Friday, July 31, 2015

Al Capone does My Shirt by Gennifer Choldenko

Title: Al Capone Does my Shirt
Author: Gennifer Choldenko
Publisher: Printed Edition by Puffin Books
Published: April 2006
Page: 288p
ISBN: 9780142403709
I read kindle ebook edition, bought from Amazon $7.70

Lagi-lagi saya membaca buku anak/remaja atas usulan list buku yang ada di Escape from Mr. Lemoncello’s Library, yang ternyata pas dengan tema posting bersama BBI di bulan juli tentang kenakalan anak. Membaca buku anak itu menyenangkan, karena sekali duduk bisa selesai, temponya cepat dan cenderung ringan untuk dinikmati. Kebetulan seorang teman bookish yang juga lagi baca buku ini ngasih sedikit sinopsis tentang isi buku dan bingo saya pun tertarik mencari tahu tentang kisah Moose yang tiba-tiba harus hidup di Alcatraz. Melihat judulnya yang membawa-bawa nama salah satu American gangster, Alphones Gabriel Capone a.k.a Al Capone, saya pikir buku ini tentang thriller remaja, tetapi justru saya menemukan historical fiction ringan yang dibalut kisah keluarga.

Moose yang berusia 12 tahun tiba-tiba harus pindah ke pulau Alcatraz karena ayahnya mendapat pekerjaan sebagai penjaga penjara di tempat yang terkenal dengan sebutan the rock itu. Buat Moose, pindah ke Alcatraz sangat membosankan karena ia harus meninggalkan semua teman-temannya di San Fransisco dan hanya punya Natalie, kakaknya yang mengidap sindrom autis, ayahnya sangat sibuk, dan ibunya mencurahkan seluruh energinya kepada Natalie. Ia pun tak ingin Natalie mengikutinya sepanjang hari, tapi ibunya memaksakan hal itu atas saran dokter yang menangani Natalie dengan harapan bersama Moose, Natalie bisa berkomunikasi dengan lebih baik. Bersama Natalie, Moose pun mulai dapat teman dan juga musuh, tetapi semuanya terasa lebih sulit karena Natalie terus bersama dengannya. Tetapi Moose mulai menyesuaikan, Ia bahkan mulai terlibat rencana-rencana nakal mereka dengan menjual nama Al Capone yang tersohor itu kepada teman-teman di sekolahnya. Keinginan untuk melihat narapidana seperti Al Capone pun tak terhindarkan dari Moose, tetapi bertemu dengan narapidana adalah salah satu larangan bagi anak-anak di pulau itu. Tetapi suatu saat, demi menolong Natalie, Moose pun harus berusaha secerdik mungkin untuk bisa berkomunikasi dengan Al Capone.

Saya tidak pernah tahu ada kehidupan seperti ini di Alcatraz, saya bahkan tidak tau ada orang yang hidup di pulau itu selain para narapidana dan penjaga penjara tentunya. Tetapi membayangkan anak-anak berkeliaran bermain di halaman pulau yang dikelilingi benteng penjara tidak pernah terbayangkan dibenak saya, apalagi mengetahui bahwa di pulau itu ada kantor pos, grocery store, tempat main bowling, apartment, sampai laundry yang dikerjakan oleh narapidana. Tetapi buku ini bukan hanya tentang cuplikan kisah orang-orang yang pernah hidup di Alcatraz, tetapi juga tentang sebuah keluarga yang berjuang menghadapi sindrom autis pada saat sindrom itu belum terindentifikasi. Pembaca yang punya teman, saudara ataupun kenalan seorang autis pasti bisa sangat relate dengan cerita ini. Sosok Natalie menjadi tantangan bagi Moose dan keluarga, begitu juga halnya dengan semua keluarga lain yang punya anggota keluarga pengidap sindrom autis. Buat saya, sebagai seorang anak yang beranjak remaja, Moose digambarkan sangat dewasa menghadapi hidupnya yang terkesan tidak adil untuk anak seusianya, tetapi dia juga berusaha melakukan hal yang benar dan baik untuk kakaknya. Moose berada pada situasi yang disatu sisi menyayangi kakaknya, tetapi disisi lain ingin kakaknya segera pergi dari hidupnya.  

Al Capone does my shirt adalah buku pertama dari rangkaian tiga buku dari serial Al Capone at Alcatraz karya Gennifer Choldenko yang juga masuk sebagai finalis John Newbery Medal. Gennifer Choldenko ingin mengangkat kisah orang-orang yang pernah hidup di Alcatraz semasa Al Capone menjadi narapidana disana. Pembaca dapat menemukan beberapa rangkuman percakapan penulis dengan orang-orang yang pernah hidup di Alcatraz. Sedangkan karakter Natalie terinspirasi dari saudari penulis yang juga menderita sindrom yang sama. Secara subjektif, buku ini meninggalkan kesan untuk saya, bukan hanya karena keunikan latar belakangnya, tetapi juga karena penulis menggambarkan struggle yang dialami Moose dan keluarganya sangat jelas sampai saya bisa merasakan emosi Moose yang terkadang frustrasi menghadapi kakaknya. Salut untuk semua keluarga yang memiliki tanggung jawab khusus dari Tuhan untuk menangani sindrom ini.  

Ya walaupun gak nakal-nakal banget, tapi saya mau submit buku ini sebagai,

Tema : Kenakalan Anak

1 comment: