Title: Conspirata
Author: Robert Harris
Publisher: Gramedia Pustaka
Utama
Published: Oktober 2011
Pages: 512p
ISBN: 978-979-22-7619-0
Robert Harris kembali melanjutkan kisah Marcus Tullius Cicero melalui Tiro, budak yang menjadi sekertaris pribadi Cicero. Diakhir buku pertama, Imperium, Cicero berhasil meraih jabatan konsul dengan kecerdikan politik yang luar biasa. Bagi musuh-musuhnya, kekayaan dan pasukan adalah senjata utama, namun bagi Cicero kata-kata adalah satu-satunya senjata yang ia miliki. Dengan kata-kata, ia meniti karirnya dari nol. Tanpa silsilah keluarga bangsawan, ia memulai garis bangsawan itu agar kelak anak-anaknya bisa disebut keturunan konsul. Diawal masa jabatannya sebagai konsul, ia dihadapkan pada mutilasi seorang anak yang menjadi budak rekan konsulnya Hybrida, dari peristiwa ini Cicero mendapat informasi mengenai konspirasi yang sedang dibangun untuk melawan dan bahkan membunuhnya. Di sisi lain ada Catilina, anggota senat yang seperti monster menakutkan bagi bangsa Roma, khususnya bagi Cicero. Catilina saja sudah cukup mengerikan apalagi ditambah dengan pendukung lainnya yang perlahan-lahan membuat Cicero mempertanyakan siapa kawan dan lawan. Namun musuh yang paling besar yang dihadapi oleh seorang Cicero adalah Julius Caesar. Kepintaran Cicero mungkin hanya bisa disandingkan dengan ambisi Caesar untuk menjadi penguasa tunggal. Perlahan tapi pasti Cicero menempatkan mata-mata, merangkul pendukung dan menyiapkan umpan untuk memancing setiap konspirator terjebak dan muncul kepermukaan. Siasatnya pun berhasil dengan akhir hukuman mati bagi setiap orang yang terbukti terlibat dalam konspirasi yang membahayakan Roma. Sayangnya kemenangan ini agak pincang karena Cicero melepaskan Caesar yang jelas ikut terlibat dalam konspirasi itu. Lepasnya Caesar, kepulangan Pompeius Agung dan munculnya skandal perselingkuhan Clodius dan istri Caesar pada saat hari penyembahan dewi Bona Dea menjadi pemicu titik balik kehidupan Cicero. Kali ini, bagaimana kata-kata akan mampu menyelamatkannya?
Robert Harris
berhasil menyusun kepingan kata-kata yang pernah ditinggalkan Cicero, baik
dalam bentuk surat langsung maupun salinan sejarah menjadi salah satu fiksi
politik paling menarik yang pernah kubaca. Membaca buku pertama, Imperium,
sudah cukup membuatku kadang-kadang menahan napas sambil menyimak pidato yang
disampaikan Cicero baik yang tujuannya merangkul maupun yang mengecam. Namun
membaca buku kedua ini, membuatku hampir depresi sepanjang waktu. Seperti
judulnya, buku ini berisi seluk beluk konspirasi yang paling menegangkan dalam
sejarah Romawi. Keadaan Roma begitu tak menentu dalam balutan awan konspirasi
yang turun menyelimuti kota, kecemasan pasti bisa dirasakan oleh pembaca karena
Tiro pun sangat mencemaskan nasib majikannya. Sementara membaca, aku terus
bertanya-tanya, akankah Cicero bisa selamat, bagaimana nasibnya kelak, apa yang
akan terjadi selanjutnya. Kelegaan muncul setiap kali Tiro memberi petunjuk
baik tentang keadaan Cicero, namun sayangnya dalam buku ini, keadaan baik tidak
pernah bertahan lama, selalu disusul oleh keadaan yang jauh lebih buruk.
Berkali-kali Cicero mencoba keluar dari kesulitan yang mengepungnya dari
berbagai sudut, namun keadaan buruk terus menerus datang dan membuatku terus
merasa depresi saat membaca buku ini.
