Buku yang dihadapan pembaca ini, dari awal hingga akhir, dalam keseluruhan dan detailnya, apakah itu selingan, sanggahan, atau kegagalan, merupakan pergerakan dari sifat jahat ke baik, dari ketidakadilan menjadi keadilan, dari salah ke benar, dari malam ke siang, dari hawa nafsu menuju hati nurani, dari kebusukan menuju kehidupan, dari kekejaman ke kewajiban, dari neraka ke surga, dari ketiadaan menuju Tuhan. Titik awalnya : materi, tujuannya : jiwa. Hydra pada awalnya, malaikat pada akhirnya
Seorang Jean Valjean kecil tinggal bersama Ibu dan Kakaknya. Kakaknya membesarkannya ketika Ibu mereka meninggal. Ketika Jean Valjean berumur 25 tahun, suami sang kakak meninggal. Jean Valjean harus bekerja menghidupi tujug orang keponakannya. Ia bekerja sebagai tukang kebun, kuli dan tukang angkut. Pada suatu musim dingin, ia tidak menemukan pekerjaan untuk menghasilkan uang, namun ketujuh anak dan ia sendiri membutuhkan makanan. Terdorong oleh rasa lapar, ia mencuri roti dari sebuah toko dan karena itu dijatuhi hukuman lima tahun kerja paksa disebuah kapal. Ia berkali-kali mencoba kabur, sehingga pada akhirnya, masa hukumannya berkembang dari lima tahun menjadi 19 tahun kerja paksa, 1796 sampai 1815.
“Jean Valjean masuk kapal kerja paksa dengan tersedu dan gemetar; ia keluar dengan wajah keras. Ia masuk dengan putus asa; ia keluar dengan penuh amarah. Hidup macam apakah yang telah dijalani jiwa ini?” [hal 22]
Di awal oktober 1815, ia berjalan memasuki kota D___. Ia bertemu dengan seorang uskup dan untuk pertama kali dalam 19 tahun ia dibingungkan oleh sebentuk kebaikan dan ketulusan hati. Jean Valjean menjadi bingung, ia kembali berjalan meninggalkan sang uskup hingga ia tiba di sebuah kota M___ sur m___. Dikota ini pada akhir tahun 1815, ia menemukan sebuah peluang bisnis, tidak sampai tiga tahun ia telah menjadi seorang kaya raya yang berhati lembut. Ia telah mengubah penduduk kota M___ sur m___ menjadi lebih sejahtera. Tingkat kejahatan, pengangguran dan pencurian merosot dengan tajam. Jean Valjean kemudian diangkat menjadi walikota M___sur m___. Namun ia tidak lagi dikenal sebagai Jean Valjean melainkan sebagai Bapak Madeleine. Jean Valjean telah terkubur bersama masa lalunya.
Suatu hari, seseorang yang bernama Pak Champmathieu dikenali sebagai Jean Valjean dan ditangkap. Pak Champmathieu akan diadili atas beberapa kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Bapak Madeleine pun mendengarkan hal ini dan betapa terkejutnya dia, ketika mendapati orang lain harus menanggung namanya dan memikul bebannya. Hati sang walikota bergolak, ia berpikir keras, apa yang harus dilakukannya, akankah ia membiarkan orang lain menanggung bebannya. Sang walikota yang murah hati akhirnya mengakui jati dirinya. Ia menanggalkan kehormatannya sebagai walikota dan kembali ke kapal kerja paksa.
Beberapa tahun setelah itu, ia diberitakan tenggelam kelaut dan mati ketika sedang menolong seorang narapidana lain yang nyaris jatuh. Namun, sesungguhnya ia tidak mati. Ia pergi ke Montfermeil, dekat paris, untuk mencari seorang anak yang bernama cosette. Cosette adalah anak dari seorang wanita malang yang pernah ditolongnya ketika ia masih menjabat sebagai walikota, ia telah berjanji kepada Fantine, si wanita malang untuk menemukan anaknya. Ia menepati janjinya. Ia bertemu dengan cosette kecil yang bernasib sama malangnya dengan sang ibu. Jean Valjean membawa cosette pergi dari keluarga Thenardier yang selama ini menjadikannya pembantu. Cosette sangat senang pergi dengan si orang asing, ia tidak tahu siapa Jean Valjean, ia bahkan tidak tahu bahwa orang yang bersamanya adalah seorang narapidana tua, ia merasa nyaman dan menjadikan Jean Valjean sosok ayah baginya.
Perjalanan mereka tidak selalu mulus. Jean Valjean masih terus dikejar-kejar sebagai seorang buronan ditengah-tengah pasca revolusi perancis yang masih meninggalkan semburat kelam dibeberapa kalangan. Les miserables merupakan sebuah fiksi historis, melibatkan begitu banyak tokoh didalamnya. Melibatkan begitu banyak kalangan, bahkan kalangan pelajar yang dikenal melalui sebuah grup yang menamakan diri kelompok ABC. Terkadang ketika pembaca bukanlah tipikal orang yang menyukai sejarah dan politik, maka ada bagian-bagian yang cukup membosankan untuk dibaca karena menjelaskan sudut pandang politik dari tokoh atau kalangan yang sedang bergolak.
Les miserables benar-benar membuat emosi saya naik turun. Saya marah. Saya marah kepada masyarakat perancis yang memperlakukan Jean Valjean. Saya marah terhadap seorang polisi yang hanya membabi buta menegakkan hukum tanpa hati nurani. Saya bertanya : Dimana hati nurani mereka? Wajah yang garang terkadang menyembunyikan hati yang lembut. Dan pada akhirnya Victor Hugo berhasil membuat saya menangis ketika mengungkap hati seorang malaikat melalui wajah seorang narapidana.
Melalui kehidupan Jean Valjean, Fantine ataupun Marius kita dapat belajar bahwa kesengsaraan dan kemelaratan benar-benar mempertajam kekuatan jiwa dan pikiran. Fantine, seorang wanita yang sangat cantik, rela mencabut kedua gigi depannya agar anaknya bisa terus hidup. Ia tidak punya pilihan dan masyarakat pun tetap mencelanya. Marius seorang bangsawan yang kemudian mengetahui bahwa kakeknya telah menyembunyikan identitas ayahnya yang bertolak belakang dengan idealisme sang kakek, membawa Marius mengecap kehidupan jalanan, berusaha ditengah-tengah kelaparan yang setiap saat dapat mengacam jiwanya. Setiap peristiwa diiringi dengan berbagai bentuk frasa indah. Kalimat-kalimat yang seakan diucapkan sekali untuk dapat dimengerti selamanya.
Suatu hari, seseorang yang bernama Pak Champmathieu dikenali sebagai Jean Valjean dan ditangkap. Pak Champmathieu akan diadili atas beberapa kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Bapak Madeleine pun mendengarkan hal ini dan betapa terkejutnya dia, ketika mendapati orang lain harus menanggung namanya dan memikul bebannya. Hati sang walikota bergolak, ia berpikir keras, apa yang harus dilakukannya, akankah ia membiarkan orang lain menanggung bebannya. Sang walikota yang murah hati akhirnya mengakui jati dirinya. Ia menanggalkan kehormatannya sebagai walikota dan kembali ke kapal kerja paksa.
Beberapa tahun setelah itu, ia diberitakan tenggelam kelaut dan mati ketika sedang menolong seorang narapidana lain yang nyaris jatuh. Namun, sesungguhnya ia tidak mati. Ia pergi ke Montfermeil, dekat paris, untuk mencari seorang anak yang bernama cosette. Cosette adalah anak dari seorang wanita malang yang pernah ditolongnya ketika ia masih menjabat sebagai walikota, ia telah berjanji kepada Fantine, si wanita malang untuk menemukan anaknya. Ia menepati janjinya. Ia bertemu dengan cosette kecil yang bernasib sama malangnya dengan sang ibu. Jean Valjean membawa cosette pergi dari keluarga Thenardier yang selama ini menjadikannya pembantu. Cosette sangat senang pergi dengan si orang asing, ia tidak tahu siapa Jean Valjean, ia bahkan tidak tahu bahwa orang yang bersamanya adalah seorang narapidana tua, ia merasa nyaman dan menjadikan Jean Valjean sosok ayah baginya.
Perjalanan mereka tidak selalu mulus. Jean Valjean masih terus dikejar-kejar sebagai seorang buronan ditengah-tengah pasca revolusi perancis yang masih meninggalkan semburat kelam dibeberapa kalangan. Les miserables merupakan sebuah fiksi historis, melibatkan begitu banyak tokoh didalamnya. Melibatkan begitu banyak kalangan, bahkan kalangan pelajar yang dikenal melalui sebuah grup yang menamakan diri kelompok ABC. Terkadang ketika pembaca bukanlah tipikal orang yang menyukai sejarah dan politik, maka ada bagian-bagian yang cukup membosankan untuk dibaca karena menjelaskan sudut pandang politik dari tokoh atau kalangan yang sedang bergolak.
Les miserables benar-benar membuat emosi saya naik turun. Saya marah. Saya marah kepada masyarakat perancis yang memperlakukan Jean Valjean. Saya marah terhadap seorang polisi yang hanya membabi buta menegakkan hukum tanpa hati nurani. Saya bertanya : Dimana hati nurani mereka? Wajah yang garang terkadang menyembunyikan hati yang lembut. Dan pada akhirnya Victor Hugo berhasil membuat saya menangis ketika mengungkap hati seorang malaikat melalui wajah seorang narapidana.
Melalui kehidupan Jean Valjean, Fantine ataupun Marius kita dapat belajar bahwa kesengsaraan dan kemelaratan benar-benar mempertajam kekuatan jiwa dan pikiran. Fantine, seorang wanita yang sangat cantik, rela mencabut kedua gigi depannya agar anaknya bisa terus hidup. Ia tidak punya pilihan dan masyarakat pun tetap mencelanya. Marius seorang bangsawan yang kemudian mengetahui bahwa kakeknya telah menyembunyikan identitas ayahnya yang bertolak belakang dengan idealisme sang kakek, membawa Marius mengecap kehidupan jalanan, berusaha ditengah-tengah kelaparan yang setiap saat dapat mengacam jiwanya. Setiap peristiwa diiringi dengan berbagai bentuk frasa indah. Kalimat-kalimat yang seakan diucapkan sekali untuk dapat dimengerti selamanya.
“Hanya ada satu pemandangan yang lebih luas dari samudra, yaitu langit. Akan tetapi, ada pemandangan yang lebih luas dari pada langit, yakni ruang batin manusia “ [hal 82]
“Kesenangan yang kita berikan pada orang lain mempunyai kekhasan yang memesona. Tidak seperti pantulan benda lain, pantualan kesenangan akan berbalik pada diri kita dengan lebih besar dari pada sebelumnya” [hal 210]
“Kemelaratan menghasilkan kekuatan jiwa dan pikiran. Kesusahan adalah pengasuh yang mengajarkan penghargaan diri sendiri. Kemalangan menjadi air susu ibu bagi jiwa-jiwa yang tangguh” [hal 255]
"Di masa depan tidak boleh ada lagi manusia yang membantai sesamanya, bumi akan menjadi terang, umat manusia akan saling mencinta. Akan tiba suatu hari ketika semuanya terasa damai, harmonis, terang benderang, menggembirakan, dan begitu hidup" [hal 442]
Terlepas dari semuanya itu, dengan tidak sedikit pun mengurangi rasa suka terhadap buku ini. Ada banyak typo seperti pada halaman 425 berikut yang sangat mengganggu.
“Ia menggabiskan uangnya sembarangan. Ia telah menggabiskan dua franc sembilan buluh lima sen sejag baggi tadi”
Oktober 2010 kemaren, Les Miserables 25th Anniversary Concert telah digelar, menampilkan tokoh-tokoh yang memperjuangkan revolusi dan pengampunan dalam bentuk nyanyian-nyanyian yang mempesona. Sama halnya ketika membaca bagian akhir bukunya, saya pun tetap menangis ketika menyaksikan Jean Valjean yang diperankan oleh Alfie Boe menyenandungkan lagu “Bring Him Home” dimedley dengan lagu “on my own” yang dipadukan dengan suara Lea Salonga sebagai Fantine dan Samantha Barks sebagai Eponine.
--------------------------------------
Judul : Les Miserables
Penulis : Victor Hugo
Penerbit : Bentang
Terbit : Juli 2008
Tebal : 604 hal
--------------------------------------
--------------------------------------
Baca reviewmu jadi pingin baca bukunya lagi nih... :')
ReplyDeleteDefinitely one of the best books ever written!
aku juga bakal senang ngulang baca...cuma bagian penjelasan politik dan pertentangan2 idealismenya kaum republik, monarki dan kerajaannya bisa di skip aja deh..hahaha
ReplyDelete