Setiap manusia, siapapun dia, bagaimanapun keadaannya, seharusnya ia punya mimpi. Mengapa? Karena mimpi membuat setiap orang bangun di pagi hari dengan semangat baru. Demikian juga dengan Tree-ear seorang anak yatim piatu dari desa Ch’ulp’o. Sejak kecil Tree-ear tinggal di bawah jembatan bersama seorang lelaki cacat yang dia panggil Crane-man. Untuk makan, mereka biasanya mencari sisa-sisa makanan yang telah dibuang oleh warga sekitar. Meski demikian Tree-ear pun memiliki mimpi. Ia ingin menciptakan sebuah vas keramik.
Suatu hari Tree-ear mendekati rumah seorang pembuat keramik bernama Min. Ia memperhatikan barang-barang keramik hasil buatan Min. Tree-ear senang memperhatikan Min bekerja, namun Min tidak menyadari kehadirannya. Suatu hari Tree-ear mengendap-ngendap untuk melihat koleksi Min, Tree-ear tertarik dengan sebuah vas sehingga ia mengangkatnya. Kedatangan Min mengejutkan Tree-ear sehingga vas itu jatuh dan pecah. Pada awalnya Min memukulnya, namun ia langsung berhenti begitu mendengar penjelasan Tree-ear. Karena tidak bisa mengganti biaya keramik tersebut, Tree-ear mulai bekerja pada Min. Ia masih berharap bahwa suatu saat nanti, Min akan mengajarkannya cara membuat keramik. Namun berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, Tree-ear harus mengumpulkan kayu bakar, mengambil tanah liat, serta melakukan beberapa tugas di sekitar rumah Min. Pada awalnya, tangan Tree-ear nyaris tidak kuat, namun lama kelamaan, pekerjaan itu membuat tangannya menajadi lebih kuat. Awalnya ia tidak bisa mengangkat potongan tanah liat dengan benar, namun lama kelamaan ia semakin mahir, ia bahkan mulai belajar untuk membentuk tanah liat menjadi bentuk-bentuk sederhana tanpa harus menggunakan roda pemutar. Setiap hari Tree-ear berharap segera dapat duduk di depan roda pemutar tanah liat dan belajar cara membuat vas dari sang maestro, namun mimpinya seperti terhempas jatuh kembali ke bumi setelah mendengar penolakan Min terhadap mimpinya itu.
Suatu hari Tree-ear mendekati rumah seorang pembuat keramik bernama Min. Ia memperhatikan barang-barang keramik hasil buatan Min. Tree-ear senang memperhatikan Min bekerja, namun Min tidak menyadari kehadirannya. Suatu hari Tree-ear mengendap-ngendap untuk melihat koleksi Min, Tree-ear tertarik dengan sebuah vas sehingga ia mengangkatnya. Kedatangan Min mengejutkan Tree-ear sehingga vas itu jatuh dan pecah. Pada awalnya Min memukulnya, namun ia langsung berhenti begitu mendengar penjelasan Tree-ear. Karena tidak bisa mengganti biaya keramik tersebut, Tree-ear mulai bekerja pada Min. Ia masih berharap bahwa suatu saat nanti, Min akan mengajarkannya cara membuat keramik. Namun berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, Tree-ear harus mengumpulkan kayu bakar, mengambil tanah liat, serta melakukan beberapa tugas di sekitar rumah Min. Pada awalnya, tangan Tree-ear nyaris tidak kuat, namun lama kelamaan, pekerjaan itu membuat tangannya menajadi lebih kuat. Awalnya ia tidak bisa mengangkat potongan tanah liat dengan benar, namun lama kelamaan ia semakin mahir, ia bahkan mulai belajar untuk membentuk tanah liat menjadi bentuk-bentuk sederhana tanpa harus menggunakan roda pemutar. Setiap hari Tree-ear berharap segera dapat duduk di depan roda pemutar tanah liat dan belajar cara membuat vas dari sang maestro, namun mimpinya seperti terhempas jatuh kembali ke bumi setelah mendengar penolakan Min terhadap mimpinya itu.
“Kau harus tahu anak yatim piatu, jika kau bisa belajar membuat keramik, pasti bukan aku yang mengajarimu”…..”Usaha seorang pengrajin diturunkan dari ayah kepada anak lelakinya…putraku, Hyung-gu sudah tiada sekarang. Dialah yang akan kuajar. Kau…kau bukan putraku” [hal 119]
Perkataan Min sempat membuat semangatnya kendor, namun Tree-ear tahu bagaimana harus mengani perasaannya sendiri dan melihat hal lain yang bisa dilakukannya, terutama karena istri min, Ajima (bibi), memperlakukannya dengan sangat baik. Tree-ear tetap bekerja pada Min, namun ia menyimpan harapan dan mimpinya di dalam hatinya.
Suatu hari Tree-ear diminta untuk mengantarkan dua buah keramik untuk seorang utusan kerajaan di Songdo. Untuk menuju Songdo Tree-ear harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki selama berhari-hari. Ajima telah membekalinya dengan makanan yang cukup, serta beberapa keping koin yang sewaktu-waktu bisa digunakannya. Perjalanan ini merupakan saat-saat penentu bagi Tree-ear. Awalnya dia tidak menemukan penghalang dalam perjalanannya, namun suatu kali ia menemukan kondisi yang sangat menyedihkan, ia tidak bisa mengelak dari nasib buruknya, dan harus melihat kedua vas keramik itu jatuh berkeping-keping. Tree-ear merasa gagal menjalankan tugas yang diberikan kepadanya.
