citanya untuk menjadi
Auror telah kandas, karena nilai Ramuannya tidak mencukupi. Namun dia keliru.
Tahun ini Snape tidak lagi mengajar Ramuan, dan Harry menjadi yang paling
pintar dalam kelas Ramuan – berkat bantuan Pangeran Berdarah-Campuran!
Ada banyak pertanyaan
bermunculan tiba-tiba dalam buku keenam ini. Siapakah Pangeran Berdarah-Campuran
itu? Dia yang bukunya digunakan oleh Harry dalam kelas Ramuan dan membuat Harry
menjadi yang terpintar bahkan mengalahkan kecerdasan Hermione. Buku yang juga
memuat mantra-mantra sihir asing yang belum pernah Harry temukan, hasil ciptaan
sang Pangeran Berdarah-Campuran. Lalu ada pertanyaan mengapa Dumbledore
tiba-tiba turun tangan dalam pelajaran Harry, menyediakan waktu khusus untuk
memberikan Harry pelajaran privat bersamanya yang kemudian menuntun pembaca
mengenal istilah Hocrux. Apa itu Hocrux? Sementara semua pertanyaan itu
memenuhi kepala Harry dan tentu saja kepala para pembaca, ada pula Draco Malfoy
yang tiba-tiba menjadi sangat mencurigakan dengan bolak-balik masuk ke kamar
kebutuhan dan yang menurut Harry sedang merencanakan sesuatu yang buruk atas
permintaan Lord Voldemort.
Oke, setelah membaca enam kisah Harry untuk kesekian kali, sihir madam Rowling tidak pernah bisa dikalahkan, selalu berhasil membuatku tertawa dan tentu saja menangis di buku ini. Satu hal yang diperjelas oleh Madam Rowling dalam buku ini adalah perjalanan hidup Tom Marvolo Riddle atau Lord Voldemort. Ia memang dibesarkan di panti asuhan, namun sejak masa-masa awal hidupnya, ia telah memilih untuk menjadi penguasa atas orang-orang disekitarnya, ia telah tergoda pada kekuasaan dan immortality, sesuatu yang nampak jelas berbeda dengan Harry saat pertama kali ia mengetahui siapa dirinya dan apa yang bisa diperbuatnya. Perbedaan terbesar antara keduanya adalah Voldemort sejak awal tidak pernah merasa membutuhkan teman.
Aku masih terheran-heran bagaimana Madam Rowling menyisipkan begitu banyak hal baik dalam buku ini dengan cara cool. Ada satu momen yang sangat kusukai dalam buku ini, momen saat Dumbledore dan Harry mendiskusikan arti ramalan Profesor Trelawney, saat Harry menyadari perbedaan jelas antara diseret ke dalam arena untuk menghadapi pertempuran hidup-mati dan berjalan ke dalam arena dengan kepala tegak. Aku merasa sangat relate dengan momen itu, ada saat-saat dalam hidup, saat seseorang harus memahami situasinya terlebih dahulu sehingga saat harus mengambil keputusan mengarungi sesuatu, ia masuk ke keputusan itu dengan kepala tegak, bukan karena diseret oleh situasi.
It was, he thought, the difference between being dragged into the arena to face a battle to the death and walking into the arena with your head held high. Some people, perhaps, would say that there was little to choose between the two ways, but Dumbledore knew - and so do I, thought Harry, with a rush of fierce pride, and so did my parents - that there was all the difference in the world.
Selesai membaca buku ini, rasanya semakin dekat waktu untuk berpisah lagi dengan Harry, Ron dan Hermione. Ada beberapa quote yang kusukai dalam buku ini, maaf jika aku harus mengutipnya dalam versi inggris karena rasanya lebih menyenangkan seperti itu.
“Why are you worrying about YOU-KNOW-WHO, when you should be worrying about YOU-NO-POO? The constipation sensation that's gripping the nation!” (yang ini brilian bukan, hasil kreativitas si kembar favoritku)
“Dumbledore's man through and through, aren't you Potter?" "Yeah I am," said Harry. "Glad we straightened that out.” (wihh rasanya merinding waktu denger ini, kebayang kalau si Fawkes datang lagi)
“The thing about growing up with Fred and George," said Ginny thoughtfully, "is that you sort of start thinking anything's possible if you've got enough nerve.” (aku selalu suka segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaruh si kembar)
Selain itu ada momen yang tidak muncul di film dan sangat kusukai, ini dia,
“You'd think people had better things to gossip about," said Ginny as she sat on the common room floor, leaning against Harry’s legs and reading the Daily Prophet.
Oke, setelah membaca enam kisah Harry untuk kesekian kali, sihir madam Rowling tidak pernah bisa dikalahkan, selalu berhasil membuatku tertawa dan tentu saja menangis di buku ini. Satu hal yang diperjelas oleh Madam Rowling dalam buku ini adalah perjalanan hidup Tom Marvolo Riddle atau Lord Voldemort. Ia memang dibesarkan di panti asuhan, namun sejak masa-masa awal hidupnya, ia telah memilih untuk menjadi penguasa atas orang-orang disekitarnya, ia telah tergoda pada kekuasaan dan immortality, sesuatu yang nampak jelas berbeda dengan Harry saat pertama kali ia mengetahui siapa dirinya dan apa yang bisa diperbuatnya. Perbedaan terbesar antara keduanya adalah Voldemort sejak awal tidak pernah merasa membutuhkan teman.
Aku masih terheran-heran bagaimana Madam Rowling menyisipkan begitu banyak hal baik dalam buku ini dengan cara cool. Ada satu momen yang sangat kusukai dalam buku ini, momen saat Dumbledore dan Harry mendiskusikan arti ramalan Profesor Trelawney, saat Harry menyadari perbedaan jelas antara diseret ke dalam arena untuk menghadapi pertempuran hidup-mati dan berjalan ke dalam arena dengan kepala tegak. Aku merasa sangat relate dengan momen itu, ada saat-saat dalam hidup, saat seseorang harus memahami situasinya terlebih dahulu sehingga saat harus mengambil keputusan mengarungi sesuatu, ia masuk ke keputusan itu dengan kepala tegak, bukan karena diseret oleh situasi.
It was, he thought, the difference between being dragged into the arena to face a battle to the death and walking into the arena with your head held high. Some people, perhaps, would say that there was little to choose between the two ways, but Dumbledore knew - and so do I, thought Harry, with a rush of fierce pride, and so did my parents - that there was all the difference in the world.
Selesai membaca buku ini, rasanya semakin dekat waktu untuk berpisah lagi dengan Harry, Ron dan Hermione. Ada beberapa quote yang kusukai dalam buku ini, maaf jika aku harus mengutipnya dalam versi inggris karena rasanya lebih menyenangkan seperti itu.
“Why are you worrying about YOU-KNOW-WHO, when you should be worrying about YOU-NO-POO? The constipation sensation that's gripping the nation!” (yang ini brilian bukan, hasil kreativitas si kembar favoritku)
“Dumbledore's man through and through, aren't you Potter?" "Yeah I am," said Harry. "Glad we straightened that out.” (wihh rasanya merinding waktu denger ini, kebayang kalau si Fawkes datang lagi)
“The thing about growing up with Fred and George," said Ginny thoughtfully, "is that you sort of start thinking anything's possible if you've got enough nerve.” (aku selalu suka segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaruh si kembar)
Selain itu ada momen yang tidak muncul di film dan sangat kusukai, ini dia,
“You'd think people had better things to gossip about," said Ginny as she sat on the common room floor, leaning against Harry’s legs and reading the Daily Prophet.
"Three Dementor attacks
in a week, and all Romilda Vane does is ask me if it’s true you’ve got a
Hippogriff tattooed across your chest."
Ron and Hermione both roared
with laughter. Harry ignored them.
What did you tell her?"
I told her it's a Hungarian Horntail," said Ginny, turning a page of the
newspaper idly. "Much more macho.
" Thanks," said
Harry, grinning. "And what did you tell her Ron’s got?" A Pygmy Puff,
but I didn’t say where.”
Welldone Madam
Rowling, “me” ridiculously in love with your magical words.
Submitted for:
mainkan pkv games selama masa pandemi ini dan seterusnya guna dapatkan uang hingga jutaan rupiah yang dapat membantu perekonomian. bisa dimainkan dimana saja. kunjungi 180.215.200.34
ReplyDelete