Setelah menyajikan kepiawaian Cicero dalam memulai karirnya (baca Imperium), Robert Harris jelas ingin menyampaikan betapa banyaknya godaan dan konsekuensi yang harus dipikul oleh Cicero sebagai akibat dari setiap tindakan yang diambilnya saat berjalan menuju puncak. Selain itu hal lain yang jelas dalam buku ini, hampir sangat tepat diungkapkan oleh Tiro,
Setelah menyajikan kepiawaian Cicero dalam memulai karirnya (baca Imperium), Robert Harris jelas ingin menyampaikan betapa banyaknya godaan dan konsekuensi yang harus dipikul oleh Cicero sebagai akibat dari setiap tindakan yang diambilnya saat berjalan menuju puncak. Selain itu hal lain yang jelas dalam buku ini, hampir sangat tepat diungkapkan oleh Tiro,
Tetapi, aku cemas, dalam diri semua manusia yang berhasil meraih ambisi hidup, terdapat garis tipis antara wibawa dan jemawa, percaya diri dan takabur, kemuliaan dan penghacuran-diri (hal 342)
Setelah membaca,
aku bertanya-tanya apakah benar ada sosok bernama Tiro. Bagaimanapun juga,
keberadaan Tiro diakui dunia, ia meninggalkan salah satu warisan yang sampai
saat ini disebut Notae Tironianae, sistem penulisan steno yang digunakannya
untuk mencatat setiap hal penting di sekitar Cicero. Buku ini awalnya berjudul
Lustrum yang kemudian di retitled di Amerika menjadi Conspirata yang tampaknya
lebih cocok dengan isinya. Lustrum merupakan sebuah istilah kuno di Roma yang
mengacu pada periode dalam kurun waktu 5 tahun. Istilah ini digunakan ketika
Caesar ketika mengajukan dirinya untuk memimpin provinsi selama 5 tahun, yang sejak
awal hanya diperbolehkan sepanjang 1 tahun kepemimpinan. Istilah yang rasanya
kurang pas untuk menggambarkan keseluruhan isi cerita.
Jika dibandingkan dengan Imperium, Conspirata jelas memiliki konflik yang lebih berat. Namun rajutan kata-kata dalam buku ini begitu mudah dinikmati walau harus sering beristirahat sejenak. Jika ingin mengajukan keberatan, satu-satunya keberatan yang ingin kusampaikan adalah betapa salahnya Cicero melepas Caesar pada saat ia memiliki peluang untuk menghabisinya. Jika ia melakukan seperti yang kubayangkan dan kuinginkan, rasanya sejarah tentang kediktatoran Caesar tidak akan pernah menjadi salah satu karya paling terkenal yang dihasilkan oleh William Shakespeare. Robert Harris jelas adalah penutur cerita yang baik dan tentu saja didukung oleh kepiawaian penerjemah Gramedia yang menghadirkan terjemahan yang sangat mudah dipahami dan mengalir nyaman dibaca. Aku tidak bisa membayangkan jika novel ini diterjemahkan dengan kaku, pasti sangat menyedihkan mengingat kontennya yang sangat menarik. Lima bintang untuk Robert Harris, Cicero, dan Femmy Syahrani (penerjemah) serta Tiro yang baik.
Submitted for:
Jika dibandingkan dengan Imperium, Conspirata jelas memiliki konflik yang lebih berat. Namun rajutan kata-kata dalam buku ini begitu mudah dinikmati walau harus sering beristirahat sejenak. Jika ingin mengajukan keberatan, satu-satunya keberatan yang ingin kusampaikan adalah betapa salahnya Cicero melepas Caesar pada saat ia memiliki peluang untuk menghabisinya. Jika ia melakukan seperti yang kubayangkan dan kuinginkan, rasanya sejarah tentang kediktatoran Caesar tidak akan pernah menjadi salah satu karya paling terkenal yang dihasilkan oleh William Shakespeare. Robert Harris jelas adalah penutur cerita yang baik dan tentu saja didukung oleh kepiawaian penerjemah Gramedia yang menghadirkan terjemahan yang sangat mudah dipahami dan mengalir nyaman dibaca. Aku tidak bisa membayangkan jika novel ini diterjemahkan dengan kaku, pasti sangat menyedihkan mengingat kontennya yang sangat menarik. Lima bintang untuk Robert Harris, Cicero, dan Femmy Syahrani (penerjemah) serta Tiro yang baik.
Kalau kau ingin memimpin republik ini, perpustakaanmu perlu buku lebih banyak daripada sekedar satu jilid (hal 113)
Submitted for:
Historical
Reading Challenge 2013 hosted by Hobby Buku
2013 TBR Pile Challenge hosted by Roof Beam Reader
Dan sekarang mari sama2 gak sabar menunggu buku ke-3 nya! ;)
ReplyDeleteIyaa mba fanda, aku langsung tahu pasti ada buku ke-3 karna perjalanan Cicero masih panjang kan sampe peristiwa dengan Mark Anthony :)
DeleteAgen Judi Terpercaya
ReplyDeletePanduan Judi Slot Online
LK21
Agen Judi Terpercaya
ReplyDeletePanduan Judi Slot Online
LK21