Friday, July 22, 2016

[Review] Narnia : Prince Caspian by C.S.Lewis

Title: Prince Caspian (The Chronicle of Narnia, #4)
Author: C.S. Lewis
Publisher: Harper Collins
Published: September 1st, 2009
Pages: 239p
ISBN13: 9780007323111

Narnia memang tidak setebal harry potter series, jadi tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan setiap buku yang panjangnya kurang dari 200 halaman. Selain karena halaman buku yang tipis, plot yang dibangun Lewis pun tidak lambat seperti buku klasik kebanyakan, mungkin karena tema yang diusung adalah fantasi untuk anak-anak, sehingga mudah untuk dinikmati. Saat membaca The Horse and His Boy, saya cukup terkejut menemukan ada manusia lain, selain keempat tokoh utama yang masuk ke dunia Narnia dan tinggal beberapa kota disekitarnya, namun jawaban atas pernyataan bingung itu pun terjawab setelah selesai membaca buku ini, thanks to Aslan.

Setelah masa Golden Age, Narnia diserang oleh bangsa Telmarine dan ratusan tahun lamanya Narnians hidup menderita dan bersembunyi. Cerita tentang Aslan, talking animal, pohon yang bisa berdansa, Faun, Centaurus serta Raja dan Ratu mulai berubah menjadi mitos, bahkan penguasa Telmarine melarang mitos itu diceritakan kepada anak-anak. Hutan menjadi tempat menakutkan, Cair Paravel yang dulunya indah hanya tinggal kenangan reruntuhan diatas bukit. Inilah keadaan dimana Prince Caspian ke-10 hidup di kastil Telmarine. Caspian sangat tertarik dengan Narnia di masa lalu, ia bahkan ingin hidup di masa itu dan bertemu dengan Raja dan Ratu, ia senang mendengarkan semua cerita indah tentang Narnia, namun pamannya tidak sepaham dengannya. Caspian adalah anak dari raja terakhir yang hidup dibawah perlindungan pamannya Miraz yang berlaku sebagai Lord Protector dan terus mengincar posisi Raja. Prince Caspian tetap hidup karena Miraz tidak punya keturunan, namun suatu malam keadaan berubah ketika istrinya melahirkan Putra untuknya, Miraz punya penerus dan Prince Caspian menjadi ancaman baginya. Dengan bantuan Professor-nya Prince Caspian melarikan diri ke dalam hutan, satu-satunya tempat yang ia percaya tidak berani dimasuki oleh tentara pamannya karena pohon-pohon yang terkenal kejam dengan binatang buas dan hal lainnya. Namun tak disangkanya, Ia justru bertemu dengan mahluk-mahluk yang selama ini hanya dikenalnya lewat cerita mitos. Mereka adalah Narnians yang masih bertahan hidup dalam persembunyian.  

Kondisi menyedihkan yang sama ditemukan Peter, Susan, Edmund dan Lucy ketika tiba-tiba mereka ditarik balik ke Narnia. Mereka tiba di tepi pantai dan menyadari segala sesuatu sudah berbeda. Baru setahun berlalu ketika mereka meninggalkan Narnia sebagai orang dewasa dan kini mereka kembali lagi sebagai anak-anak. Mereka pun harus mencari tahu sumber penderitaan Narnia dan sekali lagi membantu Narnia kembali ke masa ketika semua mahluk hidup bebas dan makmur. Disinilah nasib mereka akan bertemu dengan Prince Caspian.

Menyelesaikan buku keempat, saya mulai melihat pola dalam plot yang digunakan Lewis. Setiap buku berisi sebuah perjalanan yang harus ditempuh oleh tokoh utamanya. Perjalanan ini biasanya akan berisi hambatan yang menguji karakter sang tokoh utama. Lalu pada akhirnya, melalui Aslan, Lewis akan menyampaikan pesan moral yang penting untuk pembaca. Proses yang menguji karakter selalu menarik untuk saya, makanya scene dimana tokoh utama tersesat dan menemukan kembali arah tujuan yang benar jadi bagian paling penting ketimbang ending ceritanya. Di buku ini, scene yang saya maksud itu sangat cantik diolah oleh Lewis, magical dan saintly. Meskipun Prince Caspian adalah salah satu tokoh utama, namun karakternya tidak banyak dibahas di buku ini, justru keempat kakak beradik lah yang tetap menjadi fokus utama.

Lewis juga menggambarkan pentingnya faith lewat kondisi ketika Prince Caspian diperhadapkan pada tawaran untuk menggunakan dark power untuk mencapai tujuannya karena Aslan yang dinantikan tak kunjung datang. Faith yang sama juga digambarkan lewat Lucy yang menjadi satu-satunya orang yang bisa melihat Aslan namun harus mengikuti Aslan dan membujuk kakak-kakaknya untuk percaya padanya. So far, Prince Caspian jadi salah satu buku dalam serial ini yang sangat menarik untukku, tapi nanti kita lihat lagi setelah buku-buku lainnya selesai dibaca.

Movie adaptation

Kalau ditanya book or movie, saya pasti selalu memilih buku ketimbang film, karena buku tidak membatasi imajinasi. Namun kalau tiba-tiba ada film yang diadaptasi dari buku, saya pun pasti tertarik nonton dengan membawa ekspektasi yang cukup tinggi. Saya sudah pernah nonton film ini beberapa tahun lalu, namun tanpa ekspektasi karena belum membaca bukunya. Namun saat ini berbeda, saya nonton Prince Caspian tepat setelah saya menutup lembar terakhir bukunya, sehingga setiap plot dan karakter masih sangat jelas diimajinasi saya. Karena itu pun kekecewaan saya sangat besar ketika mendapati begitu banyak plot diubah, karakter pun berubah dan scene yang saya sebutkan cantik diatas tidak bisa saya temukan dalam film. Keindahan penuturan Lewis pada beberapa momen tidak tampil dalam film entah karena keterbatasan mereka menuangkannya dalam bentuk gambar dan suara ataukah memang sengaja dipilih untuk dipotong, personally saya tidak puas. Karakter Prince Caspian yang perubahannya paling dramatis, kalau dibuku ia digambarkan lebih genuine dan less anger, film ini menggambarkan sosok Caspian yang ambisius dengan pride yang tinggi sehingga cenderung lebih mengutamakan emosinya ketimbang ketertarikannya pada Narnia dimasa lalu yang digambarkan oleh Lewis. Sebenarnya sah saja kalau plot dan karakter diubah sesuai kepentingan pembuat film, tetapi saya lebih memilih buku yang isinya lebih indah. Kalau bisa berharap, saya pun ingin film Narnia direproduksi lagi, mungkin kali ini oleh pembuat film Harry Potter yang menurut saya cukup berhasil menuangkan suasana magical di buku kedalam layar lebar.


Submitted for

2 comments: