Friday, March 30, 2012

[Review] perempuan cerdas pada abad kegelapan yang nyaris terlupakan



Pada abad ke sembilan, pada masa paling gelap dalam Abad kegelapan hiduplah seorang tokoh yang sangat sedikit diketahui orang. Ia memunculkan kontroversial sehingga menyebabkan semua catatan tentang dirinya dimusnahkan. Namun paling tidak, sampai dengan pertengahan Abad ke-17 namanya masih dikenal dan diakui secara universal. Ia adalah Paus Yohanes Anglicus atau Paus Joan dan ia adalah seorang perempuan. Lalu bagaimana mungkin seorang perempuan bisa menduduki kekuasaan tertinggi dalam kursi keagamaan tersebut? Anda harus kembali dan melihat jauh sebelum masa itu, pada masa ketika Joan memulai semuanya.

Joan lahir dari seorang ibu saxon yang menyembah para dewa, sementara ayahnya adalah Kanon (semacam pendeta atau imam) di sebuah desa bernama ingelheim. Ayahnya merasa telah memenangkan jiwa ibunya dari kekuasaan para dewa, membawanya ke ingelheim dan memiliki tiga orang anak darinya.  Matthew dan John , kedua kakak Joan diberikan pelajaran membaca dan menulis, namun Joan bahkan tidak boleh memegang kitab suci. Pada usia empat tahun Joan bertanya kepada Matthew mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan. Jawaban yang diberikan oleh Matthew benar-benar tidak menentramkan hatinya. Pada usia enam tahun Joan mulai mendesak Matthew untuk mengajarkannya cara menulis dan membaca. Bagian yang paling menarik adalah ketika Joan berdebat dengan Matthew mengenai kemampuan yang dimiliki oleh Santa Kathrina. Perdebatan itu cukup panjang untuk dikutip dalam tulisan ini, jadi saya menyarankan anda untuk membacanya pada halaman 39-40 untuk melihat betapa cerdasnya Joan kecil. Kehidupan Joan berubah ketika Matthew meninggal dunia dan meninggalkan Joan yang sudah mulai mencintai pendidikan sementara sang ayah terus menjauhkan semua pendidikan itu darinya. Ketika sang ayah tahu bahwa Joan bisa membaca, ia justru menuduh Joan sebagai penyebab kematian Matthew. Lihatlah bagaimana perempuan dianggap sebagai sebuah malapetaka yang dapat mendatangkan murka Tuhan hanya karena ia bisa membaca. 
 “Kau! Suara ayahnya terdengar bergemuruh dan bergetar oleh amarah. Ternyata kau orangnya! Dia menunjuk kearah putrinya dengan mata menuduh. Kaulah orangnya! Kau membawa kemarahan Tuhan turun di rumah kita. Anak yang jahat! Durhaka! Kau membunuh kakakmu sendiri!” [hal 54]
Suatu hari seorang cendikiawan bernama Aesculapius datang berkunjung kerumah sang Kanon dan menyadari kecerdasan yang dimiliki Joan. Sang Kanon meminta Aesculapius untuk mengajar John, namun Aesculapius lebih tertarik dengan Joan. Sang kanon terpaksa membiarkan Joan mendapat pengajaran hanya agar John dapat belajar dari sang cendikiawan. Joan memanfaatkan kesempatannya dan belajar banyak hal baru. Ia tidak hanya belajar tentang  kitab suci, tetapi juga ia mulai mengenal pemikir-pemikir dunia seperti cicero dan hipokrates. Ilmu pengetahuan memuaskannya.

Selang waktu setelah Aesculapius pergi meninggalkan Ingelheim, seorang utusan dari Dorstadt mengunjungi rumah Joan dengan membawa pesan dari uskup di Dorstad agar membawa Joan ke Schola (sekolah yang pada masa itu hanya diikuti oleh anak laki-laki). Ayahnya tidak mengijinkannya, namun Joan mengambil langkah berbahaya dengan melarikan diri dan menyusul sang utusan. Sejak hari itu, Joan dan John meninggalkan rumah masa kecil mereka.

Sejak meninggalkan rumah, Joan mengalami berbagai petualangan menarik yang terkadang menciptakan “comfort zone” untuknya namun beberapa saat kemudian memporak-porandakan kehidupannya, membuatnya harus melarikan diri dan bersembunyi. Ketika John meninggal dalam serangan bangsa Viking, Joan menggunakan identitasnya untuk memasuki tahap petualangan yang baru. Sejak saat itu Joan dikenal sebagai John Anglicus.

Membaca kisah Pope Joan memancing kemarahan. Bagaimana saya tidak terpancing untuk marah, ketika mendengar isi kitab suci diartikan sangat harafiah dan perempuan diperlakukan begitu rendah.
sebab suami adalah kepala istri. Karena itu, wahai para istri tunduklah kepada para suamimu dalam segala hal” [hal 33]
Novel ini diceritakan oleh seorang narator. Alurnya mengalir cepat sehingga mempengaruhi saya sebagai pembaca bisa menyelesaikan buku ini dalam waktu yang lebih cepat. Di bagian akhir buku, penulis menegaskan mengenai tambahan cerita yang ia ciptakan sendiri untuk melengkapi kisah Pope Joan yang tidak memiliki catatan resmi. Banyak karakter yang diciptakan mengelilingi kehidupan Joan. Karakter favorit saya adalah sang tokoh utama. Sebuah bagian menarik adalah ketika Joan menghadapi situasi-situasi dilematis dimana dia harus memberikan jawaban jujur namun tidak boleh menuduh orang lain. Banyak jawaban-jawaban konyol yang mengundang tawa namun tetap menyiratkan kecerdasan yang sangat tinggi. Selain Joan, saya juga menyukai Gerold. Gerold memiliki kecerdasan yang dapat menolong Joan menyadari betapa berbahayanya cara Joan mengungkapkan segala sesuatu. Gerold tidak hanya cerdas namun juga bijaksana. Penulis menambahkan nuansa romance diantara keduanya dengan tidak berlebihan. 

Lewat novel ini saya mengetahui bahwa pada suatu masa, kehidupan di Eropa sangat menyedihkan. Perancis, Jerman ataupun Italia bukanlah sebuah Negara. Mereka semua masih berupa satu kesatuan dibawah kuasa kekaisaran. Beberapa catatan sejarah yang dimuat dalam novel ini adalah akurat, namun untuk Paus Joan itu sendiri, tidak ada catatan resmi yang menyatakan keberadaannya. Penulis menekankan bahwa Paus Joan tercatat dalam liber pontificalis (dokumen kaum propagandis) yang kebenarannya pun tidak dapat dipastikan. Namun lewat penelitiannya selama tujuh tahun, penulis menuliskan dibagian akhir bahwa Joan menjadi Paus sekitar tahun 853 setelah Paus Leo IV meninggal. Joan diperkirakan menjadi Paus selama kurang lebih dua tahun, karena Benediktus III mulai menjabat Paus pada tahun 855.

Hal menarik lainnya mengenai masa itu adalah ketika seseorang menjadi terdakwa karena sebuah tuduhan yang diarahkan kepadanya oleh seorang yang menduduki jabatan tertentu, pengambilan putusan bersalah hanya didasarkan pada berapa banyak orang yang mendukung kedua belah pihak (sang terdakwa dan sang pendakwa). Tidak ada penelusuran dan pembuktian akan tuduhan tersebut. Perkataan seseorang diterima mentah-mentah tanpa bukti apa-apa. Tingkat buta huruf pada masa itu sangat tinggi. Kota Roma menampilkan keadaan yang sangat kontradiktif.

Roma, di mata Joan, adalah sebuah kota kuno dengan kontradiksi-kontradiksi yang kelihatannya tidak mungkin didamaikan: keajaiban dunia sekaligus tempat yang kumuh dan busuk; salah satu tempat peziarahan orang Kristen dengan sebagian besar warisan seninya justru dewa-dewi pagan; sebuah pustaka dan pengetahuan, namun diisi oleh orang-orang yang tidak berhenti berkubang di dalam kebodohan dak takhayul” [hal 432]
Banyak hal yang dapat pembaca pelajari dari kehidupan Joan. Joan memiliki hati yang penuh belas kasihan, sehingga tidak heran ia pun mendapatkan banyak sekali bantuan dari setiap orang yang pernah ditolongnya pada saat ia membutuhkannya. Sedikit ketulusan dalam wujud kepedulian dan bantuan terhadap orang lain membawa kebahagiaan juga bagi pemberinya. Pembaca juga dapat belajar untuk tidak cepat putus asa terhadap keadaan yang menghimpit. Jangan fokus pada masalah, karena dengan demikian anda tidak akan pernah melihat solusinya. Namun pembaca juga bisa belajar untuk lebih bijaksana dalam mengajukan gagasan-gagasan karena tanpa disadari ada sebagian orang yang mungkin dapat menjadi batu sandungan bagi kemajuan kita sendiri.

Ada beberapa typo yang cukup mengganggu, penggunaan bahasa melayu yang terdengar aneh ditelinga ataupun pengulangan kata yang sama secara berturut-turut terkadang mengganggu kenikmatan membaca. Namun secara keseluruhan buku ini enak dibaca, terjemahannya pun jelas dan tidak kaku. Empat bintang untuk karya Donna Woolfolk yang mengenalkan saya pada seorang perempuan yang seharusnya tidak boleh dilupakan oleh dunia.



--------------------------------------
Judul : Pope Joan
Penulis : Donna Woolfolk Cross
Penerbit : Serambi
Terbit : Cetakan II, Maret 2007
Tebal : 736
ISBN : 979-1112-43-6
--------------------------------------

13 comments:

  1. Benar, alur buku ini cepat ya, sampe rasanya gak bisa berhenti. Si Gerold langsung masuk ke daftar "Top 5 Book Boyfriends"ku tahun ini deh..
    Yg bikin aku kagum juga cara Joan mencari kebenaran, menggunakan metodenya Cicero, brilliant!

    ReplyDelete
  2. Iyaaa mba fanda..keren bgt deh cara Donna memaparkan kecerdasan Joan

    ReplyDelete
  3. ah menarik sekali nih buku..
    sayang sekali bukunya ketinggalan di kantor sementara saya di kantornya orang, hahaha...
    nice review esy :)

    ReplyDelete
  4. setuju ama mbak Fanda, waktu pengadilan itu keren

    ReplyDelete
  5. Aku baru tau cerita tentang Pope Joan ini. Thanks to BBI :)

    ReplyDelete
  6. aku suka buku ini, tapiii pas bagian viking menyerang itu kok ngeri banget yaaa apalagi pas anaknya gerold dibawa kabur uhuhuhu kebayang mengerikannya hidup dia =(

    ReplyDelete
  7. iya sama-sama mba annisa..

    iya mba astrid..ngeri bgt..serem dah pokoknya..

    ReplyDelete
  8. lagi baca buku ini (inggrisnya). overall seru dan plotnya cepat banget, walau yah... ujung2nya si joan jatuh cinta juga sepintar apapun dia.

    ReplyDelete
  9. Baru saja saya selesai membacanya, benar2 novel yang luar biasa saya bisa merasakan apa yg dialami joan terjebak dalam raga wanita tetapi kemauan pengetahuannya mengharuskan dia menjalani hidup sebagai seorang lelaki demi ilmu dan pencariannya tentang Iman Tuhan.

    ReplyDelete
  10. Baru saja saya selesai membacanya, benar2 novel yang luar biasa saya bisa merasakan apa yg dialami joan terjebak dalam raga wanita tetapi kemauan pengetahuannya mengharuskan dia menjalani hidup sebagai seorang lelaki demi ilmu dan pencariannya tentang Iman Tuhan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa baca buku yang kayak gini tuh bkin pembca lebih kaya ttg banyak hal :)

      Delete
  11. awal gue nemu buku ini di perpusda jakarta karena udah susah banget nyari novelnya di toko buku atau loakan. dan gue suka banget cara si joan ini sampe dia jadi paus. bener-bener cerdas dia.

    ReplyDelete