Lalu apa jadinya nasib Tree-ear? Bagaimana ia mencari jalan keluar atas musibah yang menimpanya? Bagaimana ia harus menjelaskan peristiwa itu kepada Min? Apakah mimpi Tree-ear juga hancur berkeping-keping seperti kedua vas keramik itu?
Jika semua anak seperti yang digambarkan oleh penulis dalam novel ini memiliki mimpi, pekerjaan dan pengetahuan seperti Tree-ear, saya jadi merenung betapa luar biasanya Korea. Pengetahuan Tree-ear tidak bisa dibilang pas-pasan untuk anak seusia dia yang tidak pernah mengecap pendidikan formal. Novel ini juga memperlihatkan bahwa dalam setiap tahapan yang harus dilewati oleh manusia, ada hal-hal diluar harapan kita yang terkadang membuat mimpi kita buyar, namun seperti Tree-ear, seharusnya kita terus berfokus pada mimpi itu dan menjadi kuat dalam setiap tahapan yang kita lewati.
Karakter yang paling saya sukai tentu saja karakter Tree-ear yang pantang menyerah dan selalu memperhatikan dengan seksama. Ia selalu belajar dengan mengamati tanpa perlu bertanya lebih banyak. Namun perkembangannya tidak terlepas dari tuntunan Crane-man yang tidak hanya selalu membantu mengisi kekosongan perutnya namun juga mengisi pikirannya dengan berbagai macam ide menarik.
Novel yang mendapatkan Newbery Medal Award pada tahun 2002 ini menggunakan alur maju dan dituturkan oleh seorang narrator. Dan Ini adalah gambar cover yang paling kusukai.
Suatu hari Tree-ear diminta untuk mengantarkan dua buah keramik untuk seorang utusan kerajaan di Songdo. Untuk menuju Songdo Tree-ear harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki selama berhari-hari. Ajima telah membekalinya dengan makanan yang cukup, serta beberapa keping koin yang sewaktu-waktu bisa digunakannya. Perjalanan ini merupakan saat-saat penentu bagi Tree-ear. Awalnya dia tidak menemukan penghalang dalam perjalanannya, namun suatu kali ia menemukan kondisi yang sangat menyedihkan, ia tidak bisa mengelak dari nasib buruknya, dan harus melihat kedua vas keramik itu jatuh berkeping-keping. Tree-ear merasa gagal menjalankan tugas yang diberikan kepadanya.
Lalu apa jadinya nasib Tree-ear? Bagaimana ia mencari jalan keluar atas musibah yang menimpanya? Bagaimana ia harus menjelaskan peristiwa itu kepada Min? Apakah mimpi Tree-ear juga hancur berkeping-keping seperti kedua vas keramik itu?
Jika semua anak seperti yang digambarkan oleh penulis dalam novel ini memiliki mimpi, pekerjaan dan pengetahuan seperti Tree-ear, saya jadi merenung betapa luar biasanya Korea. Pengetahuan Tree-ear tidak bisa dibilang pas-pasan untuk anak seusia dia yang tidak pernah mengecap pendidikan formal. Novel ini juga memperlihatkan bahwa dalam setiap tahapan yang harus dilewati oleh manusia, ada hal-hal diluar harapan kita yang terkadang membuat mimpi kita buyar, namun seperti Tree-ear, seharusnya kita terus berfokus pada mimpi itu dan menjadi kuat dalam setiap tahapan yang kita lewati.
Karakter yang paling saya sukai tentu saja karakter Tree-ear yang pantang menyerah dan selalu memperhatikan dengan seksama. Ia selalu belajar dengan mengamati tanpa perlu bertanya lebih banyak. Namun perkembangannya tidak terlepas dari tuntunan Crane-man yang tidak hanya selalu membantu mengisi kekosongan perutnya namun juga mengisi pikirannya dengan berbagai macam ide menarik.
Novel yang mendapatkan Newbery Medal Award pada tahun 2002 ini menggunakan alur maju dan dituturkan oleh seorang narrator. Dan Ini adalah gambar cover yang paling kusukai.
--------------------------------------
Judul : A Single Shard
Penulis : Linda Sue Park
Penerbit : Atria
Terbit : Maret 2012
Tebal : 191 hal
ISBN : 978-979-024-491-7
--------------------------------------
aku lagi ngumpulin data nih buat ngreview buku ini :)
ReplyDeletebetul, covernya keren ya yang bawah ini,, paling keren dibanding yang lain.. tapi karena di indonesia yang nerbitin atria, jadi kurang masuk buat target konsumennya, lebih ke pembaca dewasa :D
iya gak tau kenapa berasa ada yang kurang dari buku ini yaahh..tapi sampe skrang aku gk tau itu apa. Ku tunggu reviewmu ya nop..kali aja aku dpt pencerahan hehehe
ReplyDeleteokeee karna ini newbery, boleh deh masuk wishlist =D
ReplyDeleteGua sukaa dhe ama nih buku walau harus baca ulang buat bisa bikin review-nya :))
ReplyDeleteSalam kenal yaa.. mampir ke sini abis baca2 close up interview :D