Wednesday, October 30, 2013

[Review] The Remains of the Day by Kazuo Ishiguro


Title: The Remains of the Day (Puing-Puing Kehidupan)
Author: Kazuo Ishiguro
Publisher: Hikmah
Published: January 2007
Pages: 336p
ISBN: 979-114-023-5

Ada orang-orang yang mengejar kekayaan dalam hidup, ada yang mencari ketenangan dan mungkin hanya sedikit orang yang mengusahakan pelayanan sempurna kepada majikan tanpa maksud menumpuk harta. Melihat buku ini dari tampilan luar sedikit membuatku menebak-nebak, apa gerangan yang ingin disampaikan Ishiguro dalam tulisannya. Aku mencari sedikit petunjuk dari sinopsis di belakang cover dan mendapati bahwa buku ini bercerita tentang seorang kepala pelayan bernama Stevens yang bekerja di Darlington Hall dengan penuh dedikasi, sukses dan disebut bermartabat serta luar biasa, namun kehilangan beberapa hal yang dikorbankannya termasuk seorang wanita bernama Miss Kenton. Apakah buku ini lantas menjadi kisah “mengejar kembali cinta yang hilang”? Sejujurnya aku sempat berpikir seperti itu, namun apa yang kudapati ternyata sama sekali berbeda. 

Stevens baru saja berganti majikan, dari Lord Darlington menjadi seorang Amerika bernama Mr. Farraday. Pada satu kesempatan, majikannya yang baru memberikan waktu pada Stevens untuk berlibur dan berkeliling Inggris menggunakan Ford milik Mr. Farraday. Liburan adalah salah satu hal yang tidak pernah menjadi prioritas dalam hidup Stevens yang telah 35 tahun membaktikan dirinya pada Lord Darlington, namun karena sepucuk surat yang berasal dari Miss Kenton tiba beberapa hari kemudian, Stevens pun berubah pikiran dan menyambar kesempatan ini untuk berlibur sekaligus mengunjungi Miss Kenton serta menawarkannya kembali bekerja di Darlington Hall karena berdasarkan surat Miss Kenton, rupanya ia telah berpisah dari suaminya. Perjalanan pun dimulai. Seiring dengan mulainya perjalanan Stevens, mulailah juga setiap kenangan yang diuraikannya dalam buku ini. Kenangan yang dibangkitkan oleh Stevens dan disampaikan kepada pembaca adalah kehidupan sehari-harinya selama bekerja di Darlington Hall puluhan tahun sebelumnya. Masa dimana Lord Darlington menjadi tuan rumah dan menyambut orang-orang terpenting dunia, bersama mereka menentukan arah Inggris melalui berbagai diskusi dan debat seputar perang dunia dua. Dalam kesempatan ini Stevens selalu hadir menjadi kepala pelayan. Sehubungan dengan menjadi kepala pelayan, Stevens mengevaluasi pertanyaannya tentang “Seperti apa kepala pelayan yang hebat”? yang lalu menghubungkannya dengan kata “martabat”. Dalam konteks Steven, martabat ia artikan sebagai “tidak meninggalkan sosok profesionalnya demi sosok pribadinya dengan provokasi apapun”, dengan kata lain ia mengutamakan pengendalian diri sempurna dalam keadaan apapun, pekerjaan selalu menjadi yang terutama. Hal ini membangkitkan satu bagian tentang ayahnya yang terbaring sekarat di Darlington Hall disaat Stevens sedang sibuk menjamu tamu konfederasi yang sedang berlangsung. Bahkan disaat ayahnya dinyatakan meninggal di lantai atas rumah itu, Stevens tidak meninggalkan tugasnya sebagai kepala pelayan, menekan emosinya, tetap ramah pada setiap tamu yang sedang ia layani. Meskipun aku merasa pengendalian diri Stevens sangat hebat, entah mengapa disaat yang sama aku mempertanyakan hati nuraninya. 

Ada orang-orang yang sangat menggunakan logika dan ada yang sangat mengandalkan perasaan. Saat logika menang, pasti ada bagian perasaan yang dikorbankan, begitu pun sebaliknya. Inilah yang tergambar jelas dalam memori Stevens tentang ayahnya dan juga Miss Kenton. Tidak hanya berhenti disitu, Stevens pun memanggil kembali memori lain untuk direnungkannya yang sekaligus juga menjadi perenungan bagi pembaca buku ini. Stevens tidak hanya menggambarkan situasi tempatnya bekerja, tetapi juga penilaiannya tentang setiap orang yang ditemuinya. Ia sangat menyanjung kebijaksanaan Lord Darlington dan ia mempercayai apa yang dipercayai oleh majikannya, namun pada akhirnya ia pun mengevaluasi betapa seseorang yang bijak pun bisa mengambil langkah yang salah. Sangat menarik membaca gambaran yang diberikan oleh Stevens mengenai perbedaan orang Inggris dan orang-orang Eropa lainnya. Kehormatan selalu menjadi label yang menempel pada orang Inggris, seburuk apapun keadaan, mereka tidak boleh meninggalkan kehormatan yang diidentikan oleh Steven dengan emosi dan penindasan berlebihan terhadap lawan dan ciri khas lainnya yang selalu berhubungan langsung dengan kehilangan pengendalian diri. Tidak mungkin aku bisa menjelaskan semuanya satu demi satu, karena begitu banyak hal sederhana yang diulas dengan detail dan penuh kesabaran oleh Ishiguro sehingga di bagian awal, aku merasa buku ini sangat lambat dan memancing rasa ngantuk. Namun tak lama, aku pun terbiasa dengan cara penuturan Ishiguro yang akhirnya kusukai dan tanpa sadar aku telah tiba di halaman terakhir. Saat membaca buku ini, Ishiguro berhasil membuatku memikirkan kembali pemahamanku tentang sesuatu, karena ternyata hal itu sangat mempengaruhi apa yang bisa kulihat dan tidak.

Sampai lembar terakhir buku ini, aku tidak menemukan tema “mengejar kembali cinta yang hilang” yang sempat terpikirkan dibagian awal. Dan rasanya sinopsis buku ini agak menyesatkan untukku, Stevens dan Miss Kenton seperti menjadi topik utama dalam buku ini dan tema yang terpikirkan diawal tampaknya cocok dengan sinopsis yang digambarkan. Namun dihalaman terakhir, aku pun menyadari, tidak mudah memberikan sinopsis untuk buku seperti ini. Bagaimana merangkum sebuah buku yang berisi perenungan tentang masa lalu. Karena itu tidak pas rasanya menyalahkan Hikmah akan sinopsis yang menyesatkanku itu, ataukah justru asumsi sekali lagi telah menyesatkanku. Pada akhirnya, aku pun sangat senang telah memberikan kesempatan pada buku ini, karena sejujurnya aku sempat membaca buku ini berkali-kali dan selalu berhenti di sepuluh halaman pertama karena tempo yang sangat lambat. 

Mengenai kisah cinta, tentu saja ada bagian dimana Stevens merenungkan masa lalunya bersama Miss Kenton dan menyadari beberapa hal yang telah dilewatkannya. Namun hal ini kurasa tidak menjadi hal utama dalam buku ini. Terjemahan Hikmah mudah dimengerti, meskipun ada beberapa kata yang tidak kupahami seperti mengapa di sebuah rumah ada yang disebut jongos dan pelayan, ada wakil kepala jongos dan ada kepala pelayan, apakah seharusnya itu sama ataukah memang berbeda. Tiga bintang untuk buku ini. 

Tulisan ini dibuat sebagai review posting bersama Blogger Buku Indonesia di bulan Oktober dengan tema “buku pemenang atau finalis Man Booker Prize”. The Remains of the Day adalah novel ketiga dari Ishiguro dan merupakan pemenang Man Booker Prize pada tahun 1989. Buku ini pun sudah pernah ditayangkan dalam layar lebar yang diperankan oleh Anthony Hopkins dan Emma Thompson.

12 comments:

  1. Baca drama kayak gini memang harus lagi seger ya kalo temponya lambat.. Aku pernah coba baca juga dan belum selesei2 tuh.. Hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya harus lagi seger dan bener-bener NIAT mba hahaha kalo gak mental ke tumpukan lagi buku begini :D

      Delete
  2. Waahh..aku pernah baca yang never let me go dan menurutku lambaaaat banget si, meski sebenarnya kisahnya menarik. kayaknya emang gitu gaya nulisnya si kazuo ini ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini buku pertamanya Ishiguro yang aku baca sih mba, kayaknya aku harus baca never let me go deh karna kok kayaknya buku itu yg lebih ngetop daripda yang ini yaa..penasaran juga mumpung udh terbiasa dengan cara tuturnya Ishiguro nih

      Delete
  3. Aku juga macet baca Never Let Me Go saking lambatnya ... *ini malah nggak bahas resensinya, duh maaf*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Emang butuh kondisi seger baca buku yg tempo beginian

      Delete
  4. Aku baca Never Let Me Go macet separuh jalan, Remains ini lumayan (menyesatkan) karena ekspetasiku ternyata meleset jauh ... Rasanya paling lumayan When We Were Orphans, mungkin karena masuk misteri jadi lebih seru.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ekspektasi meleset gimana mba mar? gak suka ya sama buku ini? aku lumayan suka loh :)

      Delete
  5. Covernya rame yah ._. , aku masih pingin baca Never Let Me Go dulu aja kayaknya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu cover yang digambarku kayaknya warna terlalu mencolok vina, tapi sebenarnya sih lebih soft :)

      Delete