Author: Haruki
Murakami
Publisher: KPG
Published: November
2009 (Cetakan ke-5)
Pages: 554p
Toru
Watanabe adalah narator sekaligus tokoh utama dalam buku ini. Ia menceritakan
kehidupannya serta hubungan yang ia bangun dengan orang-orang disekitarnya.
Pada masa SMA, ia bersahabat dengan sepasang kekasih Kizuki dan Naoko. Ketiganya
sering menghabiskan waktu bersama, namun Kizuki selalu membuat suasana ceria
dan seimbang antara sahabat dan pacarnya. Bagi Watanabe, Kizuki adalah
satu-satunya sahabat, demikian pun sebaliknya. Suatu hari, tanpa pesan apa-apa
Kizuki mengakhiri hidupnya sendiri. Peristiwa ini memukul Watanabe dan membuka
lubang besar dalam hidupnya. Setelah SMA ia melanjutkan kuliah ke Tokyo, ia
sengaja meninggalkan kampung halamannya untuk mengurangi tekanan sepeninggal
Kizuki. Tak hanya Watanabe, Naoko pun mengalami hal yang sama. Mereka kemudian
bertemu lagi di Tokyo dan mulai sering bersama. Hari minggu adalah hari untuk
Naoko, Watanabe menemaninya jalan kaki mengelilingi Tokyo. Semakin lama Naoko pun
menjadi bagian hidupnya, satu-satunya penghubung dirinya dengan Kizuki dan
satu-satunya orang kepadanya Watanabe membuka hati. Namun suatu hari, setelah melakukan hubungan
sex untuk pertama kali, Naoko menghilang tanpa kabar. Watanabe pun menjadi
galau, ia melampiaskan kekosongan yang dirasakannya dengan meniduri banyak
perempuan atas ajakan temannya Nagasawa. Sampai suatu hari ia bertemu dengan
Midori seorang perempuan easy going
yang agak nyentrik. Naoko dan Midori bagai dua kutub yang sangat berbeda. Jika
Naoko tenang dan penuh rahasia, Midori justru senang membicarakan semua hal
bahkan imajinasi sexnya pun dibicarakan bersama Watanabe. Tanpa sadar Watanabe
terjebak antara Midori yang hidup dan Naoko yang terus dinantinya.
The Great Gatsby adalah novel favorit Watanabe, ia pun menggambarkan
perasaannya terhadap Naoko dengan mengutip green
light ala Gatsby. Seperti sang tokoh utama, Haruki Murakami adalah penulis asal Jepang yang menyukai musik
dan literatur barat, sehingga hasil karyanya pun banyak dipengaruhi oleh budaya
barat. Di buku ini pun banyak referensi lagu-lagu dan literatur klasik yang menarik.
Membaca buku ini seperti menyaksikan kehidupan seseorang dari dekat,
perasaannya, hal-hal yang dilakukannya serta hubungannya dengan orang lain. Karakter
dalam novel ini bener-bener unik. Aku tidak ingin mengatakan aneh, karena
diluar sana pasti ada orang-orang seperti mereka yang tidak ingin disebut aneh
bukan? Sebut saja seseorang seperti Naoko yang telah ditinggal mati dua orang
terdekatnya, kakak dan pacarnya, keduanya dengan cara bunuh diri, akibatnya ia
pun terseret dalam lubang hitam besar yang menganga antara dunia luar dan beban
jiwanya. Pembaca akan melihat efek peristiwa itu dalam kehidupan seseorang. Ada
lagi Reiko-san wanita paru baya yang jadi terganggu jiwanya akibat kehilangan
kemampuan main piano saat ia masih muda, ditambah lagi ia pernah ditelanjangi
oleh seorang remaja lesbian yang sempat membuat dia tak bisa menolak, sehingga
ia mempertanyakan keawarasannya sendiri. Atau Midori, karakter yang sangat
hidup dalam buku ini. Walaupun agak nyeleneh, namun Midori adalah karakter
favoritku, ia perempuan apa adanya yang mengabdi untuk keluarganya dan tanpa
putus asa terus mengejar mimpinya. Ini kali pertama aku membaca karya Haruki
Murakami, it was ok, but nothing
more. Lihatlah semua tokoh itu, menarik namun rasanya aku membutuhkan
keseimbangan. Membaca ini seperti mengingat kembali Wuthering Heights yang
menyesakkan. Hanya saja Emily Bronte menyuguhkan keseimbangan dalam kesesakan
itu, tidak seperti akhir kisah ini.
Haruki
Murakami tampaknya ingin memberi gambaran kepada pembaca seperti apa rasanya
kesepian, bagaimana rasanya ketika tumpuan mimpi dan harapan yang sudah
melambung tinggi dihempaskan kembali ke dasar. Apa yang terjadi kepada
orang-orang yang mengalami hal tersebut? Haruki Murakami menggambarkannya
dengan sangat jelas dalam buku ini, saking jelasnya sampai-sampai aku hampir
tak sanggup melanjutkannya. Ada yang bilang terjemahan indonesia terbitan KPG
ini tidak cukup baik, namun aku masih bisa memahami kisah ini dengan baik.
Watanabe
sepertinya bisa menjadi tokoh favorit para wanita pecinta buku, mengingat
kesukannya membaca akan membuat dia jadi teman diskusi yang menyenangkan.
Selain kebimbangannya sendiri, Watanabe adalah tipe pria menyenangkan, ia tidak
suka menuntut dan dapat menerima seorang teman atau pacar apa adanya. Ia dapat
melihat ke dalam hati seseorang dan tahu cara berkomunikasi bahkan dengan
seseorang yang sedang sekarat di bangsal rumah sakit.
Sayangnya
semua hal yang kusukai dari buku ini tidak mampu membuatku cukup menutup mata
terhadap ending yang tidak jelas dan kesuraman di setiap bagian. Pembaca yang
tidak suka dengan deskripsi sex yang terang-terangan pasti akan menghindari
buku ini. Haruki Murakami membeberkan deskripsi sexual dengan sangat jelas
namun tanpa melebih-lebihkan. Menurutku hal itu alami, cuma memang sangat gamblang.
Aku secara pribadi tidak ada masalah dengan hal ini. Aku hanya merasa ikut gila
saja membaca berbagai detail tentang kejiwaan. Apalagi hubungan sex terakhir
yang dilakukan oleh Watanabe itu benar-benar tidak masuk akal untukku. Kenapa dia
bisa melakukannya dengan orang itu pun, aku tak mengerti. Itulah kesanku untuk
buku ini. Ingin membaca kembali? Tentu tidak. Namun siapapun yang menyukai
ending yang menggantung tak jelas, silahkan bacalah buku ini.
Lalu apa hubungan judul buku ini dengan kisahnya? Norwegian Wood karya John Lennon adalah lagu favorit Naoko. Aku rasa hanya itu hubungannya. Aku kutip liriknya berikut.
Lalu apa hubungan judul buku ini dengan kisahnya? Norwegian Wood karya John Lennon adalah lagu favorit Naoko. Aku rasa hanya itu hubungannya. Aku kutip liriknya berikut.
I once had a
girl
Or should I say
she once had me
She showed me
her room
Isn't it good
Norwegian wood?
She asked me to stay
And she told me
to sit anywhere
So I looked
around
And I noticed
there wasn't a chair
I sat on the rug biding my time
Drinking her
wine
We talked until
two and then she said
"It's time
for bed"
She told me she worked
In the morning
and started to laugh
I told her I
didn't
And crawled off
to sleep in the bath
And when I awoke I was alone
This bird had
flown
So I lit a fire
Isn't it good
Norwegian wood?
hai, Althesia... aku dah lama banget baca buku ini. aku setuju, emang bagus, tapi bacanya pusiiinggg... jadi enggan mengulangi kembali, hahaha. baca karya2nya Haruki Murakami emang butuh otak dan kasabaran yg luar biasa, hahaha, menurutku sih...
ReplyDeleteHi, Iya bukunya bagus tp aku kurang suka sih..sejujurnya alasan utamaku gk begitu suka, aku sendiri kurang paham, rasanya kurang sreg aja..gitu :D
DeleteTpi aku baca buku ini sebentar sih karena memang penasaran dengan endingnya, eh taunya endingnya begitu :(
Jadi pengen baca buku Murakami lainnya deh
Thanks sudah mampir :)
kak althesia, aku saranin baca Umibe no Kafka (Kafka On The shore) pasti lebih bingung :D
DeleteKatanya buku ini berseri, benar nggak?
DeleteOh enggak buku ini cuma 1. Yg berseri itu 1Q84.
Deleteduhhh jadi deg2an, bakal suka nggak ya akuuu? kalo terlalu suram emang capek juga ya sy. tapi banyak banget fansnya si murakami ini :D
ReplyDeleteaku belum sempat kirim nih bukunya padahal udah kubungkus...jumat deh yaa mba kukirim, silahkan baca..kutunggu reviewmu mba :)
DeleteHai Mbak Althesia, saya Yudith dr Gramedia Publishers mau mengirimkan undangan launching buku nih Rantau 1 Muara by Ahmad Fuadi, boleh minta alamat email mbak?
ReplyDeletesekalian kita juga punya buku baru Haruki Murakami, judulnya IQ84.
apakah mbak bisa juga meresensinya?
terima kasih.
Yudith
yudith@gramediapublishers.com
Hi...Yudith nanti saya email yaa..thank you
Deletejadi ini fokusnya ada di ending?
ReplyDeletehanya penasaran bagaimana deskripsi 'sakit jiwa' disini?
sepertinya buku ini lebih enak didiskusikan ya essy? hehehe
Wah enak banget buat didiskusiin bang. Tapi aku agak merubah persepsi ttg buku ini setelah membaca IQ84 nih.
Deletehai Althesia, aku udah baca buku itu pada bulan april lalu, namun aku baru tahu ada blog yang membahas buku ini dan juga buku lainnya (aku seneng bangettt :D). Buku ini sih menurutku bagus, Murakami pandai dalam merepresentasikan kondisi ambivalensi modernisme Jepang pada tahun 1960-an yang tengah menuju postmodernisme. Kizuki, Naoko dan kakak Naoko, mati dengan bunuh diri mungkin itu sebagai simbol atas runtuhnya modernisme, sedangkan Rioko - dia "gila" karena gak bisa menerima dia "mau gituan" dengan gadis lesbian, dia bertanya dirinya sendiri "apakah dia gila ?". Nah yang unik adalah nagasawa - dia beneran simbol postmodernisme karena dia gak peduli dengan dunia selain ambisinya, menunjukkan sikap tegas melalui ambivalensi muda-mudi di sekitarnya, Watanabe - hidup dari Kobe kemudian ke Tokyo, dialah jembatan dari masa modern ke postmodern. Seperti novel lainnya dari Murakami (aku udah baca The girl from Ipanema, Dengarlah nyanyian angin dan 1Q84), Watanabe sebagai narator sikapnya "netral" hanya sebagai pendengar, namun pendengar yang galau. Referensi lagu dan film barat tentu saja itu menjadi pemicu perubahan kondisi modernisme ke postmodernisme, Norwegian Wood, novel yang sangat bagus menurutku (dan juga novel lainnya) karena merupakan representasi yang unik dari realitas sosial di Jepang (Murakami mungkin suka antropologi, di Norwegian Wood dan 1Q84 dia menyebut ilmu itu) sehingga terlihat dia sangat sensitif terhadap kondisi sosial-kultural di Jepang.
ReplyDeleteTapi review kamu ini sangat membantuku melihat bagaimana respon kita sebagai anak Indonesia melihat deskripsi yang detail (dalam berbagai hal ) oleh Murakami, aku pun bingung pada awalnya dan jujur kaget ketika bab terakhir pada kalimat pertama mengetahui kalau Naoko meninggal (rasanya nyesek banget) dan apalagi ending nya ngambang banget (tapi itu ciri postmodernisme - ambivalen melulu). Makasih Althesia reviewnya, bener2 menambah pengetahuan, salam Ichsan :)
Hi Ichsan...sorry banget baru liat comment-mu di blog ini jdi baru sempat balas. Sebenarnya pendapatku ttg Murakami sudah jauh berubah sejak membaca 1Q84. Kalau diatas aku bilang enggan baca ulang buku ini, sekarang aku malah ingin baca lagi karena mungkin ada banyak hal menarik lainnya yang belum sempat kucermati waktu baca pertama karena syok dengan gaya baru. Apalagi ditambah penjelasanmu ttg postmodernism diatas yang sejujurnya gak terpikirkan waktu aku baca buku ini. Thanks a lot utk masukannya :)
DeleteJadi penasaran sama buku Murakami yang ini. Salah satu penulis favorite saya nih. Karya-karyanya mudah dimengerti, namun dalam dan kompleks. Mantap abis!
ReplyDeleteYup..bisa sekalian belajar psychoanalysis deh sambil baca buku2 Murakami :)
DeleteBarusan aku nonton film nya, aku bandingkan dgn novelnya yg dulu aku baca (2004), menurutku lbh bagus novel nya.. Tp karakter midori nya sangat bagus, unik :) agak surprise juga ternyata novel ini di film kan.. Sayangnya nggak dari dulu dpt film ini, barusan td siang ga sengaja browsing malah nemu film norwegian wood ini.. :)
ReplyDeletewahhh aku malah blm pernah nonton filmnya..thanks utk infonya, nyari filmnya dulu deh, selalu menarik menonton film adaptasi novel walaupun sangat sering mengecewakan
DeleteBuku yang cukup menarik untuk dibaca. Walaupun memang ada beberapa bagian yang cukup vulgar untuk dicertakan di khalayak ramai.
ReplyDeleteYup betul sekali...thanks for stopping by
DeleteAq nonyon filmnya aja. Suram memang. Gimana novelnya ya? Pasti lebih parah suramnya. Pastinya aq gak niat sih baca novelnya. Cukuplah hidup banyak masalah. Jangan ditambah sama hal2 psikis yg sebetulnya cuma dari karangan buku, he... Well, endingnya emang aneh. Kirain lah, bakal hepi ending, mengingat suramnya nie film dari awal. Ternyata kadak. Malah lebih tambah suram. Klo nie novel berlanjut, aq rasa yg bakal bunuh diri berikutnya, si watanabe. Habisnya, hidupnya menyedihkan bgt. Aq gak bs bayangkan, apa masih ada org yg msh bs waras setelah ngalamin kejadian parah kek gitu. Tapi y, mungkin midori emang penyeimbang hidupnya. Kalo gak, watababe bs jadi sm gilanya... Ah, film yg suram...
ReplyDeleteaku baru pertama sih baca bukunya haruki ini. baru beberapa lembarawal rada bingung sama bahasa dan alurnya. makanya browsing deh hehe banyak yang bilang buku ini bagus banget makanya deh penasaran. jadi nggak sabar nyelesaiin ini buku.makasih kak reviewnya :)
ReplyDeleteIni novel ke 5 yang aku baca dari karyanya Haruki. Membacanya setiap novelnya, pasti selalu dibuat merenung dan alhasil tiba2 aja kehampaan melanda diri kaya beneran kesepian gitu. Parahnya.. aku selalu nyesek dan kesel kalau baca novel Haruki karena setiap ceritanya pasti ada konflik batin di dalamnya hihi.. apalagi yang tsukuru tazaki tanpa warna dan tahun ziarah ya dan norwegianwood ini juga. Aku sampai kepengen banget diskusikan novel ini ke dosen sastraku. Karena awal aku kenal Haruki ya dari dosenku itu. Kadang suka gemes sendiri kalo ga tau atau bingung mencerna makna yang dimaksud haruki dalam novel itu. Memang si haruki itu menulis sebuah karyanya pasti selalu detail.. sampai sampai hal yang ga penting dibiarkan berserakan begitusaja dalam novelnya hihihi.. tapi justru hal itu yang menjadi penguat dalam novelnya. Makasih mba Althesia udah meredakan kegalauan ini :)
ReplyDeleteAku lagi proses, lagi ending si. Emang parah ni buku. Pas baca, baru bab awal-awal rasanya pengen nyerah. Tapi selalu penasaran sama naoko dan watanabe.
ReplyDeleteBener-bener pake otak aku bacanya. Mikir keras. Pusing. Tapi nagih.
Gila sih, aku udah ngerasa ga kuat baca ni buku padahal belom sampe ke hal 100. Nyerah tapi sayang2, mau lanjutin tapi udah pusing duluan. Hadeuhhh
ReplyDeleteNovel pertama ku yang aku baca dari karya haruki Murakami. Tau buku ini karena dibaca sama RM bts trus penasaran akhirnya baca. Niat mau beli novelnya tp kaga kesampean akhirnya nyari pdf ketemu but the whole novel in English hehehe dari buku ini aku ngerasain hal yg sama dari Watanabe yg kesepian di akhir2 cerita yg sampe berbulan2 ga keep in touch with a person :( aku bingung akhir ceritanya itu midori akhirnya balik ke Watanabe atau engga? Gantung bgt
ReplyDeleteNaoki bunuh diri apa tidak?
ReplyDeleteIya
Delete