Burung-burung tidak terlambat. Anjing tidak perlu melihat jam tangan.
Rusa tidak ribut-ribut tentang hari-hari ulang tahun yang telah lewat.
Hanya manusia yang mengukur waktu.
Hanya manusia yang menghitung jam.
Itu sebabnya hanya manusia yang mengalami ketakutan terhebat yang tidak dirasakan mahluk-mahluk lainnya….Takut kehabisan waktu. (hal 16)
Dor adalah manusia pertama di dunia yang
mulai menghitung waktu. Ketika dia mulai menghitung, dia mendapat pengetahuan
luar biasa, namun kehilangan setiap momen berharga. Dia memperhatikan waktu, dan
melupakan segala sesuatu yang diberikan kepadanya pada waktu itu. Ketika
istrinya hampir meninggal, dia menjadi marah terhadap waktu. Dia ingin memiliki
kuasa atas waktu sehingga bisa mengendalikan dunia dan menahan kepergian
istrinya. Namun dipuncak kemarahannya, ia justru dibawa oleh kekuatan tak
terduga ke sebuah gua yang dipenuhi suara-suara permohonan setiap orang yang
meminta diberikan lebih banyak waktu. Ia tinggal di gua itu berabad-abad
lamanya, sampai suatu saat ia diminta kembali ke bumi, mencari dua orang dan
mengajari mereka apa yang telah dipelajarinya. Pria tua yang menempatkannya di
dalam gua hanya berpesan,
“ada alasannya mengapa Tuhan membatasi hari-hari manusia…tuntaskan perjalananmu dan kau akan mengerti” (hal 117)
Victor Delamonte adalah seorang yang
sangat kaya, namun dokter telah memberikan vonis bahwa waktunya tidak banyak,
ia menderita kanker. Karena terbiasa memperoleh apapun yang diusahakannya, ia
pun ingin mengusahakan kesembuhannya, ia ingin mengalahkan kematian dan hidup
lebih lama. Ia menghabiskan waktu-waktu terakhirnya dengan terus bekerja dan
mencari jalan keluar atas masalah kematiannya. Ia mengabaikan istrinya dan
terus melakukannya bahkan disaat-saat terakhir hidupnya. Sarah Lemon, siswi SMU
yang malu dengan kecerdasannya, terus merasa bosan dengan kehidupannya,
terlebih setelah ia mendapat penolakan dari laki-laki yang ditaksirnya. Ia memperlakukan
ibunya seperti musuh dan ia berencana menyakiti dirinya sendiri agar laki-laki
yang menolaknya merasa menyesal. Dua orang asing ini harus belajar memahami
waktu.
Membaca buku ini, mengingatkan saya pada Ebenezer
Scrooge. Namun dengan cara yang berbeda, Mitch Albom mengajarkan saya hal yang
sama dengan pesan Dickens lewat kisah Scrooge. Mitch Albom telah membuat saya
jatuh cinta dengan semua karyanya sejak saya membaca Tuesday with Morrie. Ini
adalah karya Mitch Albom kelima yang telah saya baca. Apa kesamaan dari kelima
buku itu? Semuanya bersinggungan dengan KEMATIAN. Tampaknya, Mitch Albom
benar-benar meresapi pesan yang disampaikan oleh Profesor Morrie Schwartz,
bahwa “When you learn how to die, you
learn how to live”. Rasanya sejak pesan itu, ia terus membahas tentang hal
yang satu itu dengan berbagai macam cara untuk membuat setiap pembacanya belajar
cara hidup. The Time Keeper mengajak pembaca untuk memikirkan kembali hal apa
yang paling berharga dalam hidupmu. Apakah itu pekerjaanmu? Keluargamu?
Anak-anak? Ataukah uang? Temukan hal itu dan nikmati waktumu bersama hal itu. Lima
bintang untuk Mitch Albom.
Beberapa waktu yang lalu, saya ikut serta
merayakan ulang tahun presiden direktur di tempat saya bekerja, Bpk Teddy
Rachmat. Di acara itu, kami meminta beliau untuk memberikan pesan kepada kami
semua, dan beliau berkata: time is
running so fast, don’t waste your time and follow your dreams/heart. Ada
alasannya mengapa Tuhan membatasi hari-hari manusia, bacalah dan anda akan
memahaminya.
------------------------------------------------
Judul: The Time
Keeper (Sang Penjaga Waktu)
Penulis: Mitch
Albom
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Oktober
2012
Tebal: 312 hal
ISBN:
978-979-22-8977-0
-------------------------------------------------