“All children mythologize their birth. It is a universal trait. You want to know someone? Heart, mind and soul? Ask him to tell you about when he was born. What you get won’t be the truth: it will be a story. And nothing is more telling than a story.” ~ Diane Setterfield, the Thirteenth Tale
Margaret Lea telah menghabiskan sepanjang hidupnya berada di
toko buku milik ayahnya. Ia bergaul dengan banyak penenun kisah yang berasal dari
masa yang berbeda dengan masanya. Ia menyukai kisah klasik dan bersahabat
dengan para tokoh klasik. Ia menyukai karya-karya mereka yang telah lama
terlupakan. Margaret menjalani hidupnya seperti biasa, menyimpan ceritanya
sendiri didasar hatinya dan berdiam diri bersama buku-bukunya. Jane Eyre,
Wuthering Heights, The Woman in White menjadi sahabatnya. Ia menjalani
kehidupannya dengan cara lama, sampai sebuah surat datang menghampirinya, dan
semuanya pun berubah.
Vida Winter adalah seorang penenun cerita. Dongeng-dongengnya
dikenal dunia namun kisah hidupnya tetap tinggal sebagai misteri. Ia sangat
piawai merangkai sebuah kisah, menceritakan dongeng yang ingin didengar orang,
memberikan ending yang membuat setiap orang puas, dan meninggalkan ruang kosong
yang membuat setiap orang harus selalu menoleh kembali. Ruang kosong yang
seharusnya diisi dengan kisahnya sendiri, namun ia membiarkannya tak terangkai.
Tiga Belas Dongeng dan Perubahan Keputusasaan
adalah karyanya yang meninggalkan misteri, buku yang setelah beredar dipasaran,
ditarik kembali karena hanya memuat dua belas dongeng didalamnya. Dongeng
ketiga belas tetap menjadi misteri, sampai seorang pemuda berjas cokelat datang
menghampirinya dan memintanya “ceritakan
padaku yang sesungguhnya”…saat itulah ia menulis surat kepada seseorang
yang terlahir sebagai anak kembar. Mengapa Vida Winter memilih Margaret Lea? Mungkin
karena ia pun akan menceritakan kisah anak kembar.
Margaret mengunjungi Vida Winter di rumahnya. Ia sepakat akan
menjadi penulis biografi Vida Winter dengan beberapa kesepakatan. Setelah
menyetujui bahwa tidak boleh ada lompatan cerita, Vida Winter menenun kisah puluhan
tahun silam, kisah tentang keluarga Angelfield, tentang George Angelfied dan
Mathilda, kisah Charlie dan Isabell, Adeline dan Emeline, Missus dan
John-the-dig, serta kisah rumah yang mungkin berhantu.
Aku dan Margaret Lea, kami berdua sama-sama mendengarkan
kisah ini dari mulut Vida Winter. Charlie dan Isabell adalah saudara kandung,
Adeline dan Emeline adalah saudari kembar, Missus dan John-the-dig adalah
pelayan yang setia sampai mati tetap melayani di rumah keluarga
Angelfield. Ada banyak orang yang datang dan pergi, membawa aturan dan
meninggalkan bekas yang membuat rumah Angelfield tidak pernah sama. Suasana
rumah yang tidak terurus membuat semua tetangga menganggap rumah itu berhantu.
Lalu bagaimana kisah mereka yang tinggal di rumah keluarga Angelfield?
Seseorang atau apapun itu menjadi menarik karena mengandung
misteri dan buku ini sejak halaman pertama adalah sebuah misteri untukku. Ada
banyak hal yang kusukai dari buku ini. Pertama, karena Margaret memiliki toko
buku yang sangat kuinginkan. Kedua, karena Vida Winter menenun kisahnya
menggunakan bahasa yang tidak biasa, dan Ketiga, karena kisah di buku ini tidak
bisa kutebak. Aku bahkan harus membolak –balik beberapa bagian untuk kubaca
ulang setelah sebuah rahasia terungkap, rahasia yang menurut Margaret sudah
disadarinya namun tidak bisa kusadari, padahal kami berdua menempati posisi
yang sama sebagai pendengar. Buku ini adalah referensi model baru untukku, gaya
penuturan yang kusukai. Pada bagian awal, Vida Winter bercerita dari sudut
pandang orang ketiga, kemudian dibagian tertentu, ia akan menggunakan “aku”
untuk menuturkan ceritanya, kemudian aku pun melihat sudut pandang Hester,
seorang guru yang pernah hadir dalam keluarga Angelfield, melalui buku
hariannya.
Buku ini disebut-sebut sebagai sebuah karya bercirikan gothic
yang mengingatkan pembaca pada nuansa klasik Wuthering Height dan Jane Eyre.
Cara penuturannya mengalir dan mencekam tetapi indah. Jane Eyre terus menghiasi
seluruh kisah dalam buku ini. Setiap karakter dalam buku ini memiliki daya
tarik misteri, ada yang rasanya tidak pas, namun sepertinya mereka dibuat
memang untuk maksud itu. Dan saat-saat Margaret sudah mulai memahami kisah Vida
Winter, disaat yang sama ia membantu saya mampu memahaminya. Ketika rahasia
mulai terungkap, Vida Winter dan Margaret Lea justru harus menghadapi kisahnya
sendiri, hantunya sendiri, dan pergolakan jiwa mereka yang terus memaksa saya
tetap tinggal sebagai satu-satunya pendengar terakhir.
“There is something about words. In expert hands, manipulated deftly, they take you prisoner. Wind themselves around your limbs like spider silk, and when you are so enthralled you cannot move, they pierce your skin, enter your blood, numb your thoughts. Inside you they work their magic.” ~ Diane Setterfield, the Thirteenth Tale
Itulah
gambaran kesan selama membaca buku ini. Terimakasih untuk Gramedia telah
berhasil menerjemahkan buku dengan mempertahankan gaya penuturan yang
mempesona. Lima bintang kuberikan untuk penerjemah. Diane Setterfield adalah
penulis asal inggris yang lahir pada bulan Agustus 1964. The Thirteenth Tale
adalah novel pertamanya yang diterbitkan pada tahun 2006 dan langsung menjadi
New York Times’s Bestseller. Well, this
is Book Lover’s Book.
---------------------------------------------------------------------
Judul: The Thirteenth Tale (Dongeng ketiga belas)
Judul: The Thirteenth Tale (Dongeng ketiga belas)
Penulis:
Diane Setterfield
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Terbit:
Maret 2009 (Cetakan II)
Tebal:
608 hal
ISBN:
978-979-22-4129-7
----------------------------------------------------------------------
salah satu buku favoritku nih si =) jadi kepingin baca ulang, endingnya twisted banget ya~
ReplyDeleteiya buku ini juga langsung jadi favoritku mba..unpredictable bgt :)
Delete