Monday, September 2, 2013

[Review] Conspirata by Robert Harris

Title: Conspirata
Author: Robert Harris
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
Published: Oktober 2011
Pages: 512p
ISBN: 978-979-22-7619-0


Robert Harris kembali melanjutkan kisah Marcus Tullius Cicero melalui Tiro, budak yang menjadi sekertaris pribadi Cicero. Diakhir buku pertama, Imperium, Cicero berhasil meraih jabatan konsul dengan kecerdikan politik yang luar biasa. Bagi musuh-musuhnya, kekayaan dan pasukan adalah senjata utama, namun bagi Cicero kata-kata adalah satu-satunya senjata yang ia miliki. Dengan kata-kata, ia meniti karirnya dari nol. Tanpa silsilah keluarga bangsawan, ia memulai garis bangsawan itu agar kelak anak-anaknya bisa disebut keturunan konsul. Diawal masa jabatannya sebagai konsul, ia dihadapkan pada mutilasi seorang anak yang menjadi budak rekan konsulnya Hybrida, dari peristiwa ini Cicero mendapat informasi mengenai konspirasi yang sedang dibangun untuk melawan dan bahkan membunuhnya. Di sisi lain ada Catilina, anggota senat yang seperti monster menakutkan bagi bangsa Roma, khususnya bagi Cicero. Catilina saja sudah cukup mengerikan apalagi ditambah dengan pendukung lainnya yang perlahan-lahan membuat Cicero mempertanyakan siapa kawan dan lawan. Namun musuh yang paling besar yang dihadapi oleh seorang Cicero adalah Julius Caesar. Kepintaran Cicero mungkin hanya bisa disandingkan dengan ambisi Caesar untuk menjadi penguasa tunggal. Perlahan tapi pasti Cicero menempatkan mata-mata, merangkul pendukung dan menyiapkan umpan untuk memancing setiap konspirator terjebak dan muncul kepermukaan. Siasatnya pun berhasil dengan akhir hukuman mati bagi setiap orang yang terbukti terlibat dalam konspirasi yang membahayakan Roma. Sayangnya kemenangan ini agak pincang karena Cicero melepaskan Caesar yang jelas ikut terlibat dalam konspirasi itu. Lepasnya Caesar, kepulangan Pompeius Agung dan munculnya skandal perselingkuhan Clodius dan istri Caesar pada saat hari penyembahan dewi Bona Dea menjadi pemicu titik balik kehidupan Cicero. Kali ini, bagaimana kata-kata akan mampu menyelamatkannya?

Robert Harris berhasil menyusun kepingan kata-kata yang pernah ditinggalkan Cicero, baik dalam bentuk surat langsung maupun salinan sejarah menjadi salah satu fiksi politik paling menarik yang pernah kubaca. Membaca buku pertama, Imperium, sudah cukup membuatku kadang-kadang menahan napas sambil menyimak pidato yang disampaikan Cicero baik yang tujuannya merangkul maupun yang mengecam. Namun membaca buku kedua ini, membuatku hampir depresi sepanjang waktu. Seperti judulnya, buku ini berisi seluk beluk konspirasi yang paling menegangkan dalam sejarah Romawi. Keadaan Roma begitu tak menentu dalam balutan awan konspirasi yang turun menyelimuti kota, kecemasan pasti bisa dirasakan oleh pembaca karena Tiro pun sangat mencemaskan nasib majikannya. Sementara membaca, aku terus bertanya-tanya, akankah Cicero bisa selamat, bagaimana nasibnya kelak, apa yang akan terjadi selanjutnya. Kelegaan muncul setiap kali Tiro memberi petunjuk baik tentang keadaan Cicero, namun sayangnya dalam buku ini, keadaan baik tidak pernah bertahan lama, selalu disusul oleh keadaan yang jauh lebih buruk. Berkali-kali Cicero mencoba keluar dari kesulitan yang mengepungnya dari berbagai sudut, namun keadaan buruk terus menerus datang dan membuatku terus merasa depresi saat membaca buku ini.

Setelah menyajikan kepiawaian Cicero dalam memulai karirnya (baca Imperium), Robert Harris jelas ingin menyampaikan betapa banyaknya godaan dan konsekuensi yang harus dipikul oleh Cicero sebagai akibat dari setiap tindakan yang diambilnya saat berjalan menuju puncak. Selain itu hal lain yang jelas dalam buku ini, hampir sangat tepat diungkapkan oleh Tiro,

Tetapi, aku cemas, dalam diri semua manusia yang berhasil meraih ambisi hidup, terdapat garis tipis antara wibawa dan jemawa, percaya diri dan takabur, kemuliaan dan penghacuran-diri (hal 342)

Setelah membaca, aku bertanya-tanya apakah benar ada sosok bernama Tiro. Bagaimanapun juga, keberadaan Tiro diakui dunia, ia meninggalkan salah satu warisan yang sampai saat ini disebut Notae Tironianae, sistem penulisan steno yang digunakannya untuk mencatat setiap hal penting di sekitar Cicero. Buku ini awalnya berjudul Lustrum yang kemudian di retitled di Amerika menjadi Conspirata yang tampaknya lebih cocok dengan isinya. Lustrum merupakan sebuah istilah kuno di Roma yang mengacu pada periode dalam kurun waktu 5 tahun. Istilah ini digunakan ketika Caesar ketika mengajukan dirinya untuk memimpin provinsi selama 5 tahun, yang sejak awal hanya diperbolehkan sepanjang 1 tahun kepemimpinan. Istilah yang rasanya kurang pas untuk menggambarkan keseluruhan isi cerita.

Jika dibandingkan dengan Imperium, Conspirata jelas memiliki konflik yang lebih berat. Namun rajutan kata-kata dalam buku ini begitu mudah dinikmati walau harus sering beristirahat sejenak. Jika ingin mengajukan keberatan, satu-satunya keberatan yang ingin kusampaikan adalah betapa salahnya Cicero melepas Caesar pada saat ia memiliki peluang untuk menghabisinya. Jika ia melakukan seperti yang kubayangkan dan kuinginkan, rasanya sejarah tentang kediktatoran Caesar tidak akan pernah menjadi salah satu karya paling terkenal yang dihasilkan oleh William Shakespeare. Robert Harris jelas adalah penutur cerita yang baik dan tentu saja didukung oleh kepiawaian penerjemah Gramedia yang menghadirkan terjemahan yang sangat mudah dipahami dan mengalir nyaman dibaca. Aku tidak bisa membayangkan jika novel ini diterjemahkan dengan kaku, pasti sangat menyedihkan mengingat kontennya yang sangat menarik. Lima bintang untuk Robert Harris, Cicero, dan Femmy Syahrani (penerjemah) serta Tiro yang baik. 

Kalau kau ingin memimpin republik ini, perpustakaanmu perlu buku lebih banyak daripada sekedar satu jilid (hal 113) 

Submitted for:

Historical Reading Challenge 2013 hosted by Hobby Buku

2013 TBR Pile Challenge hosted by Roof Beam Reader

4 comments: