Tuesday, May 21, 2013

[Review] Harry Potter & the Goblet of Fire by JK Rowling



Title: Harry Potter and the Goblet of Fire
Author: JK Rowling
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
Published: Desember 2012 (Cetakan ke-21)
Pages: 896p
ISBN: 979-655-854-8

Serial Harry Potter pertama kali diterbitkan tahun 1997, diterjemahkan ke bahasa Indonesia tahun 2000, dan pertama kali tayang di layar lebar tahun 2001. Di masa-masa itu, saya melewati masa smp dan sma tanpa sedikit pun mendengar dan melihat buku ataupun filmnya. Kalau mengingat masa-masa itu, entahlah saya sedang sibuk dengan hal apa *tepokjidat*. Di tahun ke-2 kuliah, banyak teman sering kumpul di kamar kos saya untuk sekedar ngobrol atau nonton film. Malam itu, mereka membawa film Harry Potter and Goblet of Fire untuk kami tonton bersama. Itulah perkenalan pertama saya dengan Harry dan petualangannya. Tidak perlu menunggu lama untuk jatuh cinta dengan karya Madam Rowling ini. Malam itu, teman-teman saya capek mendengar pertanyaan saya tentang Harry...kenapa dia punya bekas luka? Apa artinya? Siapa Voldemort dan kenapa semua orang takut padanya? Seorang teman lantas menyuruh saya untuk mulai dari film pertama, Harry Potter and the Sorcerer’s Stone. Dengan bermodalkan kenalan seorang penjaga rental VCD, saya pun memintanya mencari koleksi lamanya dan akhirnya berhasil membawa pulang tiga film yang berasal dari buku pertama sampai ketiga. Rasanya seperti menemukan teman baru, sesuatu yang benar-benar saya sukai. Setelah film, lalu dilanjutkan dengan buku, namun saya hanya mulai membaca buku kelima sampai tujuh, dengan asumsi sudah memahami cerita dari buku pertama sampai keempat lewat film. Terimakasih sekali lagi untuk Surgabuku yang memulai event Hotter Potter Reading Challenge ini, sehingga saya bisa membaca buku 1-7 dan khususnya buku keempat ini, untuk pertama kalinya sejak saya mengenal Harry lewat film yang dibawakan oleh teman-teman saya itu.

Kisah ini diawali dengan piala dunia Quidditch, sebuah pertandingan dengan sapu terbang yang sangat digemari Harry. Banyak hal yang membuatnya terkagum-kagum diawal buku ini, sampai-sampai kemunculan tanda Voldemort tidak begitu mempengaruhinya, apalagi ketika sekolahnya diumumkan menjadi tuan rumah untuk Turnamen Triwizard dimana setiap perwakilan sekolah sihir mengirimkan utusan terbaiknya untuk bertanding melewati setiap rintangan dan tugas-tugas yang berat. Sayangnya pertandingan ini hanya boleh diikuti oleh murid yang cukup umur dan Harry tentu saja tidak masuk hitungan. Namun kehebohan terjadi ketika namanya keluar sebagai salah satu peserta Turnamen Triwizard, banyak mata memandangnya dengan kecurigaan dan cibiran, tetapi Harry tidak punya pilihan, ia harus maju dan melaksanakan tugasnya. Setiap rintangan dan teka-teki membuat Harry selalu cemas, apalagi bekas lukanya mulai sering terasa sakit. Mampukah Harry melaksanakan tugas dan lolos dari rintangan yang menjeratnya? Ada apa dengan bekas lukanya?

Buku ini adalah permulaan petualangan dan teka-teki yang cukup berat dan serius. Harry tidak lagi menjadi Harry kecil. Ia mulai sadar tentang tanggung jawabnya. Ia pun mulai melirik gadis-gadis cantik disekitarnya. Ini adalah salah satu buku dengan cerita terbaik dari seluruh rangkaian kisah Harry Potter. Seperti biasa, JK Rowling mulai mengurai lebih banyak jawaban atas teka-teki yang muncul sejak awal. Perkembangan karakter dan persahabatan semakin jelas, sejelas kegelapan yang mulai merebak di masyarakat sihir. JK Rowling tentunya tidak menghilangkan ceplas ceplos Ron atau celetukan kasar Hermione yang membuat Ron diam menyerah. Itu salah satu hiburan dalam setiap buku Harry Potter.

Random things yang memorable dan aku suka di buku ini:

  • Perkemahan penyihir yang menonton piala dunia Quidditch tampaknya sangat menyenangkan, hiasan dan dekorasi masing-masing tenda sayangnya tidak ditampilkan lebih jelas di dalam film.
  • Pengen punya omniocular. Banyak hal bisa diperlambat atau dipercepat sesuka hati kan.
  • Suka sekali dengan karakter Mrs. Wesley,
“aku memarahi kalian sebelum kalian berangkat!” kata Mrs. Wesley, terisak. “Itulah yang memenuhi pikiranku! Bagaimana kalau Kau-Tahu-Siapa berhasil menangkap kalian, dan kalimat terakhir yang kuucapkan pada kalian adalah OWL kalian tidak cukup tinggi? Oh, Fred...George.. (hal 183)

Love Mrs. Wesley more

  • Membayangkan tampang Ron saat menerima jubah pesta dari ibunya adalah salah satu hiburan menyenangkan dalam buku ini, Ron bahkan mengira itu gaun Ginny.
  • Gaya bikin ramalan ngarang ala Ron dan Harry yang makin lama makin tragis benar-benar bikin susah berhenti ketawa, apalagi setelah Profesor Trelawney memuji ramalan mereka dan menyuruh mereka membuat ramalan lagi, padahal keduanya sudah kehabisan ide untuk mengarang.

Bravo JK Rowling

3 comments: